Breaking News

Cacing untuk Obat

thayyibah.com :: Cacing, banyak orang merasa bahwa hewan melata ini tidak berguna. Padahal selain berguna sebagai untuk ikut menyuburkan tanah dan pellet ikan saja. Cacing juga banyak dimanfaatkan untuk berbagai jenis obat-obatan. Beberapa wilayah di Indonesia bahkan banyak yang mengolahnya menjadi panganan.

Tidak semua jenis cacing bisa dimanfaatkan untuk obat, menjaga kesehatan dan makanan. Jenis cacing yang paling banyak digunakan adalah cacing tanah. Cacing masuk dalam golongan hewan tidak bertulang belakang (invertebrata). Menurut penelitian, cacing tanah banyak mengandung kadar protein yang tinggi, yakni sekitar 76%. Jauh lebih tinggi dari daging mamalia (65%) dan ikan (50%).

Tidak adanya efek samping menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang mengkonsumsi cacing tanah ini. Cacing tanah dipercaya bisa mengobati berbagai infeksi saluran pencernaan seperti typus, disentri, diare dan gangguan perut lainnya. Selain itu cacing tanah juga dipercaya bisa mengobati penyakit infeksi saluran pernapasan seperti batuk, asma, influenza dan juga TBC. Termasuk juga digunakan untuk penurunan kadar kolesterol, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar gula, mengobati wasir, eksim, sakit gigi dan yang lainnya.

Lebih dari itu, cacing tanah juga dapat dimanfaatkan untuk menjaga kesehatan, terutama meningkatkan daya tahan tubuh, meningkatkan nafsu makan, bahkan menambah vitalitas seksual kaum lelaki. Tak mengherankan pula jika sekarang banyak dipasarkan kapsul herbal yang berisi ekstrak cacing tanah.

Bukan rahasia lagi jika sebagian produk kosmetik juga menggunakan cacing tanah sebagai bahan bakunya, terutama pelembab kulit dan lipstik. Bahkan di beberapa negara maju, cacing tanah diolah menjadi makanan spesial yang nikmat dan kaya nutrisi.

Di samping kaya protein (50-72%), cacing tanah juga mengandung beberapa asam amino yang sangat penting bagi unggas seperti arginin (10,7%), tryptophan (4,4%) dan tytosin (2,25%).

Ekstrak cacing

Cacing tanah tidak dapat begitu saja digunakan sebagai obat. “Sebagian besar cacing dimanfaatkan dengan cara diekstrak terlebih dahulu, barulah kemudian digunakan sebagai bahan aktif maupun campuran untuk obat,” sahut Fajar, salah seorang Auditor Halal Internal PT. Vermindo, perusahaan obat herbal yang memproduksi ekstrak cacing ini.

Ia mengaku kebanyakan ekstrak cacing ini dimanfaatkan untuk memproduksi aneka produk farmasi. Khasiatnya yang sudah terbukti menjadikan ekstrak cacing ini juga banyak di ekspor ke luar negeri.

Halal untuk dikonsumsi

Perdebatan mengkonsumsi cacing memang telah lama terjadi, dan hingga sampai saat ini pun ada beberapa kalangan ulama yang masih berbeda pendapat. Terutama pada jenis cacing yang berbahaya dan menyebabkan penyakit.

Hal ini merujuk pada beberapa ayat Al-Qur’an, salah satunya adalah “Tidakkah kamu memperhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin.” (Q.S. 31:20)

Rasulullah SAW juga telah bersabda “Apa-apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya (Al-Qur’an) adalah halal, dan apa yang diharamkan-Nya hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan/tidak dijelaskan hukumnya dimaafkan. Maka terimalah pemaafan-Nya, sebab Allah tidak pernah lupa tentang sesuatu apapun.”(H.R. Al-Hakim).

Selain itu ada pula kaidah fiqh yang menyatakan “Al-Ashlu fil-manafi’ al-ibahah.”Yang berarti pada dasarnya segala sesuatu yang bermanfaat itu adalah mubah/halal.

Merujuk dari situlah maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Fatwanya telah menetapkan bahwa cacing halal untuk dikonsumsi sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan,” sahut Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. Hasanudin M.Ag.

Dengan memahami dalil-dalil tersebut maka para ulama membenarkan adanya pendapat beberapa ulama, yaitu Imam Malik, Ibn Abi Layla dan Al-Auza’l yang menghalalkan mengkonsumsi cacing sepanjang tidak berbahaya demikian halnya juga dengan ekstrak cacing, dimana diperkenankan selama tidak mengandung bahan lain yang tidak jelas kehalalannya.

Sumber: Jurnal Halal No.80 Nopember-Desember Th. XII 2009

About A Halia