thayyibah.com :: Vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bukan akhir hukuman untuk koruptor. Mereka berhak mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT), kasasi, maupun Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
Alih-alih dikabulkan, vonis untuk mereka bisa menjadi lebih berat. Meski begitu, kemungkinan pemotongan atau keringanan hukuman juga terbuka lebar untuk dikabulkan hakim.
Siapa saja koruptor yang hukumannya dipotong MA?
-
Idrus Marham
Eks Sekjen Golkar Idrus Marham merupakan koruptor suap kasus PLTU Riau-1. Idrus terbukti menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo, sebesar Rp 2,25 miliar, agar Blackgold bisa memenangkan proyek.
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan Idrus terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Tipikor sesuai dakwaan subsider. Juli 2019, Idrus divonis 3 tahun penjara.
Tak terima, Idrus akhirnya mengajukan banding ke PT DKI. Namun, hukuman Idrus malah diperberat menjadi 5 tahun penjara karena terdapat perubahan pelanggaran pasal, yakni Pasal 12 huruf a seperti dakwaan primer.
Idrus lalu menempuh tahap kasasi ke MA. Di tingkat MA, majelis hakim justru menilai penerapan pasal untuk Idrus oleh PT DKI tidak tepat. Menurut MA, Idrus lebih tepat dijerat Pasal 11 seperti dalam putusan Pengadilan Tipikor.
Majelis hakim yang menangani perkara Idrus di PK adalah Krisna Harahap, Abdul Latief, dan Suhadi. Hukuman Idrus lalu dipotong menjadi 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
-
Irman Gusman
Eks Ketua DPD Irman Gusman sudah dibebaskan dari Lapas Sukamiskin sejak September 2019. Hakim MA mengabulkan PK Irman dan memangkas hukumannya dari 4,5 tahun menjadi 3 tahun penjara.
Hukuman denda Irman juga berkurang dari Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan menjadi Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. Putusan itu dibacakan oleh Hakim Ketua Suhadi, anggota Abdul Latif dan anggota Eddy Army.
Kasus Irman bergulir pada September 2016. Irman terbukti menerima suap Rp 100 juta dari CV Semesta Berjaya agar bisa mengatur kuota gula impor dari Perum Bulog untuk perusahaan swasta itu.
Awalnya, Irman menerima putusan hakim dan tak berniat mengajukan banding. Namun setahun berselang, Irman mengajukan PK ke MA.
Berubahnya putusan MA tak lepas dari penerapan pasal di UU Tipikor yang digunakan untuk menjerat Irman.
Pada tingkat Pengadilan Tipikor, Irman dianggap melanggar Pasal 12 huruf b UU Tipikor. Sedangkan, MA menganggap Irman lebih tepat dijerat dengan Pasal 11 UU Tipikor.
Salah satu perbedaan antara dua pasal itu yakni lamanya masa pidana. Dalam Pasal 12 huruf b, masa pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Sementara pada Pasal 11, masa pidana untuk koruptor minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun.
-
Patrialis Akbar
Eks Hakim Konstitusi Patrialis Akbar adalah koruptor suap putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Patrialis terbukti menerima suap dari bos impor daging, Basuki Hariman, agar putusan itu dimenangkan MK.
Patrialis awalnya diganjar hukuman 8 tahun penjara. Namun, setelah mengajukan PK, Patrialis mendapat keringanan hukum dari 10 tahun menjadi 7 tahun penjara.
Putusan tersebut termaktub pada Selasa, 27 Agustus 2019. Majelis hakim PK menilai putusan Pengadilan Tipikor tidak didukung pertimbangan hukum yang konkret dan cukup dalam menjatuhkan lamanya pidana. Majelis juga menilai ada fakta persidangan yang patut dipertimbangkan untuk meringankan hukuman Patrialis.
Hakim PK menganggap tak semua uang suap tersebut diterima Patrialis. Sebagian suap ada yang diterima oleh Kamaludin, perantara suap untuk Patrialis.
Duduk sebagai ketua majelis dalam putusan PK, yakni Andi Samsam Nganro dengan anggota LL Hutagalung dan Sri Murwahyuni.
