thayyibah.com :: Sebagian orang mengisi waktu puasanya dengan membicarakan aib orang lain. Tanpa terasa lapar dan dahaganya pun terlupakan. Hal ini bisa diumpamakan seperti puasa namun ‘dikenyangkan’ dengan berlezat-lezat mengenyangkan diri dengan memakan bangkai saudaranya.
Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (QS. Al-Hujurat : 12)
Penggibah disamakan dengan pemakan bangkai mayat saudaranya karena :
1) Mayat ruhnya tidak hadir, sebagaimana yang dighibah juga tidak hadir tatkala dighibahi
2) Mayat tidak bisa membela diri tatkala dicincang dagingnya untuk dimakan, sebagaimana orang yang dighibah juga tidak bisa membela dirinya tatkala dia digibahi, karena ia tidak menghadiri majelis ghibah tersebut
3) Mayat tatkala dimakan jasadnya terkoyak, sebagaimana orang yang dighibah harga dirinya terkoyak dan dijatuhkan.
Bahkan sebagian ulama menyebutkan bahwa harga diri lebih mulia daripada darah dan daging.
4) Orang yang berlezat-lezat tatkala mengghibah saudaranya maka sama seperti ia sedang berlezat-lezat menikmati daging bangkai saudaranya yang ia makan dan masukan dalam mulutnya.
5) Sebagaimana mengoyak dan memakan daging saudara adalah dosa besar maka demikian juga ghibah merupakan dosa besar
6) Ghibah adalah perbuatan yang sangat menjijikan. Jika memakan bangkai hewan saja menjijikan apalagi memakan bangkai manusia?, apalagi bangkai saudara sendiri?, tentu sangat menjijikkan !
7) Memakan bangkai asalnya tidak diperbolehkan kecuali jika dalam kondisi darurat dan hanya dibolehkan dimakan seperlunya untuk menghilangkan kondisi darurat tersebut.
Maka demikian juga ghibah diperbolehkan jika dalam kondisi darurat dan seperlunya saja, tidak boleh berlebih-lebihan.
? DZIKIR OBATNYA
Saudaraku… Terlebih di bulan suci Ramadhan ini, jangan sampai yang lebih sering keluar dari lisan kita adalah nama dan aib manusia dibanding nama-nama Allah dan berdzikir padaNya.
…والذاكرين الله كثيرا والذاكرات اعد الله لهم مغفرة واجرا عظيما
“… dan laki-laki serta wanita yang banyak berdzikir kepada ALLAH, ALLAH telah menyiapkan ampunan dan pahala yang besar untuk mereka.”
(QS. Al-Ahzab: 35)
Ketika seorang hamba menikmati saat-saat berdzikir dan melafazhkan asma-Nya, niscaya ia tidak akan mau menukarnya dengan membicarakan manusia, karena seorang pencinta lebih tertarik membicarakan kekasihnya dibanding pihak lain.
Lalu bagaimana dengan seorang hamba yang jatuh cinta pada Rabb-nya?!
Ibnu ‘Aun -rahimahullah- dalam As Siyar 6/369, mengungkapkan,
“Membicarakan orang adalah sebuah penyakit dan berdzikir kepada ALLAH adalah sebuah obat”
Mari sibukkan lisan dengan berdzikir daripada membicarakan aib orang lain.
Sumber: bbg-alilmu.com, firanda.com