thayyibah.com :: Kami sedikit heran saja ada yang mengkritik seorang presiden cuma karena ia shalat pakai kaos kaki. Apa benar tidak boleh shalat pakai kaos kaki?
Dalam website Islam Web disebutkan dua kondisi menggunakan kaos kaki ketika shalat, yaitu:
1. Sekedar memakai kaos kaki saat shalat, dibolehkan baik untuk laki-laki dan perempuan.Kalau cuma sekedar memakai saat shalat, maka tidaklah ada syarat-syarat tertentu kalau memang tujuannya untuk menghilangkan dingin,h panas, atau karena sakit.
2. Jika tujuannya agar kaos kaki cukup bisa diusap saat berwudhu sebagai gantian dari mencuci kaki, maka itu adalah keringanan bagi laki-laki maupun perempuan (sama dengan hukum mengusap khuf atau sepatu, .pen). Namun ada syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk maksud ini.
Untuk keadaan pertama, caranya adalah:
1.Berwudhu dalam keadaan kaos kaki dibuka, lalu kaki tetap dicuci saat wudhu.
2. Menggunakan kaos kaki lagi setelah berwudhu, kemudian shalat menggunakan kaos kaki.
Untuk keadaan kedua, caranya adalah:
1. Pertama kali berwudhu dalam keadaan kaos kaki dibuka, lalu kaki tetap dicuci saat wudhu.
2. Menggunakan kaos kaki lagi setelah berwudhu dengan niatan kalau wudhu batal, cukup mengusap kaos kaki. Kemudian shalat menggunakan kaos kaki.
3. Seharian tetap menggunakan kaos kaki tanpa dilepas, ketika wudhu batal, maka cukup kaos kaki diusap saat wudhu tanpa melepasnya. Usapannya sebanyak sekali usapan, cukup dengan tangan yang basah. Yang diusap adalah bagian atas kaos kaki, bukan bagian bawahnya.
4. Mengusap kaos kaki ini berlaku untuk yang mukim selama 24 jam, untuk musafir 3×24 jam. Dengan catatan selama masa tersebut kaos kaki tidak dilepas. Kalau dilepas berarti kembali ke point nomor satu di atas, alias mengusapnya jadi batal.
Syarat Bolehnya Mengusap Kaos Kaki Saat Wudhu
1. Memakai kaos kaki dalam keadaan sudah berwudhu atau mandi terlebih dahulu.
2. Kaos kaki yang digunakan menutupi kaki hingga mata kaki.
3. Bahan kaos kaki adalah bahan yang suci.
Dalil Bolehnya Mengusap Khuf (Sepatu) dan Kaos Kaki
Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كَانَ الدِّينُ بِالرَّأْىِ لَكَانَ أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَمْسَحُ عَلَى ظَاهِرِ خُفَّيْهِ.
“Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap bagian atas khufnya.” (HR. Abu Daud, no. 162. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Pada suatu malam di suatu perjalananh aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu aku sodorkan pada beliau bejana berisi air. Kemudian beliau membasuh wajahnya, lengannya, mengusap kepalanya. Kemudian aku ingin melepaskan sepatu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun beliau berkata,
دَعْهُمَا ، فَإِنِّى أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ » . فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا
“Biarkan keduanya (tetap kukenakan). Karena aku telah memakai keduanya dalam keadaan bersuci sebelumnya.” Lalu beliau cukup mengusap khufnya saja. (HR. Ahmad, 4: 251; Bukhari, no. 206; Muslim, no. 274)
Hadits ini menunjukkan bahwa syarat mengenakan khuf dan kaos kaki yang ingin diusap saat wudhu adalah harus dalam keadaan bersuci dengan sempurna. Syarat ini disepakati oleh para ulama. (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 37: 264)
Dari Shafwan bin ‘Assal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
فَأَمَرَنَا أَنْ نَمْسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ إِذَا نَحْنُ أَدْخَلْنَاهُمَا عَلَى طُهْرٍ ثَلاَثاً إِذَا سَافَرْنَا وَيَوْماً وَلَيْلَةً إِذَا أَقَمْنَا وَلاَ نَخْلَعَهُمَا مِنْ غَائِطٍ وَلاَ بَوْلٍ وَلاَ نَوْمٍ وَلاَ نَخْلَعَهُمَا إِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami untuk mengusap khuf yang telah kami kenakan dalam keadaan kami suci sebelumnya. Jangka waktu mengusapnya adalah tiga hari tiga malam jika kami bersafar dan sehari semalam jika kami mukim. Dan kami tidak perlu melepasnya ketika kami buang hajat dan buang air kecil (kencing). Kami tidak mencopotnya selain ketika dalam kondisi junub.” (HR. Ahmad, 4: 239. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa penjelasan mengenai mengusap khuf dalam hadits ini dinilai shahih lighoirihi, dilihat dari jalur lain. Sedangkan sanad ini hasan dilihat dari jalur ‘Ashim)
Semoga bermanfaat. Moga Allah memberi taufik dan hidayah. (put/thayyibah)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal