Oleh: Inayatullah Hasyim (Dosen Univ. Djuanda Bogor)
Cinta laksana air dalam kehidupan, nafas dalam jiwa, semangat dalam raga, lembut dalam sutera. Ia bagaikan panas pada api, dingin pada salju, luas pada angkasa dan, seperti kata Sapardi, “kayu kepada api yang menjadikannya abu”.
Disebabkan oleh cinta, Rasulallah ﷺ selalu mengingat-ingat almarhumah Khadijah (RA), istri pertamanya, hingga Aisyah (RA), istri ketiganya, cemburu “Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah, sampai-sampai aku berkata: Wahai Rasulullah, apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu, sementara Allah telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Demi Allah, tak seorang wanita pun lebih baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah menganugerahkan anak kepadaku darinya”.
Disebabkan oleh cinta, Adam memakan buah keabadian (syajarah khuldi), karena – konon – Sayyidah Hawwa memintanya melakukan itu. Adam yang hidup di syurga dengan kenikmatan yang tiada tara, tetap berharap dengan keabadian cinta. Ah, ada saja.
Cinta, sebuah kata yang hanya terdiri dari lima huruf. Tetapi, kandungannya telah mengubah sejarah peradaban manusia. Syeikh ‘Aidh al-Qorni mengatakan kita harus memilah cinta pada dua takaran: cinta ilahiyah dan cinta duniawiyah. Cinta ilahiyah adalah cinta yang abadi. Cinta seorang hamba pada Allah untuk mengikuti seluruh aturan hidup yang diberikan lewat nabi-Nya, Muhammad ﷺ.
Selain cinta ilahiyah, manusia yang hidup di alam duniawi yang profan ini seharusnya merasakan juga cinta duniawi. Ia adalah fitrah pada manusia. Yaitu mencinta harta, anak dan istri (atau suami) sebagai belahan jiwa.
Disebabkan oleh cinta manusia meminum arak rindu yang memabukkan itu. Penyair Arab mengatakan:
ولا تسألني عن وطني فقد اقمته بين يديك
ولا تسألنى عن اسمي فقد نسيته عندما احببتك
“Jangan kau tanyakan dari mana asalku, sebab telah ku bentangkan di hadapanmu – Jangan pula kau tanyakan siapa namaku, sebab aku telah lupa sejak mencintaimu”.
Sebagai agama fitrah, Islam memberi ruang pada cinta duniawi ini. Ketika sepasang anak manusia tertarik satu dengan lainnya, Islam menganjurkan untuk segera mewujudkannya dalam mahligai rumah tangga. Rasulallah ﷺ berpesan, “Wahai anak muda, barangsiapa di antara kalian sudah mampu (menikah), hendaklah menikah”. Ikat cintamu. Abadikan pelana hatimu. Simpan permata jiwamu. Proklamasikan belahan kasihmu di atas sajadah ijab-kabul yang disaksikan para malaikat, sambil bersimpuh di hadapan orang tua dan kerabat.
Cintailah pasanganmu sebagaimana adanya dia. Jangan terlalu memujanya pula. Sebab, telaga cinta manusia pasti akan kering suatu saat kelak. Ia tak mungkin abadi, bahkan jika kau dokumentasikan cintamu semewah tugu cinta Taj Mahal sekalipun.
Pernikahan telah menyingkap tabir rahasia pasanganmu. Bagi suami, ternyata isteri yang engkau nikahi tidaklah semulia Khadijah yang rela berkorban seluruh hartanya untuk dakwah suaminya. Tidak pula setaqwa Aisyah yang menutup malam dengan tahajud dan siang dengan infak dan sedekah. Tidak pula setabah Fatimah ketika Ali bin Abi Thalib, suaminya, membagikan persediaan makanannya untuk fakir, miskin, janda dan tawanan perang hingga Allah turunkan ayat sebagai pengabadian cinta mereka, “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”. (QS Al-Insan 9)
Disebabkan oleh cinta, sadarlah engkau bahwa istrimu hanyalah wanita pada umumnya. Ia yang punya cita-cita dunia, ingin rumah, kendaraan, perhiasan dan berbagai gadget terbaru untuknya. Pernikahan telah mengajarkanmu kewajiban bersama. Istri menjadi tanah, engkau langit yang menaunginya. Istri ladang tanaman, engkau pemagarnya. Kala ia tengah teracuni, engkau harus menjadi penawar bisanya.
(Bagian dari novel saya PESONA CINTA MASJID NABAWI. Bagi Anda yang berminat membaca novel tersebut, cukup kirimkan foto ke nomor WA 0878 7374 4599 bahwa Anda telah berinfaq hari ini Rp. 20.000 (Dua puluh ribu rupiah) kepada korban banjir, fakir miskin, yatim piatu, rumah al-Quran, dll., nanti buku novel akan saya kirimkan).