Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Dari hari ke hari, mereka yang melaporkan karena merasa ditipu oleh Yusuf Mansur, jumlahnya semakin bertambah. Mereka ada di Surabaya, Malang, Yogyakarta, Medan, dan beberapa kota lainnya. Tetapi, ada pula yang tidak mau ribut dan ribet, memilih diam sambil berharap-harap uangnya bisa kembali. Ada juga yang di awal begitu semangat untuk memperkarakan Yusuf Mansur, dengan harapan uangnya bisa kembali, tetapi di tengah perjalanan, tidak lanjut.
Hal semacam itu yang baru-baru ini dilakukan oleh Ibu N asal Surabaya. Pada 23 Agustus lalu, misalnya, Ibu Nur, bersama tiga temannya, akan memperkarakan Yusuf Mansur. Intinya, dia meminta uangnya kembali. Ibu Nur, bersama tiga temannya, pada tahun 2013 pernah ikut patungan usaha yang dananya untuk membeli Hotel Siti dan (rencananya) apartemen yang ada di kota Tangerang, Banten. Mereka rata-rata sudah menyetor Rp 10 juta rupiah. Semua janji yang pernah diutarakan oleh Yusuf Mansur, tak kunjung dipenuhi. Mulai dari laporan periodic sampai pembagian hasil keuntungannya. Atas dasar itu, Ibu N akan menarik dananya, tetapi tidak ada akses untuk mengurusnya. Jika meminta uang kembali secara baik-baik tidak bisa, Ibu N akan memperkarakan sampai ke ranah hukum. Tetapi, belakangan, Ibu N menjadi surut untuk memperkarakan Yusuf Mansur. Alasannya? Tidak jelas. Jika awalnya bersemangat, tiga pekan kemudian niatnya surut.
Apa yang dialami oleh Ibu N, juga dialami oleh para investor lainnya. Ada rasa ragu, malu, dan segala jenis pertimbangan yang akhirnya membuat mereka mundur sebelum bertempur di ranah hukum. Tengoklah, ketika pada akhir 2009 dan awal 2010 Yusuf Mansur membuka investasi untuk bisnis batu bara. Bisnis itu hanya bertahan 3 bulan. Di bulan keempat, Januari 2010, bisnis batu bara ala Yusuf Mansur bermasalah. Baru bara tidak berlanjut, uang investor tidak kembali. Memang tidak melibatkan banyak orang, jumlahnya hanya puluhan, tapi uang yang dikumpulkan puluhan bahkan lebih dari Rp 100 milyar. Satu orang berinvestasi antara Rp 500 juta sampai Rp 5 milyar. Itu yang perorangan, yang dari yayasan-yayasan, nilainya bisa mencapai puluhan milyar rupiah.
Ketika awal bisnis batu bara runtuh, para investor marah berat. Bisa dimaklumi, dana yang mereka setor nilainya cukup besar. Tetapi, ketika perkaranya akan dibawa ke ranah hukum, para investor pada tarik nafas, dan tarik perkara. Mereka mundur, tidak mau melanjutkan ke ranah hukum, tetapi berharap uang bisa kembali. Jangankan keuntungan yang dijanjikan direalisir, modal disetor saja tidak kembali.
***
Tatkala bisnis batu bara gagal, Yusuf Mansur tidak surut untuk melanjutkan mengumpulkan investasi dari jamaah. Pada tahun 2012 Yusuf gencar keliling Indonesia untuk memasarkan patungan usaha. Nilainya antara Rp 10 juta sampai Rp 12 juta per saham. Pada paruh Juli 2013. OJK melihat patungan usaha tidak memenuhi aturan Undang-Undang Pasar Modal, khususnya Pasal 71 tentang penawaran umum. Dalam pasal tersebut disebutkan, hanya badan hukum berbentuk perseroan yang boleh melakukan pengumpulan dana masyarakat. Patungan usaha dan patungan aset, berhenti. Tetapi, Yusuf Mansur berhasil menghimpun dana umat sebesar Rp 24 milyar yang masuk ke rekening atas nama pribadinya.
Dalam investasi patungan usaha, para investor menyetor modal sebesar Rp 10 juta sampai Rp 12 juta per lembar saham. Bagi yang punya uang lebih, seseorang bisa berinvestasi lebih dari 1 lembar saham. Dalam patungan usaha ini, ada janji untuk memberikan keuntungan kepada investor. Diberikan margin 8% per tahun selama kontrak investasi yang berdurasi 10 tahun. Setelah masa kontrak 10 tahun, investor akan mendapat pengembalian sejumlah nilai yang dia setor.
Dalam perkembangannya, dari 1900 investor patungan usaha, sebanyak 400 investor mengalami hambatan komunikasi. Dari jumlah yang 400 orang itulah yang mulai mencari keadilan ke ranah hukum. Mereka patut mempertanyakan nasib investasinya karena web patungan usaha sudah tidak bisa di akses lagi, Yusuf Mansur juga tidak bisa dihubungi, akhirnya mereka memilih untuk memperkarakan ke ranah hukum.
Ada perilaku yang beda antara investasi di batu bara dengan patungan usaha. Investor di batu bara rata-rata orang yang tajir, berduit. Bahkan, satu orang ada yang setor sampai Rp 5 milyar. Sedangkan di patungan usaha, investornya adalah kalangan menengah yang relative punya kebenaranian untuk membawa kasus ke ranah hukum. Mereka yang tidak mau memperkarakan umumnya melihat Yusuf Mansur adalah seorang ustadz. Memperkarakan Yusuf Mansur, dalam pandangan sebagian orang, sama saja dengan menodai dakwah Islamiyah.
Logika tersebut terbalik. Justru Yusuf Mansur, jika benar dia telah melakukan penipuan, dialah yang telah melakukan penodaan terhadap dakwah Islamiyah. Dan karena itu mesti dituntaskan. Jika tidak bisa secara kekeluargaan, mesti dilakukan dengan pendekatan hukum. Dan itu adalah salah satu upaya penegakan nahyi munkar.