Breaking News

Antara Tawakal dan Pengobatan

dokter-pengobatan

thayyibah.com :: Tiada keraguan bahwa sakit dan kesembuhan adalah kodrat ilahi, sehingga bila telah tiba waktunya, maka sakit tidak dapat dihindarkan. Demikian pula sebaliknya bila telah tiba waktunya, maka kesembuhan akan datang. Karena itu, berserah diri dan menerima setiap kodrat ilahi dengan lapang dada adalah satu kewajiban yang wajib ditetapi oleh setiap insan muslim.

Berdasarkan keyakinan ini, sebagian kaum muslimin bersikap hati-hati bahkan menjauhi berbagai praktek pengobatan, karena diyakini dapat menodai kemurnian tawakkal diri kepada Allah.

Sikap semacam ini tentu mengundang kontroversi bagi kebanyakan ummat Islam, terlebih di tengah kemajuan pesat ilmu dan tekhnologi pengobatan medis.

Hukum Berobat

Berobat sejatinya hanyalah suatu upaya untuk menghilangkan penyakit yang  mengganggu kesehatan, sebagaimana makan dan minum adalah upaya untuk menghilangkan rasa haus dan lapar. Sebagaimana halnya makan dan minum adalah upaya yang dibenarkan secara syari’at, maka demikian pula halnya dengan pengobatan, karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ»

“Setiap penyakit pastilah ada penawarnya, karenanya bila obat suatu penyakit telah didapatkan dengan tepat, maka -dengan izin Allah Azza wa Jalla– penyakitpun menjadi sembuh”. (HR. Muslim)

Pada hadits ini dan juga lainnya terdapat penjelasan tentang kaitan antara sebab dan akibat. Sebagaimana terdapat penjelasan bahwa mengikuti hubungan antara sebab dan akibatnya tidaklah bertentangan dengan kewajiban bertawakkal kepda Allah Azza wa Jalla. Bagaikan makan dan minum untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga tidaklah menodai keutuhan tawakkal anda kepada Allah, demikian pula dengan pengobatan.

Bahkan pada kesempatan lain Rasulullah shallallahi wa sallam dengan tegas menganjurkan kita untuk mengupayakan pengobatan yang tepat bagi penyakit yang kita derita.

تداوَوْا؛ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً؛

“Berobatlah, karena sejatinya Allah Azza wa Jalla tiada pernah menurunkan suatu penyakit melankan telah menurunkan pula penawarnya.” (HR. Ahmad dan lainnya)

Namun demikian, perlu anda ketahui bahwa penjelasan ini berlaku selama anda tetap meyakini bahwa keterkaitan antara keduanya tersebut terjadi atas izin dan takdir Allah Azza wa Jalla. Keduanya saling bertautan atas kehendak Allah Ta’ala, bukan karena yang lain-Nya. Karena itu pada hadist Jabir radhiallahu anhu di atas dijelaskan bahwa efek sembuh dari suatu obat dapat diperoleh bila Allah mengizinkan. Bahkan bila Allah menghendaki, bisa saja suatu obat  berubah menjadi biang penyakit, demikian dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari 10/135.

Pengobatan Yang Menodai Tawakkal.

Ketika mengobati suatu penyakit, seorang tenaga medis biasanya menjelaskan kiat-kiat penggunaan obat yang ia Berikan. Namun sayangnya sering kali berbagai kiat tersebut belum mencukupi untuk mendapatkan kesembuhan yang diinginkan, terlebih bila ditinjau dari aspek syari’atnya. Karena bisa jadi kiat tersebut mungkin saja berguna bagi kesembuhan fisik pasien, namun ternyata menodai keutuhan imannya. Karena itu, berikut saya sebutkan beberapa kiat umum dalam pengobatan yang dapat menjaga keutuhan iman pasien anda:

Kiat Pertama: kesembuhan hanyalah kuasa Allah.

