thayyibah.com :: Siapa manusia di atas muka bumi ini yang tidak mengalami permasalahan? Setiap kita, setiap manusia, pasti menghadapi problematika.
Ada yang diliputi kesedihan karena memikirkan kekurangan harta. Ada yang diliputi kesedihan karena memikirkan hutang yang bertumpuk-tumpuk. Ada yang diserang dengan kegundah-gulanaan karena mengharapkan anugerah anak yang tidak datang-datang. Dan ada juga yang bersedih karena merasakan penderitaan penyakit yang tidak kunjung sembuh.
Banyak orang yang mencari solusi dari problematika yang dihadapinya. Tentunya tidak mengapa, manusia harus berusaha untuk menghilangkan kesulitan yang dia hadapi. Bahkan dia harus berusaha. Akan tetapi, solusi yang paling utama yang terkadang dilupakan oleh seorang mu’min adalah solusi do’a.
DO’A MERUPAKAN SOLUSI YANG PERTAMA, BUKAN SOLUSI YANG TERAKHIR.
Bahkan dia adalah solusi yang pertama sebelum usaha yang lain dilakukan. Bukankah para ulama menyatakan bahwasanya:
الدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ
“Do’a adalah senjata orang mu’min.”
Yakinlah bahwasanya segala problematika/masalah, jika Allāh berkehendak, Allāh hanya mengatakan “Kun fayakun” maka hilanglah dengan sekejap mata.
Bahkan, solusi yang terbaik adalah do’a yang tulus yang diucapkan seorang hamba dalam waktu beberapa menit, yang keluar dari hati yang sangat dalam, bisa menghilangkan problematika yang mungkin telah dialami dalam waktu yang panjang.
Lihatlah bagamana para Nabi berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’ālā. Mereka para Nabi, orang-orang yang shalih, juga diuji oleh Allāh Subhānahu wa Ta’ālā, juga mengalami problematika dan kesedihan.
Nabi Ayyūb ‘alayhissalām
Lihatlah Nabi Ayyūb ‘alaihi salām yang pernah diuji oleh Allāh Subhānahu wa Ta’ālā dengan penyakit.
Allāh Subhānahu wa Ta’ālā berfirman menyebutkan tentang kisah Nabi Ayyub :
وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“(Dan ingatlah bagaimana) Nabi Ayyūb ‘alayhissalām, ketika dia berkata kepada Rabbnya, ‘(Ya Allāh), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Zat Yang Paling Maha Pengasih lagi Maha Penyayang’.”
(QS Al Anbiya: 83)
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا مَا بِهِ مِنْ ضُرٍّ ۖ
“Maka Kamipun kabulkan permintaannya dan Kami hilangkan penyakit yang dialaminya…”
(QS Al Anbiya: 84)
⇒ Satu kalimat yang keluar dari Nabi Ayyūb ‘alayhissalām, dengan do’a yang tulus dari hati yang dalam maka Allāh hilangkan penyakit yang dialami bertahun-tahun.
Nabi Yūnus ‘alayhissalām
Demikian juga Allāh sebutkan tentang Nabi Yūnus ‘alayhissalām:
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَىٰ فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nūn (Yūnus ‘alayhissalām), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap*;
‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zhalim’.”
(QS Al Anbiyā: 87)
*Beliau berada dalam 3 kegelapan;
⑴ Kegelapan perut ikan paus
⑵ Kegelapan malam
⑶ Kegelapan lautan
Siapa yang bisa menyelamatkannya kecuali Allāh Subhānahu wa Ta’āla?
Maka kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ ۚ وَكَذَٰلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ
“Maka Kamipun mengabulkan doanya dan Kami selamatkan dia dari kesedihan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.
(QS Al Anbiyā: 88).
⇒ Allāh tutup ayatnya dengan mengatakan “Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman”.
Artinya apa? Artinya, keselamatan ini bukan hanya khusus pada Nabi Yūnus ‘alayhissalām saja, tetapi juga pada kaum mu’minin.
Nabi Zakariyya ‘alayhissalām
Allāh sebutkan lagi dalam surat yang sama tentang Zakariyya:
وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: ‘Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik’.”
(QS Al Anbiyā: 89)
Nabi Zakariyya berdo’a ingin mendapatkan anak, “Ya Rabbku, jangan Engkau biarkan aku sendiri.”
Maka Allāh kabulkan permintaan Nabi Zakariyya ‘alayhissalām.
Saya ingin mengajak saudaraku sekalian untuk merenungkan bahwasannya:
DO’A MERUPAKAN SENJATA YANG PERTAMA, BUKAN SENJATA YANG TERAKHIR.
Bukan berarti saya mengajak Anda untuk tidak berusaha, usaha terus dijalankan karena Allāh dan Nabi memerintahkan kita untuk berusaha, tetapi do’a merupakan senjata yang pertama.
Dan jangan pernah kita meremehkan do’a (karena) do’a sering mendatangkan keajaiban.
Oleh karenanya disebutkan oleh para ahli tafsir seperti Ibnu Katsir rahimahullāh Ta’āla, kenapa Nabi Zakariyya setelah menikah sekian lama dan setelah mencapai masa tua, baru kemudian beliau meminta agar dianugerahi seorang anak?
Jawabnya, karena Nabi Zakaria melihat keajaiban yang terjadi pada Maryam bintu ‘Imrān.
Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman:
… وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“… Dan Allāh menjadikan Maryam dalam pemeliharaan Zakariya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati rizqi di sisi Maryam.
