thayyibah.com :: Sudah seperlima abad sejak kehadirannya di dunia, tepatnya sejak 1995. Selama itu pula status anak masih melekat pada dirinya.
Ia merupakan pria, anak pertama dari dua bersaudara. Dengan satu adiknya laki-laki, usia Adik tiga per empat dari usianya. Mereka berdua adalah kakak beradik yang tidak terlalu kompak, tidak akur, malah lebih sering terlihat perdebatan dan pertengkaran di antara mereka. Walaupun begitu masing-masing dari mereka saling peduli, saling mengerti satu dengan yang lain, hanya saja gengsi sebagai anak laki-laki yang membuat keduanya ogah untuk saling melukiskan perasaan tersebut pada sela-sela ekpresi diri di wajah.
Teringat, dulu sebelum masing-masing dari mereka mempunyai kesibukan yang berbeda, mereka dapat dengan mudah terlihat sedang bermain, bercanda, bergurau berdua di halaman rumah. Namun sekarang, sang Kakak yang telah tumbuh menjadi pria dewasa lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah. Meski tinggal dalam naungan atap yang sama, ia merasa jarang meluangkan waktu berdua dengan adiknya lagi. Jangankan meluangkan waktu, untuk sekedar bertatap muka dan bertegur sapa pun kini sangat jarang mereka lakukan.
Pria dewasa yang tampak tidak acuh, sekali waktu terlihat sedang berangan-angan, merindukan kenangan dengan seorang adik kesayangan. Gurauan-gurauan yang dahulu pernah mereka berdua lakukan, candaan-candaan yang dahulu pernah saling mereka lontarkan, bola sepak yang dahulu pernah mereka perebutkan, makan-makanan enak buah tangan ibunya yang dahulu mereka nikmati di satu meja makan, hal-hal tentang apa-apa yang pernah mereka berdua lakukan, terbayang-bayang dalam benak, jauh menembus karang di dasar pikiran.
Tidak mau terlena bayang-bayang kenangan yang mengganggu dalam hati dan pikiran. Sang Kakak yang kebetulan sedang menghabiskan waktu luang dari rutinitasnya di luar ruang, terbangun dari lamunan tentang Adik kesayangan. Ingin merasakan nostalgia bermain bersama, segera sang Kakak mencari adiknya ke dalam, ke salah satu ruang di istana kecil milik orangtua. Namun amat sangat sayang, kerinduan yang sesegera mungkin ingin diluapkan, terpaksa tertahan, saat ia tidak menemukan satu pun orang di dalam ruang.
Ditunggunya sang Adik dari kepulangan, lamunan rindu menerpa lagi ke dalam pikiran. Adik pulang, Adik datang, betapa malang sang Kakak, saat ingin segera bermain bersama, ia malah dilewatkan begitu saja tanpa tegur dan sapa dari adiknya. Sang Kakak yang dahulu terlalu sibuk, tidak menyadari sang Adik yang juga mulai beranjak dewasa. Adik yang juga mungkin mulai lupa dengan kerinduan yang sedang melanda sang Kakak. Hanya sebentar Adik pulang dan datang, kini kembali ia pergi sesaat setelah namanya terdengar dipanggil oleh beberapa orang teman. (dakwatuna.com/hdn)