Di samping itu, Jazirah Arab secara geografis terletak di antara umat-umat yang sedang dilanda pergolakan.
Bila diperhatikan sekarang, seperti dikatakan oleh Ustadz Muhammad Mubarak, akan diketahui betapa Jazirah Arab terletak di antara dua peradaban. Pertama, peradaban Barat yang materialistis telah menyajikan suatu bentuk kemanusiaan yang tidak utuh. Kedua, peradaban spiritual penuh dengan khayalan di ujung timur, seperti umat-umat yang hidup di India, Cina, dan sekitarnya.[3]
Jika telah kita ketahui kondisi bangsa Arab di Jazirah Arab sebelum Islam dan kondisi umat-umat lain di sekitarnya, dengan mudah kita dapat menjelaskah hikmah Ilahiyah yang telah berkenan menentukan Jazirah Arabia sebagai tempat kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kerasulannya, dan mengapa bangsa Arab ditunjuk sebagai generasi perintis yang membawa cahaya dakwah kepada dunia menuju agama Islam yang memerintahkan seluruh manusia di dunia ini agar menyembah Allah semata.
Jadi, bukan seperti yang dikatakan sebagian orang yang karena memiliki agama batil dan peradaban palsu, mereka sulit diluruskan dan diharapkan karena kebanggaan mereka terhadap kerusakan yang mereka lakukan dan anggapan mereka terhadap kerusakan yang mereka lakukan dan anggapan mereka sebagai sesuatu yang benar. Sementara itu, orang-orang yang masih hidup “di masa pencarian”, mereka tidak akan mengingkari kebodohannya dan tidak akan membanggakan peradaban dan kebudayaan yang tidak dimilikinya.
Dengan demikian, mereka lebih mudah disembuhkan dan diarahkan. Kami tegaskan, bukan hanya ini yang menjadi sebab utamanya. Analisis seperti ini akan berlaku bagi orang yang kemampuannya terbatas dan orang yang tidak memiliki potensi.
Analisis seperti tersebut di atas membedakan antara yang dan yang sulit, kemudian diuatamakan yang pertama dan dihindari yang kedua karena ingin menuju jalan kemudahan dan tidak menyukai kesulitan.
Jika Allah menghendaki terbitnya dakwah Islam ini dari suatu tempat, yaitu Persia, Romawi, atau India, niscaya untuk keberhasilan dakwah ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala mempersiapkan berbagai prasarana di negeri tersebut, sebagaimana Dia mempersiapkannya di Jazirah Arabia. Allah tidak akan pernah kesulitan untuk melakukannya karena Dia Pencipta segala sesuatu, Pencipta segala saran termasuk sebab.
Akan tetapi, hikmah pilihan ini sama dengan hikmah dijadikannya Rasulullah seorang ummi, tidak bisa menulis dengan tangan kanannya, menurut istilah Allah, dan tidak pula bisa membaca agar manusia tidak ragu terhadap kenabiannya, agar mereka tidak memiliki banyak sebab keraguan terhadap kebenaran dakwahnya.
Adalah termasuk kesempurnaah hikmah Ilahiyah jika bi’ah (lingkungan) tempat diutusnya Rasulullah dijadikan juga sebagai bi’ah ummiyah (lingkungan yang ummi) bila dibandingkan dengan umat-umat yang ada di sekitarnya, yakni tidak terjangkau sama sekali oleh peradaban-peradaban tetangganya. Demikian pula pemikirannya tidak tersentuh sama sekali oleh filsafat-filsafat membingungkan yang ada di sekitarnya.
Dikhawatirkan akan timbul keraguan di dada manusia apabila mereka melihat Nabishallallhu ‘alaihi wa sallam itu seorang terpelajar dan pandai bergaul dengan kitab-kitab, sejarah umat terdahulu, dan semua peradaban negara-negara di sekitarnya. Dikhawatirkan pula akan timbul keraguan di dada manusia manakala mereka melihat munculnya dakwah Islamiyah di antara dua umat yang memliki peradaban budaya dan sejarah, seperti negara Persia, Yunani, atau Romawi. Hal ini karena orang yang ragu dan menolak mungkin akan menuduh dakwah Islam sebagai mata rantai pengalaman budaya dan pemikiran-pemikiran filosofis yang akhirnya melahirkan peradaban yang unik dan perundang-undangan yang sempurna.
Al Quran telah menjelaskan hikmah ini dengan ungkapan yang jelas. Firman Allah,
“Dialah yang mengutus kepada kau yang ummi seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, menyucikan mereka dan mereka diajarkan kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (Al Jumu’ah [62]: 2)
Allah telah menghendaki Rasul-Nya seorang yang ummi dan kaum di mana Rasul ini diutus juga kaum yang secara mayoritas ummi agar mukjizat kenabian dan syariat Islamiyah menjadi jelas di dalam pikiran, tidak ada pembauran di antara dakwah Islam dengan dakwah-dakwah manusia yang bermacam-macam. Ini, sebagian tampak jelas, merupakan rahmat yang besar bagi hamba-Nya.
Selai itu, ada pula hikmah-hikmah yang tidak tersembunyi bagi orang yang mencarinya. Hikmah-hikmah tersebut sebagai berikut.
- Sebagaimana telah diketahui, Allah menjadikan Baitul Haram sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman dan rumah yang pertama kali dibangun bagi manusia untuk beribadah dan menegakkan syiar-syiar agama. Allah juga telah menjadikan dakwah bapak para Nabi, Ibrahim ‘alaihis salam, di lembah tersebut. Semua itu merupakan kelaziman dan kesempurnaan jika lembah yang diberkahi ini juga menjadi tempat lahirnya dakwah Islam yang notabene adalah millah Ibrahim dan menjadi tempat diutus dan lahirnya pamungkas para Nabi. Bagaimana tidak, sedangkan dia termasuk keturunan Ibrahim ‘alaihis salam.
- Secara geografis, Jazirah Arabia sangat kondusif untuk mengemban tugas dakwah seperti ini karena jazirah ini terletak, seperti telah kami sebutkan, di bagian tengah umat-umat yang ada di sekitarnya. Posisi geografis ini akan menjadikan penyebaran dakwah Islam ke semua bangsa dan negara di sekitarnya berjalan dengan gampang dan lancar. Bila kita perhatikan kembali sejarah dakwah Islam pada permulaan Islam dan pada masa pemerintahan para khalifah yang terpimpin, niscaya kita akan mengakui kebenaran hal ini.
- Sudah menjadi kebijaksanaan Allah untuk menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa dakwah Islam dan media langsung untuk menerjemahkan Kalam Allah dan penyampaiannya kepada kita. Jika kita kaji karakteristik semua bahasa, lalu kita bandingkan antara yang satu dengan yang lainnya, niscaya akan kita temukan bahwa bahasa Arab banyak memilii keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Karena itu, sudah sepatutnya jika bahasa Arab dijadikan bahasa pertama bagi kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia.
Ditulis oleh:
Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi -Fikih Sirah
Catatan kaki:
[1] Al Milal wan-Nihal, Syahrastani, II/86-87.
[2] Madza Khasrul Alam bi Inhithath Al Muslimin, Abul Hasan an-Nadawi, hlm. 28.
[3] Al Ummah Al Arabiyah fi Ma’rakati Tahqiq adz-Dzat, hlm. 147.