Godaan Materi Membuat Achfas Achsien
Merubah Harta Warisan Jadi Asset Pribadi
Setelah masa libur akhir tahun berakhir, persidangan perselisihan hasil penjualan harta warisan antara Direktur Paytren Asset Managemen Achfas Achsien dengan ketiga adik kandungnya kemarin kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (9/1) kemarin.
Dalam persidangan kali ini, para penggugat Enni Aryanie Achsien, Yati Achyati Achsien dan Arwani Achsien memberikan replik atas jawaban Achfas Achsien terhadap gugatan mereka.
Sebagaimana terungkap dalam persidangan sebelumnya (http://thayyibah.com/2018/12/21/20174/perselisihan-penjualan-harta-warisan/) Achfas Achsien mencoba meyakinkan majelis hakim, bahwa hasil penjualan sebidang di Jalan BKR Nomor 2, Cijagra, Bandung yang menjadi perselisihannya dengan adik-adiknya itu adalah hak mutlak miliknya. Alasannya tanah tersebut sudah menjadi milik pribadinya, bukan lagi sebagai harta warisan.
Dalam jawabannya itu Achfas juga menjelaskan, bahwa tanah itu dan bangunan di atasnya telah dijual oleh ibu mereka Hj. Masripah pada tahun 2003 kepada seorang bernama Tresna Wardana. Achfas kemudian membeli kembali dari Tresna yang kemudian dijualnya lagi kepada seorang bernama Rudi dalam tahun 2016. Jadi, Achfas mengaku dia bukan menjual harta warisan melainkan asset pribadinya.
Enni Aryanie Achsien, Yati Achyatie Achsien dan Arwani Achsien dalam repliknya yang dibawakan oleh kuasa hukum mereka Iskandar Siregar, SH, membantah pengakuan Achfas di atas. Menurut mereka, lahan dan bangunan yang dijual itu adalah masih sebagai harta warisan dan semua ahli waris memiliki hak yang proporsional dari hasil penjualan harta tersebut.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan. Diantaranya, dalam proses penjualan semua ahli waris ikut dalam musyawarah. Malah Enni yang menemukan pembelinya, yakni Rudi. Begitupun soal harga, Achfas selalu bertanya dan meminta persetujuan dari semua ahli waris.
Setelah terjual, Achfas meminta pertimbangan semua ahli waris, apakah uang hasil penjulan itu dibagi secara hukum Islam atau hukum negara. “Jika secara hukum negara, maka porsi pembagiannya sama rata,” demikian ucapan Achfas saat itu yang disebut dalam replik.
Akan tetapi, karena Achfas beralasan dia akan merawat ibu kandung mereka, maka pembagian secara Faraid yang akan dipilih. Untuk itu Achfas mendatangi ustad terkenal di Bandung, yakni KH. Atian Ali untuk berkonsultasi bagaimana pembagian uang hasil penjualan menurut Hukum Islam (Faraidh). Meskipun pada akhirnya Achfas tidak mengurus ibu kandungnya. Achfas kemudian membuat dan merumuskan sendiri pembagian uang hasil penjualan harta tersebut yang kemudian mengirimnya lewat pesan WhatsApp Group ahli waris.
Jika pengakuan Achfas, yang tak lain adalah pemimpin pada perusahaan milik Yusuf Mansur ini, bahwa lahan dan bangunan yang dijualnya merupakan asset milik pribadinya, maka tentu saja semua langkah di atas tak perlu ditempuhnya. “Patut diduga, hanya karena godaan materilah yang mengubah sikap bathin dan pendirian Tergugat (Achfas) sehingga berupaya membelokkan eksistensi tanah dan bangunan rumah di Jl. BKR No. 2 Kota Bandung menjadi seolah-olah sebagai harta pribadinya,” demikian bunyi replik adik-adik kandung Achfas.