7- Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya mengusap khuf. Hadits yang membicarakan hal ini adalah hadits yang mutawatir. Mengusap khuf ini jadi pegangan Ahlus Sunnah sampai-sampai para ulama mencantumkan hal ini dalam kitab akidah mereka. Karena ternyata Rafidhah (baca: Syi’ah) menyelisihi hal ini. Mereka tidak menetapkan adanya mengusap khuf dan bahkan mengingkarinya. Tapi sungguh mengherankan, padahal yang meriwayatkan masalah mengusap khuf adalah sahabat ‘Ali bin Abi Tholib yang mereka agungkan. Mengusap khuf inilah yang menjadi syi’ar Ahlus Sunnah. Imam Ahmad berkata, “Hatiku tidak ada ragu sama sekali mengenai perintah mengusap khuf.”
8- Jangka waktu mengusap khuf bagi musafir adalah tiga hari tiga malam (3 x 24 jam), sedangkan orang mukim adalah sehari semalam (1 x 24 jam).
9- Hadats besar atau junub membatalkan mengusap khuf. Sedangkan hadats kecil seperti buang air besar, buang air kecil dan tidur tidak membatalkan mengusap khuf.
—
Saya berkata lagi, “Apakah engkau pernah mendengar beliau menyebutkan tentang masalah hawa nafsu (cinta)?” Dia menjawab, “Iya pernah. Suatu ketika kami bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan. Di kala kami berada di sisi beliau, tiba-tiba ada seorang Arab Badui (pegunungan) memanggil beliau dengan suara keras sekali. Ia berkata, “Hai Muhammad!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab dengan suara yang sama kerasnya, “Mari ke mari.” Saya pun berkata kepada Arab Badui tersebut, “Celaka engkau ini, perlahankanlah suaramu. Sebab engkau ini benar-benar berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan aku dilarang seperti itu.” Namun Arab Badui itu berkata, “Demi Allah, aku tidak akan memelankan suaraku.” Kemudian ia berkata kepada beliau, “Ada seseorang mencintai suatu golongan, tetapi ia tidak dapat bertemu (menyamai) mereka.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Seseorang itu bersama orang yang dicintainya pada hari kiamat.”
Faedah dari penggalan hadits di atas:
10- Orang yang jauh dari ilmu biasa jauh dari adab atau akhlak yang baik seperti yang terdapa pada Arab Badui yang memanggil Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dengan suara keras.
11- Seseorang harus pintar meladeni orang yang jahil (bodoh) dengan cara yang baik.
12- Jika seseorang mencintai suatu kaum dan amalnya tidak bisa menggapai amal mereka, masih bisa ia bersama mereka karena setiap orang akan bersama dengan siapa yang ia cintai pada hari kiamat kelak. Semoga kita dapat bersama dengan Rasul, bersama dengan para khulafaur rosyidin, bersama dengan para sahabat karena kecintaan kita pada mereka dan mau mengikuti jalan mereka.
13- Keutamaan berkumpul dan berteman dengan orang baik dan sholih. Setiap orang akan tergantung pada teman baiknya. Karena disebutkan dalam pepatah Arab,
“Sahabat itu akan mudah mempengaruhi temannya.”
14- Setiap orang wajib membenci orang kafir agar ia tidak dikumpulkan bersama dengan mereka di hari kiamat kelak.
—
Tidak henti-hentinya beliau memberitahukan apa saja kepada kami. Sehingga akhirnya menyebutkan bahwa di arah barat itu ada sebuah pintu yang perjalanan luasnya jika ditempuh seseorang dengan berkendara, memakan waktu empat puluh atau tujuh puluh tahun perjalanan.”
Sufyan, salah seorang perawi hadits ini mengatakan, “Dari arah Syam, pintu itu dijadikan oleh Allah sejak hari Dia menciptakan seluruh langit dan bumi. Akan senantiasa terbuka untuk taubat, tidak pernah ditutup sampai matahari terbit dari sana.” (HR. Tirmidzi no. 3535. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Faedah dari penggalan terakhir dari hadits di atas:
15- Taubat itu berakhir sebelum matahari terbit dari arah tenggelamnya.
16- Wajib menyegerakan taubat sebelum datang waktu yang tiada manfaat penyesalan.
Semoga faedah-faedah dari hadits di atas bermanfaat. Moga Allah mengumpulkan kita bersama Nabi, para sahabat, dan orang-orang sholih pada hari kiamat kelak.
Referensi:
– Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhish Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilaliy, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H, 1: 49-52.
– Syarh Riyadhish Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan tahun 1426 H, 1: 108-115.
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel: https://rumaysho.com/3397-bersama-orang-yang-dicintai-pada-hari-kiamat.html
Sumber: http://news.berdakwah.net/2018/04/bersama-orang-yang-dicintai-pada-hari-kiamat.html?m=1