Breaking News
Ilustrasi Suasana Kedengkian Pada Lukisan di Telur

Menolak Kebenaran Akibat Kedengkian di Dalam Hati

Ilustrasi Suasana Kedengkian Pada Lukisan di Telur
Ilustrasi Suasana Kedengkian Pada Lukisan di Telur

thayyibah.com :: Kedengkian hampir selalu menjadi penghalang bagi seseorang untuk menerima kebenaran dari orang lain. Kedengkian adalah suatu sifat tidak menginginkan kebaikan kepada orang lain, sehingga seringkali seseorang yang dengki merendahkan orang yang yang dibenci bahkan kadang sampai menghancurkannya.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Jagalah dirimu dari kedengkian, karena kedengkian memusnahkan kebaikan2 laksana api memusnahkan kayu bakar. (HR.Abu Dawud).

Seorang penyair bangsa Arab mengungkapkan kedengkian sebagai berikut:
“Ketahuilah! Katakanlah kepada orang yang dengki kepadaku, siapakah gerangan sebenarnya yang engkau perlakukan kurang ajar. Engkau telah kurang ajar kepada Allah yang telah memberikan nikmat-Nya, karena engkau tidak rela melihatku mendapatkan nikmat-Nya”.

Sesungguhnya bukan Allah yg ia tolak, tetapi orang yang membawa kebenaran itu yang ditolaknya. Sikap semacam itu menjadikannya membabi buta didalam melihat kebenaran yang sampai kepada dirinya.

Sebagaimana firman Allah dalam surah al-An’am:124.
Ayat ini, menurut riwayat turun berkenaan dengan kasus seorang tokoh Quraisy yang bernama Walid bin Maghirah. Tokoh ini berkata; “Demi Tuhan, kalau nabi itu benar2 ada, tentu sayalah yang lebih berhak menerimanya daripada Muhammad. Karena aku adalah orang yang lebih kaya dan lebih banyak anaknya daripada Muhammad. (Tafsir Al-Maraghi, Juz 8, hal.22).

Sikap Walid bin Maghirah yang menolak kebenaran ajaran Rasulullah saw, karena rasa kedengkiannya kepada Nabi saw, merupakan contoh kongkrit orang yang menolak kebenaran disebabkan kedengkian.

Standar kebenaran itu tidak mengenal pangkat, status sosial, gelar keilmuan, keturunan ataupun atribut keduniaan lainnya. Dalam hal ini Rasulullah saw menjelaskan bagaimana proses kebenaran itu Allah limpahkan kepada seorang hamba-Nya.

Sahabat Watsilah bin Al-Asqa bercerita, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda:
“Allah telah memilih dari anak Ibrahim sebagai nabi yaitu Ismail. Dan dari keturunan Ismail ini Allah melebihkan martabat suku Kinanah, dari suku Kinanah Allah lebihkan martabat suku Quraisy. Dari suku Quraisy Allah lebihkan martabat Bani Hasyim, kemudian akulah orang yang dipilih oleh Allah diantara Bani Hasyim yang mendapatkan kemuliaan” (HR.Muslim).

Penjelasan Rasulullah saw, ini menyatakan suatu otoritas mutlak pada Allah swt, untuk mengetengahkan kebenaran melalui hamba2-Nya yang dipilih-Nya. Dengan demikian tidak ada alasan manusia menyatakan kebenaran dalam menerima kebenaran hanya karena alasan bahwa sipenyampai kebenaran adalah orang2 yang tidak diingininya. Karena itu, bila kita terperangkap dalam penilaian formalisasi, yaitu menilai benar dan salahnya sesuatu dengan melihat kedudukan si penyampai, maka kita telah membiarkan diri kita larut didalam karakter jahiliyah.

Ali bin Abi Thalib berkata:
“Perhatikanlah apa yang dikatakan oleh seseorang, jangan kamu lihat siapa yang menyampaikannya”.

Penyakit jahiliyah tipe ini banyak melanda kalangan terpelajar, mahasiswa dan golongan intelek ditengah lingkungan kita. Berapa banyak mahasiswa yang menelan mentah2 ucapan seorang Doktor atau Profesor, tanpa menilik kembali, apakah ucapan tersebut sesuai alQuran dan Hadits Rasulullah Saw, atau tidak. (put/thayyibah)

Ustadz: Drs. Muhammad Thalib.

About Lurita

Online Drugstore,cialis next day shipping,Free shipping,order cialis black,Discount 10%, dutas buy online