thayyibah.com :: Salah satu konsekuensi dari tauhid adalah kita harus membenci, memusuhi, mengingkari, memisahkan diri, dan berlepas diri dari perbuatan syirik dan para pelakunya. Apabila kita tidak membenci dan memusuhi perbuatan syirik dan pelakunya atau bahkan ridha, merasa tenang-tenang saja dengannya, dan tidak mempermasalahkannya, maka ketahuilah bahwa tauhid kita belum bersih dan patut dipertanyakan serta harus diperbaiki lagi.
Allah Ta’ala berfirman menceritakan tentang kekasih-Nya, Ibrahim alaihis salam sebagai pemimpin orang-orang yang bertauhid,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآَءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
”Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada diri Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka,’Sesungguhnya kami berlepas diri kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah. Kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (QS. Al-Mumtahanah [60]: 4)
Bahkan meskipun pelaku syirik itu adalah kerabat kita, atau bapak kita sendiri, kita tetap harus berlepas diri darinya. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala ketika mengisahkan perkataan Ibrahim kepada Azar (ayahnya),
وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
”Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu seru selain Allah.” (QS. Maryam [19]: 48).
Inilah konsekuensi tauhid yang dimiliki seseorang, yaitu dia harus menjauhkan diri dari syirik dan para pelakunya. Akan tetapi, marilah kita melihat kenyataan yang ada di masyarakat kita sekarang ini. Ketika mengetahui ada hak manusia yang dilecehkan, seperti ketika ada seorang anak perempuan yang dinodai kehormatannya oleh ayah kandungnya sendiri, maka kita lihat masyarakat menjadi sangat marah dan murka kepada sang ayah tersebut.
Mereka sangat membencinya dan tidak mau bertetangga lagi dengannya. Namun ketika ada hak Allah yang dilanggar dan dilecehkan, makam wali disembah, tukang sihir diagung-agungkan dan dibuat kontes perlombaan di televisi, kotoran kerbau dijadikan rebutan untuk dimintai berkahnya, ramalan bintang merajalela, maka hati siapakah yang marah dan murka? Siapakah yang membenci dan berlepas diri dari itu semua?
Yang kita dapati justru dukungan dan sambutan mereka yang meriah terhadap pelecehan Allah itu dengan ikut menonton dan menikmatinya melalui acara-acara di televisi, membaca iklan-iklan atau liputan berita tentang kesyirikan itu di koran dan majalah, bahkan ikut serta memeriahkan acaranya. Masyarakat pun santai-santai saja dengan kejahatan syirik itu. Lantas, adakah kejahatan yang lebih besar daripada perbuatan melecehkan Allah Ta’ala?
Semoga kaum muslimin dapat merenungkan hal ini. Dan semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufik dan hidayah, sehingga kita dapat membersihkan dan menyempurnakan tauhid dalam diri kita masing-masing.
Disarikan dari buku penulis, “Saudaraku … Mengapa Engkau Enggan Mengenal Allah?” (Pustaka Al-Fajr, Yogyakarta, tahun 2010).
Sumber: berdakwah.net