Breaking News
Rayuan bersedekah Yusuf Mansur dengan iming-iming keanggotaan Paytren.

Masih Tentang Sedekah Nasional Yusuf Mansur

Rayuan bersedekah Yusuf Mansur dengan iming-iming keanggotaan Paytren.

 

Tiga tahun lalu, tepatnya tanggal 24 April 2015 Yusuf Mansur memasang iklan, advertorial dan artikel pada beberapa halaman harian Republika. ‘Gerakan Sedekah Nasional’ ‘Langkah Bersama untuk Indonesia’ begitu judul dan thema yang dipasang Yusuf Mansur di koran itu. Tanggal 27 April adalah hari yang dimaksud Yusuf Mansur itu.

Bombastis memang, dilihat dari judul dan thema yang dipilih. Untuk upaya-upaya pengumpulan uang masyarakat Yusuf Mansur terbilang jago dalam membuat slogan. Lihat saja banner dan logo yang dibuat untuk setiap bisnisnya, bombastis.

Dalam iklan di Republika itu, Yusuf Mansur mendapat sokongan dari Ayam Bakar Mas Mono dan rumah makan Waroeng Group. Selain kedua perusahaan itu, iklan Yusuf Mansur juga mendapat dukungan lebih dari seratus (logo) perusahaan dan lembaga. Iklan ini jelas memerlukan biaya yang besar.

Seperti yang diakui Yusuf Mansur sendiri, bahwa pencanangan 27 April sebagai Hari Sedekah Nasional ini hanyalah inisiatif dia dan beberapa temannya, bukan berasal dari pemerintah. Inisiatif ini lahir dari pengalaman pemilik Waroeng Group (Waroeng Steak & Shake dan lain-lain) yang mensedekahkan semua omset rumah makan itu pada tanggal 27 April dan sudah berlangsung beberapa tahun. Dalam pengamatan penulis, skema sedekah ini adalah ‘jeruk makan jeruk’. Pasalnya, Waroeng Steak & Shake adalah jaringan rumah makan yang dipunyai Yusuf Mansur, meski merek dagang tersebut dimiliki oleh Jody Brotosuseno.

Memang, dalam kampanye Sedekah Nasional ini Yusuf Mansur menyebutkan, “Sedekah berapa saja, sedekah kapan saja, sedekah kemana saja’. Akan tetapi penyertaan Rekening Sedekah pada bagian yang tak terpisahkan dengan iklan itu, bisa saja diartikan sebagai upaya menggiring masyarakat supaya bersedekah ke Yusuf Mansur.

Yusuf Mansur –yang sudah diberi label ‘ustad’ oleh masyarakat, bahkan sudah ada yang berani memberinya predikat ‘kiyai’ — memang pandai membuat tema-tema bombastis dalam setiap gerakan dan aktivitas sosialnya. Untuk gerakan Sedekah Nasional ini, Yusuf Mansur memberi titel ‘Langkah Bersama untuk Indonesia’. Semboyan ini mengingatkan kita pada program dan gerakan Yusuf Mansur yang pernah digulirkannya tahun 2012, yakni ‘Membeli Kembali Indonesia’. Program ini sesungguhnya adalah sebuah bisnis investasi yang juga berawal dari sedekah masyarakat yang dikumpulkan Yusuf Mansur. Kurang dari setahun sejak dikampanyekan ‘Membeli Kembali Indonesia’, pada pertengahan 2013, Yusuf Mansur bisa kumpulkan uang Rp. 24 Milyar dari dua ribu orang.

Belakangan, masyarakat peserta investasi itu meminta kembali uang mereka. Pasalnya, pertanggungjawaban investasi itu yang pernah disampaikan Yusuf Mansur. Sebagian sukses mendapatkan kembali uang mereka setelah dilaporkan ke polisi, sebagian masih dalam proses di kepolisian, sebagian masih melihat dan menunggu dan sebagian memilih uang mereka hilang daripada sibuk berurusan dengan pihak penegak hukum. Yusuf Mansur sendiri, di hadapan wartawan yang diundangnya, berjanji akan melakukan perjalanan ke delapan koa besar dalam bulan Oktober 2017 lalu untuk mengembalikan uang masyarakat peserta investasi. Rencana ini dilakukan Yusuf Mansur karena masyarakat mulai ramai melaporkannya ke polisi. Sayangnya, sampai hari ini berita perjalanan ke delapan kota itu tak pernah muncul. Yusuf Mansur telah berbohong.

Kini, tiga tahun kemudian, Yusuf Mansur kembali mempopulerkan Sedekah Nasional. Lagi-lahgi dengan logo dan thema yang bombastis, “Saya Ikut, Saya Dukung Sedekah Nasonal”. Hanya saja, kali ini upaya pengumpulan uang masyarakat itu diiming-imingi dengan pendaftaran anggota Paytren. “Bagi yang daftar Paytren pada tnggal 27 april 100% uang pendaftarannya akan di sedekahkan plus gabung Paytren”, begitu deretan kalimat iklan Paytren untuk menjaring uang masyarakat.

Yusuf Mansur kembali merayu masyarakat dengan Sedekah Nasional ini setelah dia gagal menjaring uang masyarakat untuk membeli saham BRI Syariah dan BMI, setelah dia lontarkan mimpi membeli Gelora Bung Karno dicibiri orang.

Uang pendaftaran Paytren yang dianggap sedekah ini, sesungguhnya Yusuf Mansur sedang menghindar dari pertanggungjawaban bisnis dan hukum terhadap anggota baru Paytren. Jika dikemudian hari usaha Paytren mengecewakan, mereka tak bisa menuntut cash back atau upaya hukum lainnya. Kenapa, karena uang mereka sudah dianggap sedekah. Kasus Selesai.

About Darso Arief

Lahir di Papela, Pulau Rote, NTT. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi. Karir jurnalistiknya dimulai dari Pos Kota Group dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.