thayyibah.com :: Hari ini, Selasa 20 Oktober 2015, genap satu tahun Jokowi-Jusuf Kallah memimpin pemerintahan negara ini. Hari ini akan terjadi demonstrasi mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat yang terjadi di depan istana dan di gedung DPR. Demonstrasi ini adalah gambaran dari ketidakpuasan masyarakat akan kepeminpinan Jokowi-Jusuf Kalla.
Hari ini pula, kita rasakan harga-harga bahan pokok melambung, harga bahan bakar mahal, PHK terjadi di mana-mana, buruh dari Cina banjiri negeri, nilai rupiah yang merosot, KPK “terancam” dimandulkan, penangan korupsi lambat, impor pangan terus meningkat, utang luar negeri makin menumpuk, Cina makin diberi tempat dalam industri dalam negeri, kapitalis asing dan Cina makin mendapat tempat dan sebagainya.
Hari ini, tepat satu tahun Jokowi-Jusuf Kallah memerintah. Kita makin resah. Kita merasa resah atas situasi bangsai ini.
Kinerja pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla selama ini dinilai sangat mengecewakan, menyimpang dari janji-janji kampanye (Nawacita), gagal mewujudkan Trisakti, dan membuat situasi ekonomi nasional bertambah buruk.
Semua permasalahan bangsa hari ini tak lepas dari diri Presiden Jokowi. Meski sebagai presiden, Jokowi masih belum lepas dari bayang-bayang Megawati. Terlihat dalam berbagai pengambilan keputusan negara, tekanan dari Mega masih terasa. Belum lagi seringnya Megawati hadir dalam berbagai acara kenegaraan. Pernyataan Megawati bahwa Jokowi adalah ‘Petugas Partai’ (PDIP) adalah bukti dominasi Megawati pada Jokowi ini. Padahal seharusnya sebagai presiden Jokowi dapat bersikap lebih independen.
Jokowi juga punya punya hubungan buruk dengan para menteri yang merupakan pembantunya. Jokowi dinilai mengalami kesulitan mengarahkan para menteri. Ini bisa dilihat dari adanya pernyataan yang saling bertentangan antara Jokowi dan para menterinya. Contoh terakhir, ketika Menko Maritim, Rizal Ramli menyerang Wapres Jusuf Kalla untuk beberapa isu. Ini justru membuat kondisi kabinet semakin gaduh. Harusnya Jokowi menertibkan menteri-menterinya.
Kepemimpinan Jokowi yang dinilai lemah ini sebagai akibat dari terlalu dipaksakannya dia menjadi seorang pemimpin. Dia lahir secara instan dan sebuah rekayasa dann konspirasi media berupa pencitraan. Padahal, pemimpin itu tidak bisa lahir dari sebuah proses rekayasa media. Presiden atau pemimpin tidak bisa hanya dari hasil proses pencitraan.
Pemimpin yang lahir dari sebuah proses rekayasa akan adalah akan berada dalam kemasan polesan yang menipu. Pemimpin jenis ini, cepat atau lambat akan menuai persoalan kebangsaan yang besar. (Redaksi/Thayyibah)