@Saptuari
Bulan Januari lalu sempat heboh di sosial media tentang surat internal sebuah bank menganjurkan diadakan pengajian rutin karena banyak karyawannya yang resign. Surat itu banyak dikomentari oleh netizen karena ada penafsiran yang seolah-olah dicari ustadz yang bisa disetel tema pengajiannya sesuai pesanan. Tabu membahas soal riba di acara pengajian bank.
“Dicari ustadz yang pro riba..” komentar salah satu netizen
Sudah 5-6 tahun ini kran informasi seperti terbuka begitu lebar dan deras. Semenjak Blackberry yang sering hang-lepas baterei-banting itu musnah, diganti oleh gadged android berlayar lebar dan canggih ketika disentuh.
Facebook meledak..
Youtube meletus..
Instagram menggelegar…
Jutaan orang punya mainan baru di genggaman. Siang malam dipelototi.. ke WC dibawa, mau tidur jadi mainan di kasur.
Para ustadz dan ulama punya media baru untuk berdakwah tanpa harus dibedaki di layar tivi. Bebas membahas apa saja tanpa disetir produser acara religi.
Termasuk tentang kajian fiqih muamalah. Ribuan video tentang riba tersedia di semua sosial media. Puluhan ustadz ahli fiqih muamalah membahasnya. Dari penjelasan detail apa itu riba, bagaimana hukum praktek perbankan, leasing, asuransi, MLM, sampai masalah-masalah kontemporer produk terbaru yang belum ada di masa 10 tahun lalu.
Siapapun bisa melihatnya dan belajar dari sosial media, tentu kajian riba salah satu yang bisa ditonton dengan mudah oleh mereka yang masih bekerja di tempat yang berdekatan dengan akad-akad riba, dan membuat gelisah hatinya.
Komunitas XBank ini lahir 15 Juli 2017 dari inisiatif mas El Candra, mantan bankir yang sudah belasan tahun bekerja hingga jabatan satu level di bawah direksi di sebuah perbankan nasional. Komunitas ini membesar lewat ‘gethok tular’ mulut ke mulut, dilempar di sosial media dan group WA..
“Saat ini kami punya member 6200an seluruh Indonesia, ada 32 group WA dan terus bertambah dengan syarat minimal 100 orang di satu wilayah jika mau dibuatkan group WA baru.. “ kata Nopan Nopiardi salah satu pentolan XBank yang juga mantan bankir itu.
Sabtu kemarin mereka melakukan Kopdar di Jogja, saya diundang untuk berbicara dalam talkshow sebagai nasabah yang dulu suka bergantung ke bank untuk memenuhi semua kebutuhan.. dari modal usaha hingga gaya hidup.
Sejak saya masuk ruangan jam 9 pagi, suasana begitu adem. Walaupun yang di depan saya para mantan bankir dan ada juga yang masih bankir aktif, tidak ada yang agresif menawarkan kredit.. hehe ya iyalah!
Satu jam pertama saya bercerita bagaimana 6 tahun saya berbisnis dan terjerat akad riba di berbagai bank, leasing dan asuransi. Ketika ketenangan hati tercabut, hidup hanya untuk mikir cicilan dan angsuran.. musibah demi musibah berdatangan. Halangan demi halangan bermunculan. Sampai saya diingatkan oleh seorang kawan tentang peringatan Nabi:
“Jauhi tujuh perkara yang membinasakan (membawa pada kehancuran), diantaranya… memakan RIBA” [HR Bukhari 2766 & Muslim 89]
Duuuh! Apakah saya ini pelaku riba? Kan saya yang ngutang! Saya gak makan duit riba! Saya disodori lagi sebuah hadist, Nabi melaknat semua orang yang terlibat disana: yang minjemin, yang minjem, yang nyatet, yang jadi saksi.. semua sama dalam dosa!
Klakep deh saya gak bisa jawab..
Dan pukulan paling telak ketika saya dihantam di dada pakai Quran surat Al Baqarah 278-279 yang menyatakan perintah untuk meninggalkan riba, jika tidak akan DIPERANGI Allah dan rasulnya.
Makdeg!! Nyesek!
“Aku ini ciptaanMu wahai Allah.. kok sekarang aku malah Kau perangi! Apa aku bisa menang ya Allah?”
Sesi kedua tanya jawab dan testimoni peserta, terbawa suasana semuanya karena mendengar penuturan mereka.
Mas El Candra memulai,
“Disini banyak mantan kawan-kawan AO bank, merasa berdosa ketika membujuk orang berutang tiap hari karena kejar target, lah saya ini kepala divisi yang membawahi 1000 AO (Account Officer), bayangkan berapa kali lipat-lipat dosa saya..” katanya dengan suara gemetar.
