thayyibah.com :: Saudaraku seiman, semoga Allah merahmatimu. Kadang kita dinasihati oleh saudara-saudara kita kaum muslimin, tapi yang terasa adalah pahit di dalam dada. Menurutku, lebih baik kita bersabar dan memaafkan orang yang ‘menyakiti’ kita dengan nasihatnya itu,
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” [Ali Imron: 134]
Karena emosi kemarahan bisa jadi menghalangi kita untuk menerima kebenaran yang disampaikannya, jika ternyata yang dia sampaikan pada hakikatnya adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai pemahaman Salaf, atau fatwa-fatwa ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Maka cara menasihatinya yang menurut kita salah atau keras; abaikan saja, sabar dan maafkan dia. Kemudian petik pelajaran dari nasihatnya walau pahit. Ibarat obat yang pahit, semoga menyembuhkan.
Dan lebih penting lagi untuk mengedepankan prasangka baik kepadanya. Bahwa dia adalah orang yang menginginkan kebaikan untuk kita. Dia peduli dengan kita. Dia tidak rela kita terjerumus dalam dosa. Dia khawatir kaum muslimin mengikuti kesalahan kita sehingga dosa kita makin besar. Dia melihat ada syubhat dalam ucapan atau perbuatan kita yang perlu dijelaskan. Mungkin itulah landasannya menasihati kita. Bukan Karena kebencian kepada kita.
Sekali lagi, mafkan cara menasihatinya yang menurut kita salah, fokus saja pada isi nasihatnya. Semoga Allah ‘azza wa jalla memberi petunjuk kepada dia dan kita.
Kemudian, buang jauh-jauh logika salah kaprah yang pada umumnya dimiliki oleh para pelaku bid’ah, yaitu ketika mereka dilarang melakukan bid’ah dalam beribadah maka mereka menyangka yang dilarang adalah ibadahnya, padahal yang dilarang adalah bid’ahnya.
Aku berikan sebuah contoh mohon jangan tersinggung. Ketika seorang pemuda Islam dengan niat yang suci untuk membela Islam, namun dengan cara yang baru, cara yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, bahkan sangat bertentangan dengan sunnah beliau, dan juga mendatangkan kemudaratan yang lebih besar bagi Islam dan kaum muslimin, seperti tumpahnya darah yang haram, rusaknya berbagai fasilitas umum, membuka peluang kepada para penyusup dan provokator, mengantarkan kepada kudeta, hilangnya keamanan, dan lain-lain.
Namun ketika dia dilarang melakukan jihad dengan cara seperti itu, dia pun menuduh orang yang melarangnya berarti telah melarangnya berjihad atau menggembosi aksinya, padahal yang dilarang adalah caranya berjihad, bukan melarangnya berjihad. Sekali lagi, yang dilarang adalah cara jihadnya yang salah.
Dan lebih buruk lagi ketika dia menuduh saudaranya yang menasihatinya itu lebih membela orang kafir yang dia perangi atau tidak mau ikut membela Islam. Atau bahkan telah pantas disebut munafik dan menuduh saudaranya itu ikut merasa senang ketika dia terluka dalam ‘jihad’ tersebut.
Padahal, andai dia merasa benar sekali pun dan saudaranya yang menasihatinya salah, maka tidak ada hak baginya untuk menuduh saudaranya seperti itu.
Saudaraku seiman, semoga Allah merahmatimu, tinggalkan logika salah kaprah seperti ini. Dan renungkan nasihat ulama berikut ini.
Al-Imam Al-Baihaqi Asy-Syafi’i rahimahullah meriwayatkan dengan sanad yang shahih sampai kepada Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah,
أنه رأى رجلا يصلي بعد طلوع الفجر أكثر من ركعتين يكثر فيها الركوع والسجود فنهاه فقال : يا أبا محمد ! أيعذبني الله على الصلاة ؟ ! قال : لا ولكن يعذبك على خلاف السنة
“Bahwasannya beliau melihat seseorang melakukan sholat setelah terbit fajar lebih dari dua raka’at, ia memperbanyak rukuk dan sujud, beliau pun melarangnya, maka orang itu berkata: wahai Abu Muhammad, apakah Allah ta’ala akan mengazabku karena melakukan sholat? Beliau menjawab: Tidak, tetapi Allah Ta’ala akan mengazabmu karena menyelisihi sunnah.”
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah mengomentari,
وهذا من بدائع أجوبة سعيد بن المسيب رحمه الله تعالى وهو سلاح قوي على المبتدعة الذين يستحسنون كثيرا من البدع باسم انها ذكر وصلاة ثم ينكرون على أهل السنة إنكار ذلك عليهم ويتهمونهم بأنهم ينكرون الذكر والصلاة ! ! وهم في الحقيقة إنما ينكرون خلافهم للسنة في الذكر والصلاة ونحو ذلك
“Ini diantara bentuk cerdasnya jawaban-jawaban Sa’id bin Al-Musayyib rahimahullah, dan jawaban ini merupakan senjata yang kuat untuk menghadapi para pelaku bid’ah yang menganggap baik (hasanah) terhadap banyak sekali perbuatan bid’ah, dengan dalih (bukan dalil, pen) amalan itu merupakan dzikir dan sholat. Lalu mereka mengingkari Ahlus Sunnah yang melarang bid’ah mereka, dan mereka menuduh Ahlus Sunnah melarang dzikir dan sholat, padahal hakikatnya yang diingkari adalah penyelisihan mereka terhadap sunnah dalam dzikir dan doa tersebut, dan amalan-amalan yang semisalnya.” [Irwaul Ghalil, 2/236]
Semoga Allah ‘azza wa jalla menganugerahkan pemahaman agama yang baik kepada kita dan mengampuni kesalahan-kesalahan kita semuanya. Allaahumma aamiin. (put/thayyibah)