thayyibah.com :: Ahmed Mohamed, bocah berusia empat belas tahun, menjadi pembicaraan dunia. Sebabnya, dia menciptakan jam kecil yang ditempelkan di alat tulis dan disita guru sekolahnya. Persoalannya menjadi serius, sebab sang guru mengira jam itu sebagai pemicu jarak jauh (remote) untuk sebuah bom. Sekolah lalu memanggil polisi, Ahmed diinterogasi, dan akhirnya diborgol.
Amerika gempar. Seorang anak yang kreatif kok malah diborgol. Apa salah bocah itu? Tentu, tak ada kesalahan yang dilakukannya. Kesalahan satu-satunya adalah karena dia bernama ‘Ahmed Mohamed’, sebuah nama yang mengantarkannya menjadi pesakitan selama beberapa hari di tahanan polisi.
Menyimak peristiwa ini, saya jadi teringat film My Name is Khan yang dibintangi oleh Shahrukh Khan (berperan sebagai Rizwan Khan) dan Kajol (berperan sebagai Mandira). Di film itu Rizwan yang autis ditelanjangi saat masuk Amerika karena membawa gelang tasbih. Rangkaian peristiwa (fakta dan film) tersebut seakan membenarkan apa yang pernah ditulis Akbar S. Ahmed dalam “Postmodernism and Islam: Predicament and Promise”. Katanya, “Islam, from the time of Crusades, has been seen as barbarous, licentious and enemy of Christianity;…”. (Penguin Book – India, 1993. Hal. 3).
Maka, apa yang menimpa Ahmed Mohamed itu adalah phobia yang berlebihan pada (nama) Islam. Dan ketakutan itu menjalar bukan hanya di Amerika tetapi negara-negara lainnya, bahkan di Indonesia. (Ingatlah kasus nama “Muhammad” yang tidak boleh lewat lampu hijau di imigrasi kita).
Peristiwa penahanan Ahmed Mohamed sampai mengundang perhatian Barack Obama. Maklum, janji politik Obama adalah equality : kesetaraan. Di twitter, Obama menulis, “Cool clock Ahmed, Want to bring it to the White House? We should inspire more kids like you to like sciences.” Obama boleh menulis demikian indah. Tetapi pelabelan Islam sebagai teroris, barbaris, anti peradaban dan label buruk lainnya tak mudah hilang dari persepsi rakyat Amerka.
Menurut saya, apa yang ditawarkan Mark Zuckerberg, CEO Facebook, menarik sekali dalam upaya mengapresiasi anak-anak cerdas. Mark menawarkan kesempatan pada Ahmed untuk mengembangkan diri di perusahaannya. “If you want to come by Facebook, I would love to meet you.” Ayo Ahmed, kesempatan telah terbuka untukmu, walau pun harus diborgol dulu oleh polisi. (Inayatullah Hasyim/thayyibah)