Diantara tugas utama seorang tenaga medis ketika mengobati ialah menjaga keutuhan iman pasiennya. Apalah artinya kesehatan bahkan kehidupan dunia bagi seorang muslim bila harus mengorbankan iman?  Karena itu seorang tenaga medis muslim bertanggung jawab menanamkan dan mengokohkan kesadaran pasiennya bahwa kesembuhan dirinya hanyalah ada di Tangan Allah Azza wa Jalla. Pengobatan yang ia lakukan hanya sebatas upaya, sedangkan hasilnya hanya Allah yang kuasa memberikannya. Simaklah ucapan nabi Ibrahim alaihissalam berikut :

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“Bila aku menderita sakit, maka hanya Allah yang kuasa menyembuhkanku.” (as Syu’ara’: 80)

Apapun upaya pengobatan yang anda berikan, maka sepatutnya anda  terus  menumbuhkan kesadaran agar pasien anda  menggantungkan harapannya hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dengan demikian batin dan lisan pasien anda akan terus memanjatkan doa kepada-Nya.

Dahulu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bila mendatangi orang yang sedang sakit, beliau mendoakannya dengan berkata:

أَذْهِبِ البَاسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ وَأَنْتَ الشَّافِي، لاَ شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا»

Hilangkanlah derita, wahai Tuhan manusia. Sembuhkanlah karena hanya Engkau Pemberi kesembuhan, tiada kesembuhan selain kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tiada menyisakan rasa sakit. (Muttafaqun alaih)

Kiat kedua: Berbaik Sangka Dengan Derita Yang Menimpa.

Keluh dan kesah apalagi su’uzhon seringkali menjadi benang kusut yang susah untuk diurai, sehingga dengannya urusan anda bertambah runyam dan kelam. Sebaliknya,  berpikir positif adalah awal dari setiap sukses dalam kehidupan dan urusan anda. Berdasarkan itu, tumbuhkanlah pola pikir positif pada pasien anda, agar ia optimis bahwa penyakit yang sedang ia derita pastilah mendatangkan kebaikan baginya, baik untuk urusan dunia atau akhiratnya. Dengan cara ini, pasien anda dapat tenang dan lapang dada menahan rasa sakitnya dan sabar pula menjalani pengobatannya.

«مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ»

“Tiada apapun yang menimpa seorang muslim, baik berupa rasa letih, sakit, gundah, penyesalan, gangguan, dan galau sampaipun duri yang menusuknya, melainkan dengannya Allah menghapuskan dosa-dosanya.” (Muttafaqun alaih)

Dengan kiat ini, derita pasien anda pastilah berbuah manis. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman, sesungguhnya semua urusannya baik baginya, dan yang demikian itu tidaklah mungkin dimiliki selain oleh orang yang beriman. Bila ia ditimpa kesenangan ia bersyukur, maka kesenangan itu baik baginya. Bila ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka kesusahan itu baik baginya. (HR. Muslim)

Kiat Ketiga: Ketepatan Pengobatan.

Diantara hal penting dalam pengobatan yang harus anda perhatikan ialah aspek ketepatan dalam berbagai hal. Tepat diagnosa penyakitnya, tepat obatnya, tepat waktu dan kadarnya dan tepat cara pengibatannya. Karena itu pada hadits di atas, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ»

“Setiap penyakit pastilah ada penawarnya, karenanya bila obat suatu penyakit telah didapatkan dengan tepat, maka -dengan izin Allah Azza wa Jalla– penyakitpun menjadi sembuh”. (HR. Muslim)

Kiat keempat: legalitas pengobatan secara syari’at.

Diantara hal penting yang wajib anda indahkan sebagai tenaga medis muslim ialah dengan senantiasa menjaga aspek legalitas syari’at ( kehalalan) setiap pengobatan yang anda berikan. Ingatlah selalu bahwa kesehatan adalah karunia Allah, sehingga satu perbuatan nista bila anda mengupayakannya dengan sesuatu yang Allah haramkan dan murkai. Simaklah petuah sahabat Abdullah bin Mas’ud berikut:

«إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ

“Sejatinya Allah tiada pernah meletakkan kesembuhan kalian pada hal-hal yang Allah haramkan atas kalian.” (HR. Bukhari dan lainnya )

Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan anda sebagai tenaga medis muslim yang sejati, sehingga dapat mengobati raga masyarakat anda dan menjaga keutuhan iman mereka. Amiin.

Oleh: DR. Arifin Badri, MA.

About A Halia