Breaking News
Sandiaga S. Un0 (Foto : Hipwee)

Memilih Mitra Kerja

Belajar pada Sandiaga Salahuddin Uno

Oleh : Hasan Rio Sumantri

Sandiaga S. Un0 (Foto : Hipwee)

Tulisan ini terinspirasi seorang penggiat facebook yang belakangan saya tahu bergelar professor, dia Prof. Wim Poli. Judul di atas tidak saya ubah karena pas dan aktual dibahas. Sebagai sebuah catatan bagi ratusan juta orang Indonesia yang akan memilih “mitra kerja” ke depan.

Karena Prof. Wim Poli mengajak kita merenung pengalaman dan gaya kita maka saya merenung dalam keterbatasan saya seorang warga negara yang akan memilih para pemimpin negeri di kotak kardus yang telah disediakan KPU.

Merenung bahwa kelemahan kita selama ini ada pada “memilih mitra kerja” begitu terasa. Sehebat apapun Anda jika mitra kerja tak sejalan dapat dipastikan hasil berantakan. Jika Wim Poli memakai Alfred P Sloan Jr sebagai pisau analisis maka ijinkan saya memakai Sandiaga S Uno sebagai pisau analisis.

Alfred kita tahu banyak dibahas di kelas kelas manajemen adalah sosok Pimpinan puncak General Motors (GM). Sandiaga S Uno adalah pimpinan puncak Saratoga Investment yang menapak kariernya dari hanya tiga orang mitra kerja menjadi 30.000 karyawan perlu adil juga dikupas di kelas-kelas ruang seminar dan bangku kuliah.

Sandi tipikal yang tepat memilih team kerja ada intuisi kuat padanya. Ia pekerja ulet dan pemikir. Ia tidak bergaris tangan dari keturunan untuk menjadi besar. Beda dengan siapa pun konglomerat yang ada di republik ini.

Orangtua Sandi lebih kepada urat pekerja dan pemikir. Ia (Sandi) berhasil membangun kerajaan bisnisnya lebih genuine ketimbang Erick Tohir yang besar karena bayang bayang orangtuanya, pun Edward Soeryadjaya sekalipun diakui Sandi sebagai mentornya masih dalam bayang-bayang nama besar bapaknya.

Sandi ini unik sekaligus fenomenal. Selain kehidupan pribadinya, terutama kadar cintanya yang kuat pada Nur Asia, pacaran sejak SMP. Ia bukan terlahir dan besar di dunia bisnis tanpa bayang-bayang orangtua. Ia menjadi besar karena seperti tesis Prof. Wim Poli, tepat memilih mitra kerja. Sangat wajar penghargaan George Washington University memberinya gelar Professor.

Jika Edwin mentor bisnisnya Sandi. Maka Sandi mengakui mentor politiknya adalah Prabowo Subianto. Di sinilah kerikil kerikil tajam bak judul film akan dilalui Prof. Sandiaga S Uno dalam dunia politik. Kita sepakat bahwa politik dan bisnis berjodoh. Ibarat kopi dan gula. Namun ada premis-premis bisnis tidak sejalan politik.

Premis-premis bisnis mengutip maha guru manajemen Peter F Drucker, Do the right thing (berpikir efektivitas) dengan do the thing right (berpikir efisiensi) tidak pernah dijalankan dalam politik Indonesia. Menjinakkan logika kerja partai politik dan birokrasi perlu kemampuan luar biasa.

Hasil akhirnya kebocoran anggaran. Hasilnya kita saling sikut dan fitnah. Karena kesalahan memilih mitra kerja (baca wakil rakyat-pen). Mampukah Prabowo sang mentor politik memberi arahan ke Sandiaga penerusnya kelak? Jawabnya kita tunggu 17 April 2019. Semoga. Stance saya tetap memilih kertas putih HVS yang masih bersih menuliskan lembaran hidup ketimbang kertas lecek dan tidak bersih. Karena hidup diisi semangat dan harapan baru.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur