Malaikat menyukai aroma (wawangian) sedangkan setan sebaliknya. Wewangian adalah salah satu yang paling disukai Rasulullah. Itu pula sebabnya, Rasulullah mensunnhkan kita untuk selalu akrab dengan wewangian, apalagi hendak ke masjid atau kumpulan orang banyak.
Karena itu sejak dahulu, wewangian selalu melekat pada para penyebar Islam. Sehingga wewangian menjadi komunitas perdagangan para musafir, para pedagang. Pada majelis-majelis ilmu dan majelis doa, wewangian menjadi aroma semberbak. Dan, kemenyan adalah materi yang paling suka dipakai. Itu karena kemenyan lebih mudah didapat, murah dan gampamg digunakan. Di Nusantara ini, semerbak kemenyan sudah mentradisi dalam majelis tahlil, maulid dan lain-lain. Itu sudah berlangsung sejak era para wali dan kesultanan Islam dahulu.
Sayang, tradisi membakar kemenyan hari ini sudah tak terlihat lagi. Itu, karena kemenyan lebih diidentikkan dengan suasana yang mistis, menyeramkan. Tapi itu tidak terjadi pada masyarakat Muslim di Pulau Rote. Sampai hari ini, kemenyan masih “sajian wajib” dalam mejelis tahlil.
Kemenyan bagi Muslim di Rote disebut dengan Kaminyang. Pada komintas Muslim di Pulau Rote seperti di Papela, Oenggae, Metina, Oelaba, Batutua dan Oeseli, Kaminyang canadian healthcare yeast infection pills over the counter. . mudah dibeli pada toko kelontong dan murah harganya. Wadah untuk membakar Kaminyang atau dupa mayarakat di sini menyebutnya dengan Kadupa.
Pada saat tahlil, di bawah kadupa ada lipatan kertas. Lipatan kertas itu disebut Kaminyang Keras. Isi kaminyang keras itu adalah uang. Itu adalah hak pemimpin tahlil yang berasal dari si empunya hajat. Tanpa disilahkan, pemimpin tahlil langsung mengambilnya, mekasukkan di kantong. Besar kecil isi Kaminyang Keras tergatung keikhlasan si empunya hajat.