thayyibah.com :: Sesungguhnya kita diperintahkan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya dengan mengerjakan ibadah-ibadah yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri, baik melalui al-Qur’ân maupun melalui lisan nabi-Nya.
Karena yang berhak membuat dan menetapkan syarat-syarat sah suatu ibadah adalah hanya Allâh Azza wa Jalla semata, baik melalui al-Qur’ân dan melalui lisan nabi-Nya (hadist shahih).Maka tidak seorangpun berhak menetapkan syarat-syarat sah suatu ibadah, barangsiapa ada orang yang menentukan syarat sah suatu ibadah berdasarkan akal semata maka hakikatnya ia telah menjadikan dirinya sebagai pembuat syariat bersama Allâh Azza wa Jalla atau menjadikan dirinya sebagai sekutu Allah Azza wa Jalla dalam pembuatan syariat dan orang yang mengikuti atau mengamalkan syariat buatan manusia maka dia telah menyekutukan Allah Azza wa Jalla dalam hak pembuatan syariat, perbuatan itu semua adalah kezaliman yang sangat besar, dosa besar yang paling besar, dosa yang membinasakan, dosa yang tidak di ampuni oleh Allah Azza wa Jalla dan membuat kekal di neraka.
Dengan demikian Hukum asal suatu ibadah adalah dilarang kecuali jika ada dalil shahih dari Al-Qur’an dan As Sunnah (Hadist shahih) yang menunjukkannya. Di antara dalil shahih yang menjelaskannya adalah firman Allâh Azza wa Jalla :
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allâh yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allâh ? [as-Syûrâ/42:21]
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini mengatakan,
“Maka hukum asalnya adalah dilarang bagi setiap orang untuk menetapkan suatu amalan (ibadah) yang tidak ada tuntunannya dari Allâh Azza wa Jalla dan tidak pula dari rasul-Nya.”
[ Taisîrul Karîmir Rahman fi Tafsîr Kalâmil Mannan, Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Cet. I, Tahun 1423 H/202 M, Muassasah ar-Risalah, Beirut, Hlm. 1064.]Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma :
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa mengerjakan suatu amalan (ibadah) yang tidak berdasarkan perintah kami maka ia tertolak.
[HR. al-Bukhâri no. 2697 dan Muslim no. 1718]Kaidah ini masuk dalam keumuman larangan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya dari mengada-adakan perkara baru dalam agama (Bid’ah).
Rasulullah Shallallahu’alaihi ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِـيْ أَمْرِنَا هٰذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini, sesuatu yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.
[Shahîh: HR. al-Bukhâri no. 2697 dan Muslim no. 1718,]Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berkata dalam khuthbahnya:
“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah dan sebagus-bagusnya tuntunan adalah tuntunan Muhammad dan urusan yang paling jelek adalah sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) dan setiap yang diada-adakan (dalam agama) itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan itu (tempatnya) di neraka.”
[Dikeluarkan dengan lafadz ini oleh An- Nasa’i dalam As-Sunan 3/188 dan asal hadits dalam Shahih Muslim 3/153. Untuk menambah wawasan coba lihat kitab Khutbat Al-Haajah, karya Al-Albany]Demikianlah pembahasan singkat tentang hukum asal suatu ibadah adalah dilarang kecuali jika ada dalil shahih dari Al-Qur’an dan As Sunnah (Hadist shahih) yang menunjukkannya.Maka dari itu wahai saudaraku Muslim Janganlah engkau lakukan suatu ibadah yang tidak ada dalil shahihnya dari Al Qur’an dan As Sunnah (hadist shahih) bila tidak ingin tersesat dan terjerumus dalam dosa yang membinasakan. Semoga kita semua selalu diberi hidayah Allah Azza wa Jalla dan Istiqomah diatasnya sampai akhir hayat. Aamiin. (put/thayyibah)