Oleh : Purbo Laksito
Jakarta 01 September 2019. Pagi ini saya dan crew bertugas dalam penerbangan dari Halim Perdanakusuma, Jakarta ke Adisumarmo, Solo.
Disaat proses boarding, tiba-tiba staf kami menyampaikan kabar bahwa nanti ada penumpang VIP DKI 1, yakni Pak Anis Baswedan. Biasanya, bila ada penumpang VIP begini kami diinformasikan jauh lebih awal supaya ada spesial greeting.
Begitu Pak Anies naik tangga pesawat, saya sempatkan menyambut beliau dan inilah kali pertama saya ketemu langsung dan bersalaman dengan tokoh panutan kita semua ini. Saya sedikit membuka obrolan ringan dan minta ijin berselfi.
Kesan mendalam begitu memandang wajah Pak Anis yang begitu energik, santun, smart dan berwibawa.
Diasempat mendekap pundak saya. Dan, mak jleb serasa dipeluk oleh seorang ayah walau usia kami sepadan.
Kebetulan pesawat tidak penuh dan seat paling depan kosong. Saya pikir Pak Anies akan duduk di situ, ternyata dia telah memilih seat di row 9 yang merupakan seat kelas ekonomi. Crew kami sudah mencoba menawarkan untuk duduk di kursi nomor 1 tapi Pak Anies menolak dengan penuh santun dan senyum.
Sepuluh menit setelah pesawat lepas landas, saya hubungi pramugari untuk sekali lagi mencoba menawarkan kopi atau sarapan kepada Pak Anies. Namun kembali dia menolak dengan penuh senyum.
Cuaca salam penerbangan pagi ini begitu cerah sampai pesawat kami mendarat denga manis di Bandara Adi Sumarmo, Solo. Sesampainya di gate kami pun mempersilahkan Pak Anies untuk turun lebih dahulu. Tapi, ini juga ditolak Pak Anies, masih dengan senyuman. Malah dia lebih memilih turun dari pesawat yang terakhir sehingga sempat bercengkrama dengan penumpang juga crew kami. Pak Anies kemudian kami ajak bincang-bincang dan berfoto di ruang cockpit.
Kami sangat terkesan mendapat wejangan khusus dari Pak Anie soal pendidikan. Saya juga sampaikan, bahwa saat ini saya memang sedang mengelola sebuah sekolah. Diantara yang disampaikan Pak Anies tentang lembaga pendidikan adalah, kita harus banyak belajar dari sekolah orang lain yang sudah maju lebih dahulu, termasuk dari sekolah berbasis agama lain. “Kita ambil kebaikanya dengan tetap mempertahankan karakter ke-Islaman kita, sehingga anak didik kita memiliki karakter Islam yang kuat dan memiliki visi masa depan”, begitu kata Pak Anies. Sosok yang pernah menjadi rektor Universitas Paramadina ini juga menambahkan, jangan membuat sekolah yang hanya memuaskan keinginan orangtua.