thayyibah.com :: Ibnu Bathal mengemukakan bahwa para ulama sepakat menetapkan bahwa bai’ najsyi merupakan perbuatan maksiat. Dan jual beli yang dilakukan secara najsyi adalah batal menurut madzhab Dzhahiri dan Hambali.
Sementara Madzhab Maliki berpendapat bahwa jika terjadi bai’ Najsyi, pembeli berhak melakukan khiyar, yaitu berhak membatalkan jual beli tersebut, apabila kemudian ia mengetahui bahwa ia telah tertipu.
Adapun Ibnu Abi Aufa berkata, bahwa pelaku bai’ Najsyi adalah pemakan riba dan pengkhianat.
Jadi, kesimpulannya bahwa ulama sepakat, jual beli najsyi merupakan perubatan yang buruk dan dilarang oleh syariat dan oleh karenanya haram dilakukan.
Hukum Mempromosikan Dagangan
Secara umum, mempromosi kan barang dagangan atau produk tertentu adalah boleh saja, selama dilakukan dengan benar dan jujur serta tidak berlebih-lebihan (tidak bohong dan tidak ada unsur tipuan).
Adapun apabila iklan dilakukan dengan cara berbohong dan atau berlebihan, sehingga “menipu” image pembeli, maka hukumnya menjadi haram dan jual belinya menjadi tidak sah.
Oleh karenanya, dalam segala hal yang terkait dengan aspek marketing, hendaknya dilakukan dengan hati-hati, agar jangan sampai mengejar target penjualan tertentu sehingga kita mengorbankan ketaatan terhadap syariat dan hukum Allah SWT.
Dalam konteks muamalah kontemporer, bai’ najsyi bisa terjadi dalam praktek sebagai berikut :
Tender fiktif, dimana sesama pemasok yang mengikuti tender saling bersekongkol dalam masalah harga, untuk kemudian “menipu” perusahaan (calon pembeli) sehingga ia membelinya dengan harga yang tinggi.
Penawaran fiktif terhadap objek tertentu, supaya harganya tinggi, sehingga barang tersebut dapat dibeli dengan harga yang tinggi.
Permintaan fiktir terhadap barang tertentu, sehingga pasar meresponnya dengan membeli barang-barang tersebut. Namun setelah para pedagang membelinya, ternyata tidak ada pembeli sesungguhnya di pasaran.
Bentuk Bai’ Najsyi Dalam Konteks Kekinian
Iklan terhadap suatu produk yang berlebihan, tidak sesuai dengan barang atau produk yang sesungguhnya. Hal ini bisa terjadi dalam produk barang maupun jasa.
Produk Barang : batu akik, barang-barang seni, barang antik, dengan mengatakan misalnya batu-batuan tersebut bersumber dari barang yang langka. Atau karyawan seni tersebut merupakan karya seni yang bernilai sangat tinggi, dsb. Produk Jasa : seperti asuransi, saham, yang dilakukan dengan cara promosi berlebihan, menutupi kekurangan dari produk tersebut, yang ditampilkan hanya kebaikan-kebaikan saja. (put/thayyibah)