thayyibah.com :: Salijo, asal kloter 33 JKG, mengaku tidak nyaman memakai pakain ihram dari Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Apalagi, ketika sudah berada di dalam pesawat.
“Rasanya ribet, repot,” kata Salijo, Kamis (24/7).
Menurutnya, menempuh perjalanan selama hampir sembilan jam menggunakan dua helai kain berbahan handuk untuk menutupi tubuhnya, rasanya memang tak cukup menghangatkan tubuhnya saat di pesawat. Beruntung, saat masih di dalam pesawat masih diperbolehkan memakai selimut oleh pihak maskapai.
“Saya gak pakai jaket. Tapi pakai selimut saja selama penerbangan,” kata Salijo.
Sementara, Zulkifli, jamaah asal Kepulauan Riau yang tergabung dalam kloter 17 BTH, mengaku tidak begitu masalah menggunakan pakaian ihram sejak masih di asrama haji. Sejak di asrama, dia sudah melaksanakan beberapa sunah seperti mandi.
Setelah itu, di pesawat dia memakai kaos kaki dan jaket serta selimut. “Jadi tak terasa dingin,” kata Zulkifli.
Kira-kira 15 menit sebelum pesawat akan melintasi Yalamlam di Yaman, awak kabin mengumumkan agar jamaah mempersiapkan diri untuk berihram. Di antaranya, melepas seluruh pakaian seperti jaket, kaos kaki, dan peci untuk mematuhi larangan berihram.
Kemudian, jamaah pun tayamum, kemudian ihram, dan melaksanakan shalat sunah ihram di pesawat. Ini dilakukan ketika pesawat melintasi Yalamlam.
Sekitar 20 menit kemudian, pesawat mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Tak menunggu sampai 30 menit setelah keluar pesawat, Zulkifli dan seluruh awak kloternya sudah ada di bus yang akan mengantarkan mereka ke Makkah untuk melaksanakan umrah.
Penggunaan kain ihram sejak di embarkasi memang sudah mulai diberlakukan mulai tahun ini secara keseluruhan. Hal tersebut merupakan dampak dari perbaikan layanan di bandara Jeddah, Arab Saudi.
“Jamaah haji gelombang kedua diminta menggunakan kain ihram sejak di bandara embarkasi,” kata Kepala PPIH Arab Saudi Daker Bandara, Arsyad Hidayat.
Untuk niat, bisa dilakukan pesawat saat melewati Yalamlam. Di mana, posisi ini sekitar 20 menit menjelang mendarat di Bandara King Abdul Aziz, jeddah.
Soal larangan ihram, Arsyad mengatakan bahwa larangan ihram itu dikenakan setelah berniat. Artinya, jika jamaah khawatir kedinginan saat memakai pakaian ihram maka boleh menggunakan penutup kepala atau pakai jaket dengan syarat sebelum melewati miqot di Yalamlam.
“Ya, toh jaraknya dari Yalamlam ke Jeddah itu sekitar 20 menit menjelang mendarat,” kata Arsyad.
Mengenai imbauan ini, PPIH sudah memberikan menerbitkan surat edaran. Sebenarnya, peraturan ini sudah dilaksanakan sejak tahun lalu.
“Akan tetapi, tahun lalu masih ada jamaah yang memakai kain ihram di Bandara Jeddah,” kata Arsyad.
Arsyad menjelaskan soal latar belakang penggunaan kain ihram dari bandara embarkasi di Tanah Air. Menurutnya, saat ini pelayanan kedatangan di Bandara Jeddah sudah sangat cepat.
Jadi, tidak ada lagi jeda yang lama untuk menunggu. Kemudian, hal tersebut sesuai dengan pihak Kementerian Haji Arab Saudi bahwa mereka akan mengurangi waktu tunggu jamaah saat di Bandara Jeddah.
“Dan ini, kita tak bisa lari dari pada aturan tersebut. Oleh karenanya tidak ada pilihan, jamaah harus menggunakan kain ihram sejak di embarkasi,” kata Arsyad.
Sesuai hukum asalnya, lanjut Arsyad, miqat dari arah Indonesia memang di Yalamlam. Namun, kemudian ada fatwa dari ulama Saudi bahwa diperbolehkan mengambil miqat di Jeddah. Karena pelayanan di bandara Jeddah sudah semakin membaik, maka miqat sekarang bisa dilakukan di atas pesawat saat melewati Yalamlam.
Oleh: Muhammad Hafil, Jurnalis Repubika di Makkah