-
Choel Mallarangeng
Andi Zularnain Awar alias Choel Mallarangeng mengajukan PK atas vonis 3,5 tahun oleh Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Hukuman terpidana kasus korupsi Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang itu akhirnya dipotong 6 bulan oleh MA, menjadi 3 tahun penjara.
Kakak Andi Mallarangeng itu awalnya menerima putusan hakim Tipikor dan tidak mengajukan Banding. Hakim menyatakan Choel menerima uang sebesar Rp 2 miliar dan USD 550 ribu.
KPK lalu mengeksekusi Choel ke Lapas Sukamiskin pada Juli 2017. Namun pada 2019, Choel mengajukan PK.
Menurut MA, pemotongan hukuman itu lantaran majelis hakim menilai Choel telah mengembalikan seluruh uang yang telah diterimanya. Hakim yang mengabulkan PK Choel adalah Abdul Latief, Sri Murwahyuni, dan Salman Luthan.
-
M. Sanusi
Mohamad Sanusi merupakan terpidana suap pembahasan Raperda reklamasi Teluk Jakarta dan pencucian uang. MA mengabulkan PK eks anggota DPRD DKI Jakarta itu dengan memotong hukumannya dari 10 tahun menjadi 7 tahun penjara pada Oktober 2019.
Hukuman tersebut sama dengan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta. Saat itu, jaksa KPK tak terima dengan putusan hakim untuk Sanusi, dan memilih mengajukan banding ke PT DKI.
PT DKI mengabulkan permohonan KPK. Hukuman Sanusi akhirnya diperberat menjadi 10 tahun penjara. Atas putusan itu, Sanusi tak mengajukan kasasi ke MA dan menerima vonis tersebut.
Namun setahun kemudian, tepatnya pada Juni 2018, Sanusi mengajukan PK.
Hakim PK yang mengurusi kasus Sanusi adalah ketua majelis persidangan, Prof Surya Jaya dengan anggota LL Hutagalung dan Eddy Army. Surya Jaya adalah pihak yang berbeda pendapat (dissenting opinion) dan tidak setuju hukuman Sanusi dipotong. Namun, Surya Jaya kalah suara dengan anggotanya.
-
OC Kaligis
MA memberikan diskon hukuman untuk advokat Otto Cornelius Kaligis dari 10 tahun menjadi 7 tahun penjara. Lama pidana ini sama seperti putusan hakim PT DKI yang diperberat di tingkat kasasi.
OC Kaligis terseret hukum lantaran terbukti menyuap hakim PTUN Medan. Awalnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana 5,5 tahun untuk OC Kaligis.
Pengadilan Tinggi DKI lantas memperberat hukumannya menjadi 7 tahun penjara. Bahkan pada tahap kasasi, MA kembali memperberat hukuman menjadi 10 tahun. Namun, putusan PK akhirnya menganulir kasasi tersebut.
Majelis hakim yang memeriksa PK tersebut adalah Hakim Agung Syarifuddin, Agung Leopold Luhut Hutagalung, dan Surya Jaya.
-
Angelina Sondakh
Eks Ketua Majelis Hakim Agung Syarifuddin mengabulkan sebagian tuntutan PK yang diajukan eks politikus Partai Demokrat, Angelina Sondakh. MA mengurangi vonis Angelina dari 12 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Tak hanya itu, MA juga mengurangi uang pengganti yang dibebankan Angelina dari Rp 12,58 miliar dan USD 2,35 juta menjadi Rp 2 miliar dan USD1 juta.
PK tersebut resmi meralat permohonan banding dan kasasi jaksa KPK. Pada pengadilan Tipikor tingkat pertama, Angelina divonis 4,5 tahun penjara. KPK tak terima dengan putusan tersebut dan memutuskan untuk mengajukan banding.
Namun, di tingkat banding, majelis hakim PT DKI Jakarta memperkuat putusan Pengadilan Tipikor. Terdakwa korupsi anggaran di Kemenpora dan Kemendiknas itu tetap divonis 4,5 tahun penjara.
Masih tak terima, KPK akhirnya mengajukan kasasi ke MA. Di tingkat MA, hukuman untuk Angelina diperberat menjadi 10 tahun penjara.
Sumber: Kumparan