Lanjut mas Danto dari Semarang memberikan testimoni:
“Saya ini 15 tahun di bank berlabel syariah. Saya gak merasa sebagai pelaku riba, dan suka nunjuk ke mereka yang di bank konvensional lah pelaku riba. Kami ini penyelamat, dan saya bangga dengan pekerjaan ini. Sampai satu ketika saya belajar fiqih mumalah, saya tercenung dengan praktek yang saya temui di pekerjaan saya. Ketika bicara akad murabahah bank saya tidak pernah benar-benar membeli barang itu baru kami jual kembali. Tidak pernah kami membeli, bagaimana kami akan bisa menjualnya? akad ini cacat dan mengganjal di hati saya. Lalu akad mudharabah.. kenapa yang dibagi masih dari total uang yang dipinjamkan, bukan bagi hasil dari nilai keuntungan? Dan tidak ada resiko kerugian dengan adanya sita dan lelang. Lama berkecamuk dalam hati saya. Sampai ketika bertemu dengan salah satu ustadz saya berkata untuk membela diri, bahwa bank kami diawasi dengan syariah nasional. Jawaban ustadz itu membuat mati kutu..
“Nanti di akherat mas, engkau tidak bisa berlindung kepada siapun termasuk kepada dewan syariah jika pelaksanaannya menyimpang dari aturan Allah..”
Hal itu yang membuat saya memutuskan berhenti jadi bankir, semoga Allah mengampuni dosa-dosa saya..”
Dia menangis di atas panggung.. semua peserta terdiam.
Saya memanggil kawan saya mas Rinanto Suryadhimirtha yang juga hadir seorang pengacara muslim yang sudah melanglang buana sebagai pengacara dipihak bank dan leasing untuk maju ke panggsung,
“Saya ini dulu membela bank dan leasing sampai tahap eksekusi lelang. Sampai orang yang punya aset itu nangis-nangis saya gak peduli. Ketika hijrah saya menyesal luar biasa dan sekarang saya bekerja untuk berbalik membela mereka. Bagaimana mungkin sudah bayar ratusan juta, pas mau melunasi utang pokoknya masih banyak tanpa mau memberi keringanan. Sampai tahap lelang sekarang saya hadapi.. saya bahkan datangi orang-orang yang dulu hartanya saya lelang, saya minta maaf kepada mereka, dan. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa saya..”
Katanya dengan suara gemetar..
Dilain waktu ada seorang yang bertanya pada saya, “mas kalau banyak yang resign bank bisa tutup dong? Kita kalau mau transfer duit pakai wesel di kantor pos lagi?”
“Bank gak akan tutup bro, karena sistem ekonomi kapitalis dianut di negeri ini. Paling hanya keluar-masuk pegawainya yang kenceng, dan ratusan ribu lulusan sarjana tiap tahun tersedia di Indonesia..” jawab saya.
“Terus mas?”
“Kerinduan pada lembaga keuangan yang syar’i itu sekarang sedang menggebu-gebu dari masyarakat. Misal bank itu ibarat rumah.. ketika ada pipanya yang bocor, airnya mampet, plafonnya pecah, WCnya membludak dan bau, tidak langsung kita bakar rumahnya kan. Tapi diperbaiki satu-persatu hingga rumah itu layak huni dan membawa ketenangan penghuninya..”
“Mmm.. gitu ya mas, terus siapa yang bisa memperbaiki itu semua mas kalau pada resign?”
“Bola ditangan pemerintah tentunya, undang para ulama, ustadz-ustadz ahli fiqih muamalah dari berbagai perwakilan, sampai ketemu formula untuk pelaksanaan sistem bank yang bener-bener syar’i dan adil, dan menentramkan kita semua..”
“Apa mungkin ya mas?”
“Dulu tentara dan polisi wanita itu gak boleh pakai hijab lho.. setelah ada desakan dari masyarakat sekarang banyak tentara dan polisi wanita yang berhijab karena aturannya berubah. Ya kita doakan saja semoga suatu saat dapat terwujud..”
“Terus bagaimana bersikap pada bank mas?”
“Tak lebih seperti kantor pos, gunakan produk yang tidak ada ribanya seperti jasa transfer uang, menyimpan secukupnya, kalau ada rejeki lain putar di usaha lagi agar lebih bermanfaat, bukan ditimbun.. dan jangan membuka akad riba apapun bentuknya..”
Ketika sesi istirahat mau sholat dzuhur panitia meminta peserta keluar untuk difoto pakai drone. Mereka diberi bendera untuk dilambai-lambaikan..
saya merinding membacanya..
“Jangan gadaikan akheratmu untuk duniamu..”
Itulah XBank, perjalanan hijrah saudara-saudara kita yang menggetarkan hati..
Sebuah postingan di facebooknya begini:
“Karir tertinggi seorang bankir adalah.. resign!”
Jleb!