Breaking News
Ilustrasi Suami mencari nafkah

Menafkahi Anak dan Istri, Ibadah yang Berpahala

Ilustrasi Suami mencari nafkah
Ilustrasi Suami mencari nafkah

thayyibah.com :: Dari Sa’ad bin Abu Waqqash Radhiyallahu ‘anhu, bahwa ia memberitahukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فَمِ امْرَأَتِكَ .

Artinya: “Sesungguhnya tidaklah engkau menafkahkan sesuatu dengan niat untuk mencari wajah Allah (ridho-Nya), melainkan engkau diberi pahala karenanya, sampai pun apa yabg engkau berikan ke mulut isterimu (juga akan diberi pahala oleh Allah).” (Hadits SHOHIH. Diriwayatkan oleh imam al-Bukhari (no. 1295) & imam Muslim (no. 1628).

BEBERAPA PELAJARAN PENTING DAN FAEDAH ILMIYAH DARI HADITS INI:

1. Memberi nafkah kepada keluarga (anak dan isteri) adalah kewajiban di pundak seorang ayah atau suami.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala :

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya: “…Dan kewajiban ayah menanggung nafkah & pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya.”. (QS. Al-Baqarah: 233).

2. Menerima nafkah dari seorang suami tidaklah merendahkan martabat seorang istri karena memang ia berhak mendapatkan nafkah tersebut atas tugas dan pekerjaannya mengurus rumah tangga dan mendidik anak-anak di dalam rumah secara khusus.

3. Setiap suami dan istri berkewajiban menjalankan tugas-tugasnya, dan masing-masing dari mereka akan mendapatkan pahala dari Allah atas pekerjaan dan tugasnya itu.

4. Berbuat baik kepada istri dan anak-anak dengan harta, perkataan dan perbuatan merupakan ibadah yang berpahala jika benar-benar dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena mengharap ridho Allah Ta’ala semata.

5. Niat yg baik dan ikhlas karena Allah semata dapat merubah segala aktifitas dan rutinitas sehari-hari yang bersifat wajib seperti mencari nafkah, ataupun yang bersifat mubah seperti makan, minum, berpakaian, tidur, mandi dan selainnya menjadi ibadah yang berpahala.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Artinya: “Sesungguhnya amalan-amalan itu bergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh sesuai dengan apa yang diniatkannya.” (HR. Imam Al-Bukhari dan Muslim).

Dan juga berdasarkan hadits shohih dari Abu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ نَفَقَةً يَحْتَسِبُهَا فَهِيَ لَهُ صَدَقَةٌ ».

Artinya: “Apabila seorang lelaki (ayah atau suami) menafkahi keluarganya dengan niat mencari pahala (dari Allah), maka nafkahnya itu dihitung sebagai shodaqoh baginya.” (Hadits SHOHIH. Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari no.55, dan Muslim no.1002).

Dan juga berdasarkan hadits shohih di atas dari Sa’ad bin Abi Waqqosh radhiyallahu anhu.

6. Seseorang akan diberi pahala oleh Allah atas pemberian nafkahnya kepada anak dan istrinya dengan syarat profesi dan penghasilannya adalah HALAL dan BAIK menurut syari’at Islam. Sebab, jika profesi dan penghasilannya haram, maka apapun yabg ia infakkan darinya tidak akan diterima dan diberi pahala oleh Allah, karena Allah hanya menerima ibadah yang ikhlas dan infaq yang dikeluarkan dari harta yabg halal.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا

Artinya: “Sesungguhnya Allah itu Dzat yg Maha Baik (suci), Dia tidak menerima apapun kecuali yg baik (suci) saja.” (HR. Muslim).

7. Nafkah berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, kendaraan dan modal usaha yang berasal dari profesi atau penghasilan yang haram dapat memberikan pengaruh buruk dan bahaya besar bagi pemberi dan penerima, diantaranya:

1) Menumbuhkan perilaku yang buruk pada anak n istri.

Seorang ulama dari generasi salafus sholih berkata: “Aku pernah berbuat dosa dan maksiat kepada Allah, maka aku dapatkan pengaruh buruknya ada pada perilaku keluargaku dan hewan tungganganku (kendaraanku).”

2) Badan yang tumbuh dari makanan dan minuman yang haram sangat pantas dibakar di dalam api Neraka.

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّهُ لاَ يَرْبُوْ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتْ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

Artinya: “Sesungguhnya tidaklah tumbuh berkembang daging (badan) dari makanan yang haram melainkan api Neraka yang lebih pantas (menjadi tempat tinggal) baginya.” (HR. At-Tirmidzi no. 614).

3) Menyebabkan Doa tertolak, tidak didengar dan tidak dikabulkan oleh Allah.

4) Profesi dan penghasilan yang haram dapat Menyebabkan hati menjadi keras dan berkarat. (bsca Surat Al-Muthoffifin ayat 14).

5) Profesi dan penghasilan yang haram akan menghilangkan keberkahan umur, rezeki, ilmu, amal dan keluarga.

Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

Artinya: “Sesungguhnya Allah memusnahkan (harta hasil) RIBA, dan mengembangkan (harta) yang disedekahkan.” (QS. Al-Baqarah).

Demikian penjelasan singkat untuk hadits shohih ini. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Aamiin. (put/thayyibah)

About Lurita

Online Drugstore,cialis next day shipping,Free shipping,order cialis black,Discount 10%, dutas buy online