Breaking News

Yusuf Mansur dan Sisi Lainnya di Mata Haji Sutang

IMG20170405151000Datanglah ke tempat pesantren Yusuf Mansur berdiri di Ketapang, Cipondoh, Tangerang. Lalu bertanyalah pada orang-orang di situ, siapa yang berjasa membantu Yusuf Mansur sehingga dia menjadi seperti sekarang? Mereka pasti menyebut banyak orang yang membantu, namun ada satu nama yang lebih sering disebut dalam membantu Yusuf Mansur, yakni Haji Sutang. Haji Sutang adalah pensiunan guru dan tinggal tak jauh dari Pesantren Darul Qur’an milik Yusuf Mansur.

Haji Sutang dalam dua tahun terakhir ini tidak bisa berjalan, dia lebih banyak dibantu kursi roda untuk berpindah tempat. Diabetes yang menyerangnya membuat dua jari di kakinya terpaksa diamputasi. Meski begitu dia terlihat bugar sehingga orang tak menyangka kalau dirinya sedang sakit.

Penulis beberapa kali menemui Haji Sutang di rumahnya dalam bulan Februari hingga April 2017. Tak susah mencari rumah Haji Sutang, karena hampir semua penduduk Ketapang mengenalnya dengan baik. Rumahnya berada dalam satu pagar dengan Musolla Alfalaah yang terkenal di Ketapang.

Boleh dibilang, Haji Sutang adalah tokoh masyarakat Ketapang. Berbagai urusan masyarakat di kampung itu, baik pemerintahan maupun sosial keagamaan, Haji Sutang selalu diminta pertimbangan dan keputusannya.

Haji Sutang mengenal dengan baik orang tua Yusuf Mansur. Mereka membangun kekerabatan seperti saudara. Karena itu Haji Sutang mengenal Yusuf Mansur sejak kecil. Jadi tak heran kalau Haji Sutang hanya menyebut Yusuf Mansur dengan nama aslinya, yakni Jam’an (lengkapnya Jam’an Nurkhotib Mansur).

Haji Sutang bagi Yusuf Mansur adalah sosok “penyelamat”. Sebelum menjadi seperti sekarang, menurut Haji Sutang, Yusuf Mansur adalah orang yang memiliki banyak masalah di sekitarnya. Kadang masalah itu membuatnya harus menghindar dari orang dan memilih bersembunyi. Tempat bersembunyi paling nyaman bagi Yusuf Mansur adalah rumah Haji Sutang. Yusuf Mansur bisa bersembunyi berhari-hari di situ sampai keadaan benar-benar aman baginya.

Perjalanan hidup akhirnya membuat Yusuf Mansur menjadi orang yang kaya setelah dua kali masuk penjara akibat perbuatan pidana. Sampailah Yusuf Mansur ingin membangun pesantren di kampungnya, Ketapang. Yusuf Mansur membutuhkan lahan yang cukup luas untuk lokasi pesantrennya. Atas bantuan berbagai pihak, Yusuf Mansur akhirnya bisa dapatkan lahan yang diinginkannya itu. Dengan bantuan dan uluran tangan beberapa orang, Yusuf Mansur akhinya bisa mendirikan pesantrennya.

Akan tetapi, awal pendirian pesantren itu sesungguhnya ditentang masyarakat Ketapang sendiri. Masyarakat tak pernah diajak bicara, begitu pula dengan aparat pemerintahan di Ketapang. Tiba-tiba truk dan alat-alat berat masuk-keluar kampung membawa material bahan bangunan sehingga masyarakat terganggu dan terusik.

Melihat keadaan yang tidak bersahabat, Haji Sutang diminta Yusuf Mansur untuk “mengamankan” proses pembangunan. Hampir setiap hari Haji Sutang datang dan seolah-olah mengawasi jalannya pembangunan. Akibat setiap hari berada di lokasi pembangunan, masyarakat mengira pesantren yang sedang dibangun itu milik Haji Sutang. Sejak saat itu, pembangunan pesantren Yusuf Mansur berlangsung lancar. Setelah bangunan pesantren terbentuk barulah masyarakat sadar bahwa sesungguhnya pesantren yang dibangun itu adalah milik Yusuf Mansur bukan punya Haji Sutang.

Seiring dengan perkembangan pesantrennya, Yusuf Mansur membutuhkan lahan guna penambahan gedung. Merasa akan menemui kesulitan, Yusuf Mansur kembali meminta bantuan Haji Sutang. Kali ini untuk membeli lahan yang diperlukan di sekitar bangunan yang sudah ada. Tidak mengalami masalah, lahan untuk perluasan pesantren itu terbeli juga.

Yusuf Mansur terus berkembang menjadi orang terkenal dan tentu saja kaya raya. Kesibukannya sangat luar biasa karena selalu berhubungan dengan pembesar, orang-orang terkenal dan orang-orang kaya. Urusan dan kegiatan dia tidak lagi seputar tanah air melainkan menjamah luar negeri. Kekayaan Yusuf Mansur terus bertambah dengan (bisa jadi) pengumpulan dana sedekah dan invetasi dari masyarakat. Meski begitu Yusuf Mansur masih punya hasrat membeli tanah, terutama di wilayah Tangerang. Untuk itu, Haji Sutang kembali diandalkan. Pria yang saat ini sudah pensiun dari profesi guru ini, menjadi juru beli dan juru bayar setiap tanah yang dibeli Yusuf Mansur.

