Oleh: Tarmidzi Yusuf
Warga pendatang dari Padang dan Bugis dibantai secara keji di Wamena. Sangat tragis dan mengerikan. Ada yang dibakar hidup-hidup. Ada pula balita yang dikampak kepalanya. Rumah mereka dibakar. Toko dijarah. Total 32 orang meninggal. 10 orang pendatang dari Padang. 22 orang pendatang dari Bugis.
Pembantaian warga pendatang di Wamena 23 September 2019 oleh penduduk asli Papua sepi pemberitaan. Tertutup oleh demonstrasi mahasiswa. Negara kemana?. Kenapa negara tidak hadir ketika pembantaian secara biadab terjadi. Alinea keempat pembukaan UUD 1945 mengatakan, negara berkewajiban melindungi warga negara dan segenap tumpah darah Indonesia.
Kemana para pembela HAM? Komnas HAM tak bersuara. YLBHI bisu. Pejuang Keadilan dan kemanusiaan kompak tutup mulut. Ketika ummat Islam puluhan orang dibantai kalian diam. Mulut kalian tersumbal. Sebaliknya, ketika hanya 1 orang non muslim terbunuh teriakan kalian terdengar seluruh jagad raya. Setiap hari media menggorengnya. Kalian vonis kami rasis dan radikal. Sesungguhnya kalian bukan pembela HAM. Kalian pembela etnis minoritas berkedok HAM.
Kami marah. Kami mengutuk keras sikap rasis kalian. Kami siap membalas tindakan biadab kalian dimanapun kalian berada. Kalian membangunkan singa-singa yang siap menerkam kalian.
Ketika negara tidak bisa melindungi saudara-saudara kami, jawabannya satu kata, JIHAD. Kalian menabuh genderang perang dengan kami. Rezim ini bersikap refresif dan diskriminatif terhadap kami. Persuasif dengan orang Papua. Rezim ini sudah tidak layak berkuasa. Rezim ini gagal total melindungi warga negara dan segenap tumpah darah Indonesia. Rezim ini tutup mata atas pembantaian saudara kami di Wamena.
Selama rezim ini berkuasa sudah ratusan orang terbunuh. Petugas KPPS yang meninggal lebih dari 600 orang. Ada yang menyebutnya lebih dari 700 orang. Korban kerusuhan 21-22 Mei 9 orang meninggal. Kerusuhan Deiyai 28 Agustus 3 orang meninggal. Demonstrasi mahasiswa 19-26 September merenggut nyawa 3 orang mahasiswa. Kerusuhan Wamena 23 September 32 orang. Total korban meninggal petugas KPPS dan kerusuhan sebanyak lebih kurang 747 orang.
Jokowi berkuasa di atas korban petugas KPPS. Jokowi berkuasa di atas darah mahasiswa, Papua, Bugis dan Padang. Tidak dapat melindungi setiap warga negara. Diskriminatif. Presiden hanya golongan tertentu bukan Presiden bangsa Indonesia. Turunlah secara terhormat sebelum rakyat memaksa anda turun secara tidak hormat.