Hotel Siti di Tangerang. Bisa jadi banyak diantara kita akrab dan kenal dengan nama. Itu karena hotel itu paling sering dipublikasi oleh pemiliknya, Yusuf Mansur yang memang “rajin” tampil di media sosial. Hotel Siti menjadi terkenal bukan karena performa hotel yang membuat orang tertarik membicarakannya melainkan karena pemberitaan yang melingkupinya.
Hote Siti mulai menarik perhatian orang, terutama sesaat sebelum beroperasi, tahun 2012. Yusuf Mansur saat itu rajin perkenalkan hotel ini lewat program Patungan Usaha. Dari kota-kota Yusuf Mansur berkeliling menawarkan investasi untuk hotel ini. Waktu itu, oleh pemilik lama, gedung yang sekarang menjadi hotel itu diuntukkan bagi rumah susun (rusun). Gagal menjadikan rusun, gedung tersebut mau dijadikan apartemen. Gagal lagi sebagai apartemen, sehingga Yusuf Mansur masuk dan mengambil alih kedua gedung ini.
Ribuan orang berhasil direkrut Yusuf Mansur untuk berpatungan mengambil alih dua gedung yang kemudian dijadikan hotel ini. Nama hotel ini belakangan ramai setelah beberapa peserta Patungan Usaha membawa masalah investasinya ini ke polisi.
Setelah beroperasi tahun 2013, penulis beberapa kali pernah datangi hote ini. Terakhir, karena ada sebuah keperluan keluarga di Tangerang, penulis memutuskan menginap di sini Ahad (3/2). Sengaja penulis mengambil kamar type Superior King Room agar dapat menikmati fasilitas hotel secara maksimal. Setidaknya seperti apa yang pernah dijanjikan Yusuf Mansur tentang hotel ini. Apalagi terpublis dengan jelas, hotek ini berada dalam naungan menejemen Horison, salah satu perusahaan jaringan hotel terkenal dan teratas di negeri ini.
Gambaran sebagai hotel bersyariah sekaligus kenyamanan dan kenikmatan ala Horison sudah ada dalam benak sebelum penulis lakukan registrasi melalui aplikasi tekenal. Sayang, harapan itu mulai sirna sesaat setelah menapak teras hotel. Ramai orang duduk di teras, di atas bangku dan meja sederhana. Asap rokok penuh mengepul, tawa riuh bergema. Anak sekolah usia SD lalu lalang diantara padat mobil parkir pada lahan yang memang sempit.
Petugas dan pelayanan di front office hotel serta welcome drink yang tersedia mulai memberikan kesan, bahwa hotel ini mulai terlepas dari menejemen Horison. Apalagi telihat huruf ‘N’ pada kata ‘Horison’ yang tertempel pada kaca dinding front office seperti sengaja dihapus.
Kesan sebagai hotel bersyariah juga terkesan sirna. Calon pengguna jasa kamar hotel atau tamu tidak diberlakukan identifikasi yang ketat. Membawa pasangan lawan jenis tidak menjadi masalah di hotel ini, layaknya hotel-hotel biasa yang tak ada embel-embel syariah-nya. Janji Yusuf Mansur ada pengingat waktu sholat, ada lantunan Alqur’an pada setiap kamar juga tak ada. Pemberitahuan dan layan sahur puasa sunnah tak ada samasekali, apalagi ajakan sholat berjamaah. Miniatur Ka’bah yang dijanjikan Yusuf Mansur sebagai latihan manasik haji/umroh terlihat tidak terurus dan terbengkelai.
Karyawan Hote Siti, WHY yang bekerja sejak awal hotel ini beroperasi, bertutur kepada kepada penulis, bawah awal berdiri hotel ini memang mengaplikasikan sistim syariah. Namun, karena peminat yang sepi, maka hotel membatalkan sistim tersebut. Hotel menghapus segala ketentuan syariah, sehingga pengunjung hotel menjadi ramai. “Tapi sekarang mulai ada tanda-tanda diberlakukan kembali, pengunjung mulai terlihat sepi lagi,” demikian karyawan bagian keamanan ini mengaku.
Melangkah keluar lift di lantai delapan makin terlihat jelas Horison melepas tangan dari standart kualitas hotel berbintang. Karpet lantai yang lusuh, kotor dan pengap sangat jelas terlihat. Keadaan ini makin terasa setalah berada dalam kamar. Properti dan lay out ruangan terasa bukan hotel berbintang, sangat jauh dari kualitas Horison.
Tak berhenti di situ, sajian sarapan juga terkesan apa adanya. Di meja prasmanan hanya tersaji nasi putih, teh, kopi, nasi goreng, mie goreng, bubur ayam, roti dan irisan buah tanpa aneka lauk, tanpa permintaan menu khusus juga tanpa pelayan. Semua ini jelas berada di luar kualitas Horison.
Porsi menu sarapan yang sedikit menggambarkan sedikitnya tingkat hunian hotel ini. Padahal hari itu adalah week end dan jelang libur Imlek. Anggapan ini diperjalas dengan sepinya lalulintas tamu dan aktifitas hotel.
Selepas check out dari Hotel Siti, Senin (4/2) penulis mendatangi Metropolitan Golden Management (MGM), perusahaan induk yang menaungi menejemen hotel bermerek Horison dan hotel-hotel rekanannya. Di kantornya yang terletak di Jalan Raya RS. Fatmawati, Jakarta Selatan ini penulis bertemu dengan Vice President Business Development MGM Bayu W. Nugroho. Kepada penulis, Bayu mengakui, bahwa Hotel Siti masih berada dalam naungan menejemen Horison. Hanya saja komunikasi antara MGM dan Hotel Siti terputus belakangan ini.
Bayu dan beberapa top menejemen MGM terlihat kaget dan menyesalkan keluhan yang penulis sampaikan tentang Hotel Siti. Termasuk juga dengan foto-foto yang penulis perlihatkan. “Memang, yang Anda perlihatkan ini bukan standart Horison,” demikian Bayu mengakui. “Kami akan follow up ke GM unit Siti Hotel,” demikian Bayu.
Hotel Siti yang terletak di Jalan M. Toha, Pasar Baru, Tangerang ini memiliki dua gedung berlantai 11. Lokasi ini bukanlah kawasan bisnis Kota Tangerang. Macet adalah pemandangan biasa pada jalan depan hotel. Akses dari dan pergi ke bandara Soekarno Hatta cukup sulit, tak bisa ditempuh dalam hitungan menit. Sama sulitnya dengan akses ke pusat-pusat bisnis Tangerang dan Jakarta.
Janji Yusuf Mansur menjadikan kedua gedung ini sebagai hotel dan apartemen khusus jamaah haji dan umroh ini sepenunya tidak terealisasi. Hotel hanya menempati satu gedung, sedangkan gedung lainnya digunakan untuk SD Darul Qur’an dan asrama murid. Itupun hanya enam lantai yang digunakan, lima lantai dibiarkan kosong. Sekolah ini baru berjalan tiga tahun. Jelas, para investor tidak mengetahui perubahan fungsi gedung ini.
Pengelolaan hotel yang dinyatakan Yusuf Mansur dikelola oleh Koperasi Indonesia Berjamaah nyatanya dalam naungan PT. Inex Arsindo yang beralamat sama dengan hotel. Dari karyawan hotel di front office, penulis dapatkan informasi bahwa direktur dari Inex Arsindo adalah Ahmad Jameel yang tak lain adalah Ketua 1 Pendidikan dan Dakwah Darul Qur’an.