Zakariya berkata, ‘Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’
Maryam menjawab, ‘Makanan itu dari sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla.’
Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.”
(QS Āli ‘Imrān: 37)
Jadi, Maryam dipelihara oleh Zakariyya.
Padahal Maryam tidak keluar dari rumahnya. Seharusnya makanan tersebut diantarkan oleh Zakariyya, ternyata tiba-tiba ada makanan disitu.
Maka ini menakjubkan Zakariyya ‘alayhissalām dan rizqi yang datang kepada Maryam adalah rizqi yang menakjubkan.
Disebutkan oleh para ahli tafsir:
Allāh memberikan buah-buahan yang tidak muncul kecuali di musim panas dan Allāh hidangkan di musim dingin.
Dan sebaliknya, tatkala musim panas Allāh hidangkan buah-buahan yang tidak tumbuh kecuali di musim dingin.
Dari situ, kata Allāh:
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ.
“Maka saat itu juga Zakariyya berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”
(QS Āli ‘Imrān: 38)
Sehingga, walaupun dia melihat dirinya sudah tua dan istrinya dalam keadaan mandul, namun hal ini tidak menjadikan Zakariyya putus asa.
Maka diapun berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla setelah melihat keajaiban tersebut. Sebagaimana Allāh sebutkan do’a Zakaria dalam Surat Maryam.
Kata Allāh Subhānahu wa Ta’āla:
ذِكْرُ رَحْمَةِ رَبِّكَ عَبْدَهُ زَكَرِيَّا (٢) إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاء خَفِيًّا (٣) قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّي وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَلَمْ أَكُن بِدُعَائِكَ رَبِّ شَقِيًّا(٤) وَإِنِّي خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِن وَرَائِي وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا فَهَبْ لِي مِن لَّدُنكَ وَلِيًّا(٥)
“Kami menyebutkan rahmat Kami terhadap hamba Kami (Zakariyya), tatkala dia menyeru Rabbnya dengan suara yang lirih, ‘Ya Allāh, aku sudah sangat tua, tulangku sudah rapuh dan rambutku sudah memutih semua. Akan tetapi aku tidak pernah putus asa dari meminta kepadaMu. Istriku sudah mandul dan aku sudah sangat tua, akan tetapi anugerahkanlah kepadaku seorang anak’.”
(QS Maryam 2-5)
Lihatlah Zakariyya, yang sudah dalam keadaan sangat tua, istrinya mandul, kalau dilihat secara sebab maka tidak mungkin ada seorang anak dari istri yang mandul apalagi dari seorang yang sudah sangat tua.
Ternyata Allāh kabulkan permintaan Zakariyya ‘alayhissalām.
Dari sini kita yakin bahwasanya terkadang do’a melakukan berbagai macam keajaiban.
(Hanya saja) Tinggal do’a tersebut harus kita keluarkan:
Dari hati yang tulus. Dengan penuh adab kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dengan pengharapan kepada Alah Subhanahu wa Ta’ala. Dan yakin bahwasanya Allah Maha Mengabulkan segala do’a.
Oleh kerenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالْإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdo’alah kalian kepada Allāh dalam keadaan yakin bahwasanya Allāh akan mengabulkan do’a kalian. Dan ketahuilah bahwasanya Allāh tidak akan mengabulkan do’a dari hati yang lalai.”
(HR Tirmidziy, dihasankan Syaikh Al Albāni)
Oleh karenanya, Allāh tidak akan mengabulkan do’a dari hati yang lalai, maka tatkala berdoa perlu: keseriusan, keyakianan, husnuzhan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, dan pilih waktu-waktu yang mustajab; sepertiga malam yang terakhir, tatkala Allāh turun ke langit dunia.
Allāh menyatakan:
هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ فَأُعْطِيَهُ
“Apakah ada diantara hamba-hambaKu yang beristighfar akan aku ampuni? Apakah ada diantara hambaKu yang meminta akan aku kabulkan permohonannya?”
(HR al-Baihaqi dalam kitab “Syuabul Iman” no. 3836 dari jalan Jami’ bin Shabih ar-Ramli dari Markhum bin ‘Abdul ‘Aziz dari Dawud bin Abdurrahman dari Hisyam bin Hassan dari al-Hasan dari sahabat ‘Utsman bin Abil ‘Ash)
Barangsiapa yang bangun ditengah malam kemudian dibuka dengan shalat malam, kemudian berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan hati yang tulus dengan penuh pengharapan dengan husnuzhon kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla, maka sulit untuk tidak dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Oleh karenanya, jangan pernah meremehkan do’a.
Imam Syāfi’ī rahimahullāh berkata:
أتهزأ بالدعاء وتزدريه … وما تدري بما صنع الدعاءُ
“Janganla engkau mengejek do’a dan jangan engkau meremehkan do’a… Engkau tidak tau apa yang bisa dilakukan oleh do’a.
سهام الليل لا تخطي ولكن … له أمدٌ وللأمد انقضاء
“Doa itu ibarat panah-panah yang dilepaskan ditengah malam, tidak akan meleset (pasti suatu saat akan mengena)… Tetapi untuk mengena itu butuh waktu.”
Oleh karenanya seorang tatkala berdo’a di malam hari, yakinlah suatu saat pasti dikabulkan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, cepat atau lambat.
Allāh yang lebih mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya.
Marilah kita bersama-sama berdo’a kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dengan penuh keyakinan dan pengharapan, niscaya Allāh akan menghilangkan segala probematika yang kita hadapi dengan do’a yang tulus. (put/thayyibah)