thayyibah.com :: Gerhana adalah salah satu di antara tanda-tanda dekatnya hari Kiamat. Setelah Nabi berhijrah ke Madinah, gerhana hanya terjadi sekali dan itu baru terjadi pada tahun ke 10 H. Cobalah lihat sekarang, gerhana bisa terjadi setiap tahun, yaitu terjadinya gerhana matahari dan bulan silih berganti. Ini semua terjadi dengan kehendak Allah dalam rangka untuk menakut-nakuti manusia.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا
“Dan tidaklah Kami memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti” (QS. Al-Israa’ [17]: 59)
سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar. Dan apakah Rabb-mu tidak cukup (bagi kamu), bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu” (QS. Fusshilat [41]: 53)
Imam an-Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat :
“Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda-tanda kiamat seperti terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana tersebut merupakan sebagian tanda kiamat” (Syarah Shahih Muslim III/322).
Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita tahu bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang paling dicintai Allah.
Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja, hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi dengan berbuat dosa dan maksiat.
Dulu di zaman jahiliyah, orang-orang menyembah matahari dan bulan. Lalu Allah utus Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajarkan tauhid dan aqidah yang benar.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمِنْ آَيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepadanya” (QS. Fusshilat [41]: 37)
Kemudian ada diantara mereka yang ternyata mengingkarinya. Bagaimana mungkin seseorang mengingkari tanda-tanda kekuasaan Allah, sedangkan tanda-tanda itu jelas baginya ?
إِنَّ الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي آيَاتِنَا لَا يَخْفَوْنَ عَلَيْنَا ۗ أَفَمَنْ يُلْقَىٰ فِي النَّارِ خَيْرٌ أَمْ مَنْ يَأْتِي آمِنًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ ۖ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari tanda-tanda (kekuasaan) Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka yang lebih baik ataukah mereka yang datang dengan aman sentosa pada hari Kiamat ? Lakukanlah apa yang kamu kehendaki. Sungguh Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. Fusshilat [41]: 40)
Di zaman jahiliyah dahulu terdapat anggapan ketika terjadi gerhana matahari atau bulan, itu terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Dan memang dahulu terjadi gerhana di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena kematian anaknya, Ibrahim. Jadi orang-orang mengira gerhana itu terjadi karena kematian anaknya. Itulah keyakinan jahiliyah.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ
“Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang” (HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingkari aqidah jahiliyah yang keliru tersebut ketika terjadinya gerhana.
Maka saat terjadinya gerhana, hendaknya kaum muslimin kala itu melakukan shalat gerhana dan memperbanyak takbir, do’a, istighfar, bersedekah dll “SAMPAI” gerhana itu berakhir.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika kalian telah melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah” (HR. Bukhari no. 1044 dan Muslim no. 901)
Kalimat “Jika kalian telah melihat” menunjukkan bahwa shalat gerhana itu hanya diperuntukkan bagi orang yang langsung dapat melihatnya, bukannya ikut-ikutan shalat ketika seseorang tidak dapat melihatnya secara langsung dengan hanya berpatokan bahwa itu telah terjadi di tempat lain. (put/thayyibah)