thayyibah.com :: Selama ini, negeri ini memiliki dua sumber utama pemasukan APBN negara. Pertama, utang ribawi. Kedua, pajak. Dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, utang Indonesia bukannya berkurang tapi malah bertambah rata-rata per tahun sebesar 13,5% (kemenkeu.go.id). Tahun ini pemerintah harus membayar cicilan bunga utang sebesar Rp 191,2 triliun, tahun depan Rp 221,4 triliun (detik.com, 18/8). Ini baru cicilan bunganya, belum cicilan pokok.
Padahal, sudah jelas utang ribawi termasuk dosa besar. Di dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275 Allah dengan tegas telah mengharamkan riba. Allah juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwaah kalian kepada Allah dan tinggalkan sisa-sisa riba jika kalian benar-benar kaum mu’min. Jika kalian tidak melakukan itu (meninggalkan riba) berarti kalian telah memaklumkan perang terhadap Allah dan Rasul-Nya” (TQS. Al Baqarah: 278-279)
Dan faktanya, pembayaran cicilan bunga utang Indonesia yang rata-rata pertahunnya mencapai Rp 200 triliun adalah beban berat bagi negara. Jika dibandingkan dengan alokasi belanja pemerintah pusat, maka ia setara dengan 1,5 kali lipat anggaran pendidikan, 3 kali lipat anggaran kesehatan, 2 kali lipat anggaran pertahanan, 5 kali lipat anggaran perumahan dan fasilitas umum, 4 kali lipat alokasi dana desa, 3 kali lipat subsidi BBM, 5 kali lipat subsidi listrik, dan 10 kali lipat subsidi pangan (cnnindonesia.com, 16/3/2016).
Selain utang ribawi, sumber kedua pemasukan APBN adalah pajak yang tak lain berasal dari rakyat. Pemerintah menargetkan 75% pemasukan pajak dari total pemasukan APBN. Jika digabung dengan bea dan cukai, menjadi 85%. Ironisnya, pemasukan APBN yang berasal dari PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) hanya 15% saja. Padahal kekayaan alam Indonesia sangat banyak.
Fakta ini menjadi bukti bahwa APBN tidak berpihak pada rakyat, tetapi berpihak pada asing, pemilik modal. Subsidi rakyat terus dikurangi, sementara beban pajak atas rakyat semakin bertambah. Solusi yang nyata untuk permasalahan sumber pemasukan APBN ini bukanlah dengan utang yang makin mencekik negara dan pajak yang semakin menyengsarakan rakyat. Solusinya tidak lain adalah dengan mengembalikan semua sumber daya alam Indonesia kepada umat sebagai pemiliknya yang sah. Rasul bersabda, “Umat manusia bersekutu dalam tiga perkara, air, padang gembalaan dan api “ (HR. Ibnu Majah).
Semua kekayaan alam milik umat dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Dengan demikian, sumber daya alam kita tidak akan dikuasai segelintir orang, dan negara pun tidak harus terbebani dengan utang ribawi, rakyat juga tidak dibebani dengan pajak. Karena pada faktanya hasil sumber daya alam kita cukup untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat, bahkan sanggup untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Semua ini hanya bisa terwujud jika bangsa ini benar-benar mau menerapkan Al Qur’an dan Sunnah secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan.
Wallahu’alam bish shawab.