thayyibah.com :: Saat kita masih sendiri, pastilah tersirat dibenak kita untuk bertekad menjadi isteri shalihat yang taat dan selalu tersenyum manis. Kitapun selalu ingin memberikan yang terbaik bagi suami kelak sebagai jalan pintas menuju surga.
Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia benar-benar terpatri kuat di benak kita. Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan kita mendapat jodoh seorang Muslim yang sholih kita pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.
Kini ketika telah menjalani kehidupan rumah tangga, banyak hal-hal realistis yang harus dihadapi. Sifat, karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan latar belakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman, cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun menjadi bahan-bahan perselisihan. Pertengkaran memang bumbunya perkawinan,tetapi manakala bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dan tak enak lagi.
Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harus dihadapi ketika mengetahui kenyataan bahwa pasangan tak seindah harapan, Bagi yang tidak siap dan atau menyiapkan diri, mereka seakan mengalami penderitaan kejiwaan berkepanjangan yang imbasnya akan menjalar terhadap perbuatan “anarkis” kepada diri dan orang- orang sekitarnya. Tak lupa pula, doa- doa patah hatipun dilantunkannya setiap hari.
Ternyata, ada banyak hal yang tak seindah bayangan semula. Antara harapan dan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilalui ternyata pendek dan singkat saja. Cukup banyak onak dan duri siap menghadang.
Kekecewaan yang besar bersumber dari persepsi yang ideal yang kemudian menggiring kita pada gambaran2 indah tentang pasangan kita. Suami diharapkan bermental Super dan menjadi sosok pribadi yang istimewa layaknya Rasulullah SAW. Sedangkan Istripun juga dipersepsikan layaknya Ibunda Fathimah yang tanpa cela dalam mengabdi kepada suami.
Harapan yang besar tersebut seakan pula menghapus pemakluman atas segala kekurangan dari suami. Hal ini tentu saja bisa berdampak fatal, konflik bisa saja menjadi jadwal harian jika harapan itu berlawanan dengan fakta yang ditemukan di dalam sebuah rumah tangga
Lantas apakah berharap itu tidak boleh ? berharap sah-sah saja dan memanglah wajar, namun perlu diingat bahwa seseorang yang akan kita nikahi itu manusia bukan malaikat, banyak kekurangan yang mungkin terjadi di kemudian hari yang disebabkan oleh kekurangan2 dari pasangan kita tersebut..
Berkaca dari hal di atas, oleh karena itu tidak berlebihan apabila kita mensyarakatkan diri sendiri untuk bersikap ikhlas ketika akan menikah. Sikap ikhlas membuat kita lebih siap untuk menghadapi perbedan-perbedaan nanti. Selain itu, sikap ikhlas juga akan menumbuhkan prasangka baik kita kepada Allah.
Sikap ikhlas pun akan menumbuhkan sifat memaafkan dan berpikir positif. kita perlu menyadari bahwa semua orang berusaha hidup dengan cara yang paling baik menurut mereka, namun terkadang “kebaikan” itu mungkin kurang pas jika diterapkan untuk kita. Tapi satu hal yang harus tetap kita lakukan, cobalah mendidik diri sendiri untuk tetap menghargai niat baik mereka tersebut. Maka dengan memaafkan dan berpikir positif, semua akan kembali pada jalur yang semestinya.
Jika sikap semua hal tersebut semua telah mendarah daging, Alih –alih menyebabkan konflik atau kekerasan dalam rumah tangga, kejutan-kejutan yang terjadi kemudian, justru akan manambah benih-benih romantisme sehingga cinta dan dukungan kita terhadap pasangan kita malah akan menjadi semakin besar. Dan kalau sudah begini Bukan tidak mungkin kita akan benar2 menikmati indahnya surga dunia.
Dan yang terakhir, untuk menghindari kekecewaan juga diperlukan sikap kita untuk mencintai pasangan kita dengan cinta yang proporsional. Karena jika kita memang harus menghadapi kenyataan bahwa pasangan kita hanyalah manusia lengkap dengan kekurangan dan kelebihannya, hati akan terasa lebih lapang dan kekecewaan dapat lebih mudah untuk direlakan karena besarnya pengertian bahwa tidak selamanya hidup itu indah.
Sumber: Loveislam