Berapa banyak tanah yang sudah dibeli Haji Sutang atas nama Yusuf Mansur? Haji Sutang sendiri tak bisa mengingat dengan pasti luas dan banyaknya tanah yang sudah terbeli. Dia hanya menggambarkan, surat tanah yang berhaasil dikumpulkannya lebih banyak dari isi kardus air mineral. “Jadi, bila dikumpulkan tanah-tanah itu bisa jadi seluas separoh wilayah Cipondoh,” demikian kelakar Haji Sutang.

Perilaku masyarakat juga ikut mempermudah Yusuf Mansur mendapatkan tanah secara mudah dan cepat. Masyarakat tau kalau Yusuf Mansur itu banyak uang, sehingga ke sanalah mereka meminjam uang. Karena susah ditemui, maka jalan termudah untuk dapatkan uang dari Yusuf Mansur adalah dengan menjual tanah lewat Haji Sutang.

Lalu, apakah semua traksaksi tanah itu terselesaikan atau terbayar dengan tuntas? Tidak juga. Tidak sedikit tanah masyarakat yang tidak dibayar secara utuh. Akibatnya, Haji Sutang menjadi sasaran tagih. Haji Sutang sendiri tidak bisa menemui Yusuf Mansur setiap saat untuk sampaikan tagihan pemilik tanah, bahkan ada yang sampai berbulan-bulan. Sehingga tak jarang Haji Sutang didatangi preman yang menagih secara kasar.

Tahun 2015 Haji Sutang menderita sakit diabetes yang cukup berat. Akibatnya dia tak bisa berjalan dan lebih banyak berdiam di rumah. Bersamaan dengan itu, proses membeli tanah untuk Yusuf Mansur juga berhenti. Bisa jadi Yusuf Mansur meminta orang lain untuk gantikan peranan Haji Sutang, karena kabar yang beredar sampai ke telinganya, Yusuf Mansur masih terus membeli tanah di daerah lain.

Begitu banyak jasa yang diberikan Haji Sutang kepada Yusuf Mansur. Sehingga secara manusiawi, Haji Sutang juga mengharapkan sesuatu yang berharga darinya, yakni ingin dibayarkan Ongkos Naik Haji (ONH). Apalagi, (almarhum) ibu Yusuf Mansur, Humrif’ah (meninggal 2013) juga berulang kali mengingatkannya segera membayar ONH untuk Haji Sutang. Sayangnya, janji Yusuf Mansur hanyalah pemanis di bibir dan tak pernah terealisasi hingga saat ini. Haji Sutang memang akhirnya naik haji pada tahun 2010 tapi ONH-nya bukan dari Yusuf Mansur melainkan dari orang lain yang tak diduga sebelumnya.

Kini, setelah dua tahun Haji Sutang terbaring di rumahnya akibat sakit yang dideritanya, Yusuf Mansur hampir tak pernah menengoknya. Sejak tahun 2015, sampai April 2017, Yusuf Mansur baru dua kali melongok Haji Sutang. Padahal setiap kali Yusuf Mansur pergi dan pulang selalu lewat di depan rumahnya. “Setiap kali iringan mobil dengan kawalan mobil polisi, kadang pake sirine juga, berarti itu Yusuf Mansur sedang lewat,” demikian Haji Sutang sampaikan tanda Yusuf Mansur sedang lewat depan rumahnya.

Ada dua tanya sederhana yang diajukan Haji Sutang kepada penulis tentang Yusuf Mansur. Pertanyaan pertama, mengapa Yusuf Mansur setiap hari keluar dari rumahnya dan pergi untuk waktu yang tidak sebentar? Pertanyaan kedua, mengapa dalam bepergian Yusuf Mansur perlu menyewa mobil patroli dan pengawalan (patwal) polisi?

Untuk pertanyan pertama, penulis menjawab, itu karena dia punya banyak urusan dan kesibukan. Sedangkan untuk yang kedua, karena Yusuf Mansur butuh ketepatan waktu sampai ke tujuan sehingga dia perlu bantuan polisi.

Jawaban itu memang dibenarkan oleh Haji Sutang. Namun, masih ada jawaban yang lebih esensi dari itu. Haji Sutang kemudian memberikan jawaban yang membuat penulis tercengang mendengarnya. Sayang, Haji Sutang berpesan agar jawaban yang diutarakannya itu tidak diceritakan kepada orang lain.

Datang dan mendengar penuturan Haji Sutang tentang Jam’an Nurkhotib alias Yusuf Mansur, maka akan kita dapatkan informasi dengan warna yang lain. Ya, sesuatu yang lain dari apa yang selama ini ditulis, diceramahkan, disiarkan, dicitrakan di media sosial atau diiklankan Yusuf Mansur tentang dirinya. Sesuatu itu membuat anda tercengang dan bisa jadi membuat Anda tidak percaya. Wallahu a’alam.

 

 

 

About Darso Arief

Lahir di Papela, Pulau Rote, NTT. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi. Karir jurnalistiknya dimulai dari Pos Kota Group dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.