thayyibah.com :: Surga dan neraka merupakan hak prerogatif Allah SWT kepada hamba-Nya. Sang maha pencipta memberikan ujian kepada manusia di dunia untuk meraih salah satu dari dua tempat tersebut.
Untuk meraih surga, manusia berlomba-lomba melakukan ibadah yang dianggap bernilai pahala besar. Namun melakukan amal kebaikan juga tidak membuat seseorang dijamin mendapat tempat indah tersebut.
Sebuah riwayat menceritakan tentang wanita yang taat ibadah dijamin masuk neraka karena menyiksa seekor kucing, ada juga kisah tentang wanita tuna susila yang masuk surga karena menolong seekor anjing.
Ternyata makhluk Allah yang lain juga bisa membawa manusia menuju surga dan neraka. Seperti kisah tentang dua orang yang masuk surga dan neraka karena seekor lalat berikut ini. Salah satu dari mereka masuk neraka, sementara satunya lagi menikmati indahnya. Bagaimana kisahnya? Berikut ulasannya.
Ternyata kebaikan atau kejahatan yang kita nilai sepele bernilai besar menurut Allah. Sementara kebaikan yang kita anggap besar justru kecil di hadapan Allah.
Kisah ini ditulis oleh Imam Ahmad bin Hnibal dalam kitab yang berjudul Az Zuhud. Ia menulis sebuah riwayat yang disampaikan sahabat Salman Al Farisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat.”
Para sahabat yang bingung kemudian bertanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?”
“Ada dua orang lelaki,” jawab Rasulullah, “yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala.Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban (memberikan sesaji) sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu di antara dua lelaki itu, “Berkorbanlah!”
Ia pun menjawab, “Aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.”
Rasulullah meneruskan, mereka mengatakan, “Berkorbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat!”. Orang tadi kemudian menangkap lalat dan mengorbankannya. Karena pengorbanan tersebut mereka pun memperbolehkan dia untuk lewat dan meneruskan perjalanan. Karena sebab itulah, ia masuk neraka.
Mereka kemudian memerintahkan satu orang lagi untuk berkorban serupa seperti yang sebelumya. “Berkorbanlah!, Ia menjawab, “Tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah ‘azza wa jalla.” Akhirnya, mereka pun memenggal lehernya. Karena itulah, ia masuk surga.
Demikianlah keadaan dua orang manusia yang nasibnya berbeda karena salah satunya berujung di neraka selama-lamanya, dan yang lainnya berujung di surga selama-lamanya. Padahal, keduanya sebelumnya adalah sama-sama seorang Muslim.
Kisah serupa juga tertulis oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad. Ia menulis kisah seseorang yang berjumpa Imam al-Ghazali dalam sebuah mimpi. Imam al-Ghazali adalah ulama abad pertengahan dengan reputasi kealiman yang tak diragukan. Ia merupakan cendekiawan muslim yang komplet. Ia menguasai disiplin filsafat, soal teks-teks agama yang rumit dna sangat disiplin ibadah.
“Bagaimana Allah memperlakukanmu?” tanya orang tersebut.
Imam al-Ghazali lantas menceritakan bahwa saat berhadapan dengan Allah SWT ia ditanya bekal yang harus diserahkan kepada Allah. Ia kemudian mengatakan dengan menyebut satu per satu seluruh prestasi ibadah yang pernah ia jalani di kehidupan dunia. Namun Allah SWT menolak itu semua.
“Aku (Allah) menolak itu semua!” Ternyata Allah menampik berbagai amalan Imam al-Ghazali kecuali satu kebaikannya ketika bertemu dengan seekor lalat.
Suatu saat Imam al-Ghazali tengah sibuk menulis kitab hingga seekor lalat mengusiknya barang sejenak. Lalat “usil” ini haus dan tinta di depan mata menjadi sasaran minumnya. Sang Imam yang merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya itu.
“Masuklah bersama hamba-Ku ke sorga,” kata Allah kepada Imam al-Ghazali dalam kisah mimpi itu.
Kisah di atas tentu saja menjadi tamparan bagi golongan yang biasanya membanggakan pencapaiannya dalam beribadah. Karena sebenarnya yang bisa menilai ibadah seseorang adalah Allah SWT bukan diri sendiri atau manusia lain.
Segenap prestasi ibadah dan kebenaran agama yang disombongkan bisa jadi justru berbuah kenistaan. Maka janganlah pernah menyepelekan amal kebaikan walaupun kecil.Demikian juga dengan keburukan meski kita anggap kecil, karena bisa saja hal itu yang menjerumuskan orang ke neraka.