thayyibah.com :: Komisi Pemilihan Umum mengembalikan 199 berkas bakal calon legislatif (bacaleg) yang terdeteksi sebagai mantan narapidana korupsi. Berkas itu telah dikembalikan ke partai politik yang bersangkutan untuk dilakukan penggantian. Bacaleg tersebut ditemukan dalam pendaftaran DPR provinsi, DPRD Kabupaten dan Kota untuk pemilu legislatif 2019.
Masih banyaknya mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif (caleg) pertanda buruk bagi demokrasi Indonesia. Politisi dan parpol dinilai belum sepakat menyatakan korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan luar biasa.
Sekjen DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Palembang, Wisginanjarsih menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 sudah tepat untuk mencegah eks koruptor berpartisipasi sebagai caleg pada Pileg 17 April 2019.
“PKPU itu sudah sangat tepat. Masyarakat harus sadar, Pileg adalah filter ada di tangan masyarakat yang mempunyai hak memilih,” ungkap Wisginanjarsih, Selasa (31/7).
Dalam pandangannya, eks koruptor yang nekat jadi caleg tergolong ambisius terhadap kekuasaan. Ini menunjukkan korupsi belum dianggap sebagai tindak kejahatan luar biasa.
“Politikus kita belum mempunyai pandangan bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Apakah Indonesia kekurangan manusia baik yang tidak pernah melakukan korupsi dan bisa dicalonkan sebagai wakil rakyat?” ujarnya.
Dikatakannya, efek domino dari merebaknya korupsi sangat mempengaruhi seluruh lini kehidupan masyarakat. Salah satu alternatif yang mencegahnya adalah dari perilaku legislator.
“Anggota dewan dan pemimpin yang korupsi karena keserakahan, ambisius, dan hukum yang lemah. Legislator harus benar-benar mengambil kebijakan bukan dari pesanan pemodal, tapi kepentingan rakyat,” kata dia.
Oleh karena itu, pelarangan eks koruptor menjadi caleg adalah paling tepat sebagai bentuk pencegahan. Selaku pelaku demokrasi, masyarakat juga harus aktif menyaring wakil rakyat berintegritas.
“Kita tolak calon wakil rakyat yang terindikasi korupsi, jangan biarkan legislatif tercela terpilih lagi,” ucapnya.
Untuk diketahui, seluruh partai politik peserta pemilu 2019 telah mendaftarkan para caleg yang akan maju memperebutkan posisi legislator baik di tingkat DPRD maupun DPRD. Berdasarkan rekapitulasi data temuan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hampir seluruh parpol memiliki caleg bekas terpidana korupsi.
Berada di urutan pertama adalah Partai Gerindra dengan 27 caleg mantan terpidana korupsi, urutan kedua ditempati Partai Golkar dengan 25 caleg mantan terpidana korupsi, di urutan ketiga Partai NasDem dengan 17 caleg mantan terpidana korupsi, lalu keempat Partai Berkarya dengan 16 caleg mantan terpidana korupsi.
Kemudian, di urutan kelima ada Hanura dengan 15 caleg mantan terpidana korupsi, keenam PDIP dengan 13 caleg mantan terpidana korupsi, ketujuh Partai Demokrat dengan 12 caleg mantan terpidana korupsi, kedelapan Perindo dengan 12 caleg mantan terpidana korupsi, kesembilan PAN dengan 12 caleg mantan terpidana korupsi.
Posisi kesepuluh ditempati PBB dengan 11 caleg mantan terpidana korupsi, kesebelas PKB dengan 8 caleg mantan terpidana korupsi, duabelas PPP dengan 7 caleg mantan terpidana korupsi, tiga belas PKPI dengan 7 caleg mantan terpidana korupsi, empat belas Partai Garuda dengan 6 caleg mantan terpidana korupsi, lalu lima belas PKS dengan 5 caleg mantan terpidana korupsi. Hanya PSI yang tak memiliki caleg mantan terpidana korupsi.
Sementara partai lokal di Aceh hanya satu yang memiliki caleg mantan terpidana korupsi yakni Partai Sira 1 caleg. Sisanya, Partai Aceh, Partai Daerah Aceh, dan Partai Nanggroe Aceh tak memiliki caleg mantan terpidana korupsi.
Sementara lima orang caleg mantan terpidana korupsi tak dijelaskan asal partainya. Total jumlah caleg mantan terpidana korupsi yang didaftarkan parpol-parpol tersebut adalah 199 orang.
sumber: merdeka.com