thayyibah.com :: Kebijakan pemerintah tak pernah luput dari sorotan publik. Ada masyarakat yang memberi dukungan terhadap kebijakan yang dikeluarkan, namun tak jarang juga masyarakat yang tidak mendukung kebijakan pemerintah hingga menuai kontroversi.
Di 2019, Joko Widodo (Jokowi) kembali dilantik menjadi presiden dan menetapkan menteri-menteri yang diharapkan bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik lagi 5 tahun ke depan. Sayangnya, pemerintahan baru Jokowi tak terlepas dari sorotan publik.
Beberapa menteri justru mengeluarkan kebijakan yang menuai pro dan kontra di awal masa jabatannya. Tak jarang, kebijakan mereka kerap dibanding-bandingkan dengan menteri sebelumnya.
Ekspor Benih Lobster
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tengah menjadi sorotan publik karena beberapa kebijakan yang dikeluarkannya, salah satunya ekspor benih lobster. Rencana ini menuai pro dan kontra, mengingat, Menteri Kelautan dan Perikanan terdahulu, Susi Pudjiastuti, melarang adanya ekspor tersebut untuk melindungi bibit lobster dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Edhy mengatakan alasannya 80 persen impor benih lobster di Vietnam berasal dari Indonesia tetapi dikirim oleh Singapura. Dia menjelaskan, harga benih lobster dari nelayan di Indonesia dibeli seharga Rp3.000 hingga Rp5.000 per ekornya. Namun, ketika dijual ke Vietnam harganya melonjak sampai Rp139.000 per ekor.
Menurutnya, ini bisa menjadi peluang bisnis yang bisa meningkatkan devisa negara. Nantinya, benih lobster akan diekspor langsung ke negara yang bersangkutan.
“Jadi jualnya langsung antar negara. Biar mereka bayar pajak,” kata Edhy dalam Rakornas KKP 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (4/12).
Dia melanjutkan, rencana ini bisa dilakukan bila diatur dengan baik mulai dari regulasi sampai pelibatan pengusaha. Meski demikian, tidak semua benih lobster akan diekspor, sehingga masih ada benih yang bisa dibudidayakan.
Palarang ekspor benih lobster sendiri sudah tertuang pada Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/ atau Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan dari Wilayah Negara Republik Indonesia. Secara spesifik tercantum di Pasal 7 (1) yang berbunyi ‘setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya’.
Susi menjelaskan pembesaran lobster di laut sebagai habitat aslinya lebih baik. Sebab ada kesempatan bagi lobster untuk beranak pinak. Musim kemarau jadi waktu terbaik untuk pembibitan. Biasanya ini dilakukan tiga sampai lima bulan sebelum musim hujan tiba.
Dalam video yang diposting pada 10 Desember 2019 kemarin, Susi bercerita sedang menyantap hidangan laut lobster di kampung halamannya, Pangandaran.
“Lobster yang bernilai ekonomi tinggi tidak boleh punah, hanya karena ketamakan kita menjual bibitnya. Dengan harga seperseratusnya pun tidak,” tulis Susi, dikutip Liputan6.com, Minggu (15/12).
Penenggelaman Kapal
Edhy memastikan akan kembali meneruskan kebijakan kontroversial yang pernah dilakukan oleh Susi Pudjiastuti dalam upaya penenggelaman kapal asing atau ilegal fishing. Hanya saja keputusan itu nantinya akan diberikan sepenuhnya kepada pengadilan apakah akan ditenggelamkan atau justru lainnya.
“Penenggelaman kapal itu tetap kita akan lakukan kalau memang ada siapa pelanggarnya. Tapi kalau kemudian kita tangkap kita kejar masa harus kita tenggelamkan, wong dia sudah nyerah. Kan pengadilan urusannya. Menenggelamkan kapal pun harus keputusan pengadilan,” katanya saat ditemui di Menara Kadin, Jakarta, Senin (18/11).
Dia menegaskan, tidak takut menenggelamkan kapal sebanyak apapun. Hanya saja tujuan akhirnya harus jelas. Karena menurut dia, ada yang lebih penting selain melakukan penenggelaman kapal-kapal tersebut.
“Kedaulatan nomor 1 harga diri bangsa nomor 1. Tapi kalau jargon penenggelaman kapal terus yang kita lakukan, sementara pembinaan kepada nelayan dan pembudidaya ikan kita juga tidak ada, tidak jalan tidak ada gunanya,” katanya.
“Makanya saya tidak menampikan yang sudah ada saya menghormati dan mendukung apa yang baik di menteri saya sebelumnya. Membangun industri perikanan dengan tidak meninggalkan para nelayan kecil kita akan ajak bareng,” sambung dia.
Hal ini sedikit berbeda dengan kebijakan Susi, di mana penenggelaman kapal menjadi kebijakan paling terkenal Susi.
Impor Gula
Kebijakan impor gula bukan hal yang baru lagi. Meski demikian, kebijakan ini masih diberlakukan dan masih menjadi pro kontra. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sejak 2008 impor gula memang cenderung mengalami kenaikan.
Pada 2008, impor gula Indonesia sebesar 1,01 juta ton dengan nilai USD 366 juta, pada 2009 sebanyak 1,37 juta ton dengan nilai USD 568 juta, pada 2010 sebanyak 1,78 juta ton dengan nilai USD 1,11 miliar,
Kemudian pada 2011 sebanyak 2,5 juta ton dengan nilai USD 1,73 miliar, pada 2012 sebanyak 2,76 juta ton dengan nilai USD 1,63 miliar, pada 2013 sebanyak 3,34 juta ton dengan nilai USD 1,73 miliar, pada 2014 sebanyak 2,96 juta ton dengan nilai USD 1,32 miliar, pada 2015 sebanyak 3,37 juta ton dengan nilai USD 1,25 miliar.
Pada 2016 sebanyak 4,76 juta ton dengan nilai USD 2,09 miliar, pada 2017 sebanyak 4,48 juta ton dengan nilai USD 2,07 miliar, pada 2018 sebanyak 5,02 juta ton dengan nilai USD 1,79 miliar dan pada 2019 hingga Februari sebanyak 444 ribu ton dengan nilai USD 147 juta.
Saat ini, Indonesia juga akan mengimpor gula (raw sugar) dari Indonesia, sesuai dengan kesepakatan terkait agrikultur Indonesia-India, di mana India akan menurunkan tarif masuk sawit Indonesia. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, Indonesia tidak dapat menutup diri pada impor jika ingin ekspor.
Dia menyebut Indonesia sedang membutuhkan gula karena pasokan yang tidak mencukupi. Namun, dia tidak merinci berapa jumlah gula yang akan diserap dari India.
“Saya kira yang paling utama sekarang gula, karena biar bagaimana gula enggak cukup kan,” ujar Syahrul.
Ketika ditanya apakah dia menyetujui impor tersebut, Syahrul berkata pihaknya bukanlah pengambil keputusan. Dia hanya kembali menegaskan bahwa Indonesia memang sedang butuh pasokan gula.
Sumber: merdeka.com