Oleh: HM Joeosef (Wartawan Senior)
Masih ingat pada 28 September 2019 lalu Yusuf Manusr meluncurkan ‘Nabung Investasi” di Depok, Jawa Barat? Ya, paket baru yang bernama “Nabung Investasi” menawarkan 5 produk: pembiayaan pembangunan gedung asrama santri; pembiayaan pembangunan gedung Institut DAQU; pembiayaan gedung sekolah; pembiayaan pembelian tanah di Karawang, Bogor, dan Tangerang; serta pembiayaan Modal Kerja Perusahaan Teknologi.
Untuk menampung dana dari “Nabung Investasi” tersebut dipercayakan pada Koperasi Indonesia Berjamaah (KIB) milik Yusuf Mansur. Jika Anda hendak ikutan, langkah awal adalah menjadi anggota KIB, dengan mengutip Rp 250 ribu per orang. Setelah itu baru bisa ikutan Nabung Investasi, dengan 5 produk tersebut diatas. Adapun besaran “Nabung Investasi” tidak ada ketentuannya.
Inilah licinnya Yusuf Mansur. Hanya dengan pendaftaran anggota yang per orang Rp 250 ribu itu, jika pesertanya mencapai 1000 orang, uang sudah terkumpul Rp 250 juta. Uang ini tidak bisa kembali, karena sebagai syarat keanggotaan.
Bisa jadi, karena nama Yusuf Mansur sudah tercemar berat karen berbagai kasus yang menyangkut dana umat, jualan “Nabung Investasi” kali ini tidak bersambut. Sepi pengunjung, sepi peminat, Yusuf pun pulang dengan membawa mimpi yang tak terwujud.
Soal nabung dan investasi, sudah jamak dilakukan oleh Yusuf Mansur. Dan semuanya bermasalah. Bahkan, sampai hari ini, masalah-masalah yang berkaitan dengan investasi tidak pernah tuntas. Mulai dari investasi batu bara, patungan usaha, patungan aset, Contotel Moya Vidi, bahkan “Nabung Tanah”. Uniknya, paket “Nabung Tanah” yang disasar adalah para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang ada di Hongkong. Kejeliaan Yusuf Mansur membidik para TKI di Hongkong karena ia, di tahun 2014 itu, sering bolak-balik Jakarta-Hongkong, untuk memberikan tausyiah. Momentum inilah yang dimanfaatkan oleh Yusuf.
‘Nabung Tanah” yang dimaksud adalah bentuk investasi yang akan, katanya, untuk membangun hotel di kota Malang, Jawa Timur. Dana yang terkumpul dihimpun lewat Koperasi Merah Putih yang juga milik Yusuf Mansur. Satu paket “Nabung Tanah” senilai Rp 2.400.000. Untuk bisa ikutan nabung, harus jadi anggota koperasi Merah Putih dengan uang pendaftaran Rp 200.000.
Bagi para TKI, karena yang mengajak itu seorang Yusuf Mansur yang jamak melakukan tausyiyah dan penganjur sedekah, mereka percaya saja. “Awalnya untuk investasi di masa depan,” tutur Indah, seorang TKI di Hongkong yang sekarang sudah pulang ke Jawa Timur, itu. Dalam “iming-iming” yang diberikan, dana “Nabung Tanah” akan digunakan untuk membangun hotel di Malang, ada laporan secara periodik, ada bagi untung secara berkala, dan seterusnya.
Praktiknya, sampai dengan tahun ke-5, 2019, ceritera tentang “Nabung Tanah” tak berlanjut. Hal ini sebenarnya sudah terjadi sejak setahun pertama, 2015 sudah tak lagi ada laporan-laporan kepada nasabah. Juga bagi hasil atau bagi untung yang dijanjikan. Maka, sebagian penabung yang masih menyimpan nomornya Yusuf Mansur mencoba menghubunginya. Cukup berbelit-belit. Singkat ceritera, ketemulah nomor HP Yusuf Mansur yang masih aktif, tersambung. Di telepon, Yusuf Mansur terlihat bijak. Ia menjanjikan akan mengembalikan uang yang telah ditanam oleh Indah, berikut dengan bagi hasil keuntungan. Siapa tidak berbunga-bunga?
“Nanti kita pulangin, kita lebihin,” kata Yusuf Mansur diujung telepon. Di tunggu sebulan, dua bulan, eh tidak juga ada uang yang dijanjikan dikembalikan tersebut. Setelah dikejar-kejar dengan berbagai saluran komunikasi, akhirnya uang Indah dikembalikan juga. Tetapi hanya Rp 2.400.000, yang Rp 200.000 sebagai anggota dan uang bagi hasil keuntungan yang dijanjikan “dilebihin”, tidak pernah ada ceritanya.
Hal senada juga dialami oleh Nanik, yang kini masih jadi TKI di Hongkong. Setelah melalui prosedeur yang berbelit-belit dan memerlukan waktu berbulan-bulan, akhirnya uangnya kembali juga. Tapi ya itu, yang kembali hanya Rp 2.400.000. Yang Rp 200.000 plus keuntungan selama 5 tahun berjalan, tidak ada kejelasannya.
Tentang “Tabung Tanah” yang katanya untuk membeli tanah di Malang dan akan dibangun hotel itu, juga tak ada wujudnya. Ini modusnya sama dengan investasi Condotel Moya Vidi di Jogjakarta. Uang sudah terkumpul Rp 1,6 milyar, ternyata proyeknya tidak jadi dibangun. Uangnya malah dialihkan untuk pembelian Hotel Siti di Tangerang yang saat ini sepi hunian itu.
“Nabung Tanah” yang menyasar para TKI di Hongkong itu berhasil menyedot ratusan bahkan ribuan orang. Nasib “baik” yang dialami oleh Indah dan Nanik tersebut hanyalah sebagian kecil; sebagian besar mereka tak lagi bisa berkomunikasi, apalagi menagih uangnya kembali.
Begitulah, ketika gaya “Nabung Tanah” di Hongkong diadopsi dengan nama “Nabung Investasi” di tanah air, masyarakat sudah mulai melek dan tidak mau berinvestasi. Tetapi, ratusan, bahkan ribuan orang tetap tidak jelas akan nasib investasi yang mereka tanam di “Nabung Tanah”. Sebagian mereka sudah ada yang pulang ke Indonesia, sebagian masih ada di Hongkong sebagai TKI.