Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Seorang resepsionisnya terkantuk-kantuk, Restauran Malabar yang ada di depan lobi hotel, sunyi. Petugas restauran nampak kurang bergairah melayani pengunjung sebagaimana layaknya restauran pada umumnya. Satu dua orang petugas hotel sesekali nampak mondar-mondar. Begitulah suasana di Hotel Siti, sepanjang siang sampai sore kemarin (Senin, 16/9), Jalan M Toha km 2.1, Pasar Baru, Tangerang, Banten.
Itulah hotel milik Yusuf Mansur yang pada tahun 2013 lalu pernah dibangga-banggakan sebagai hotel syariah, tempat transit para jamaah haji dan umroh sebelum atau sesudah melaksanakan ibadah ke Masjidil Haram. Bahkan, di lantai atas, ada mini Ka’bah untuk manasik haji/umroh.
Hotel Siti yang berlantai 11 dengan 130 kamar itu terdiri dari 3 jenis kamar. Superior, Deluxe, dan Suite. Harga yang dipatok mulai dari Rp 760.000 sampai Rp 1.300.000 per malam. Faktanya, kini, hanya ada superior, harga yang dipatok sama, Rp 300.000 per malam. Awalnya, hotel ini dibawah manajemen Horison. Tapi belakangan, nama Horison yang nempel di kaca depan lobi hotel, banyak yang dikelupas. Tak jelas, apakah Horison masih mengelola hotel ini atau sudah cabut. Pegawai hotel tidak ada yang bisa menjawab. Begitu pula pihak manajemen Horison yang kami hubungi belum juga merespon. Tetapi, dari tampilannya yang kurang terurus, besar kemungkinan pihak Horison sudah cabut.
Meski sepi pengunjung, di siang dan sore hari itu sesekali ada keluar-masuk pasangan muda-mudi di hotel ini. Sebagai hotel syariah, mestinya, jika ada tamu berpasangan, diminta KTP atau kartu nikahnya. Tetapi itu yang tidak dilakukan. Longgarnya tamu yang masuk dan harga yang dibanting, dari Rp 760.000 menjadi Rp 300.000, sangat mungkin terjadi mal-syariah. Bahkan, ada seorang petugas Satpam yang mengatakan, “Harga dibanting saja masih sepi.”
Hotel Siti adalah produk dari patungan usaha dan patungan aset yang dipromosikan oleh Yusuf Mansur pada tahun 2012-2013. Pada paruh Juli 2013, Yusuf Mansur dijewer oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pihak OJK menilai, patungan usaha maupun patungan aset yang diinisiasi oleh Yusuf Mansur termasuk kegiatan pengumpulan dana masyarakat. Oleh sebab itu, ia mesti mengikuti Undang-Undang Pasar Modal, khususnya Pasal 71 tentang penawaran umum. Di pasal tersebut disebutkan, hanya badan hukum berbentuk perseroan yang boleh melakukan pengumpulan dana masyarakat.
Karena Yusuf Mansur telah melanggar ketentuan yang telah diatur oleh OJK, maka, baik patungan usaha maupun patungan aset, dihentikan. Tetapi, yang ikut patungan usaha dan patungan aset itu sudah mencapai 1900 orang yang membeli “saham” patungan usaha antara Rp 10 juta sampai Rp 12 juta per lembar. Sementara, untuk patungan aset, per lembar “saham” dihargai Rp 2 juta.
Uang hasil patungan usaha dan patungan aset akan dibelikan Hotel dan Apartemen Topas yang awalnya adalah properti yang dibangun pada 2009 dengan status apartemen bersubsidi. Dalam perkembangannya, pemerintah mengubah kebijakannya, dimana Topas tidak termasuk kategori apartemen bersubsidi. Proyek yang baru 60% itu pun macet. Inilah yang diambil-alih oleh Yusuf Mansur.
Untuk mengakuisisi Hotel dan apartemen, menurut Yusuf, diperlukan Rp 150 milyar, dengan sedikitnya 15 ribu peserta patungan usaha. Target itu hanya tercapai 1900 peserta dengan uang yang terkumpul Rp 24 milyar. Uang sebesar itu hanya bisa untuk menutup akuisisi Hotel Siti.
Adapun Apartemen yang lokasinya berhadap-hadapan dengan Hotel Siti, tidak jelas kepemilikannya, apakah sudah dibeli Yusuf Mansur atau belum. Yang jelas, apartemen yang juga 11 lantai itu hanya terpakai 3 lantai, digunakan untuk sekolah SD yang dikelola oleh manajemen Darul Qur’an milik Yusuf Mansur.
Hotel Siti sepi, investor pun jadi sunyi. Nasib investasi yang telah ditanamkan ke Hotel Siti tak pernah jelas. Ada yang menggerundel, ada yang mengikhlaskannya, tak sedikit pula yang menuntut Yusuf sampai ke ranah hukum. Manajemen patungan usaha dan patusangan aset pun telah bubar, webnya tak bisa diakses. Laporan secara periodik juga tak muncul, apalagi bagi hasil yang telah dijanjikan. Hotel Siti benar-benar menjadi hotel yang sepi, menanti