Breaking News
Jamaah Mengumpulkan Uang dan Perhiasan sebagai Sedekah KepadaYusuf Mansur. (Foto : Jawa Pos)

MENGGUGAT KONSEP DAN APLIKASI SEDEKAH YUSUF MANSUR (4)

Jamaah Mengumpulkan Uang dan Perhiasan sebagai Sedekah KepadaYusuf Mansur. (Foto : Jawa Pos)
Jamaah Mengumpulkan Uang dan Perhiasan sebagai Sedekah KepadaYusuf Mansur. (Foto : Jawa Pos)

Menggondol Semua Uang dan Harta Sampai Ada yang Meminta Kembali

thayyibah.com :: Rabu, 6 Agustus tahun lalu di Lapangan Blambangan, Banyuwangi. Ribuan pegawai negeri sipil (PNS) mengikuti halal bihalal bersama Bupati Abdullah Azwar Anas. Yusuf Mansur hari itu mendapat tempat istimewa, dia hadir sebagai penceramah.

Setelah berceramah, ribuan abdi negara itu spontan menyumbangkan harta mereka untuk pendirian pondok pesantren yang disebutkan Yusuf Mansur. Tidak tanggung-tanggung, sumbangan yang berhasil terkumpul berupa lahan 3 hektare (3 ha). Selain itu, ada mobil, sepeda motor, perhiasan emas, emas batangan, dan uang jutaan rupiah.

Hari itu Yusuf Mansur memulai ceramahnya dengan berpesan, “agar PNS sebagai abdi negara harus ikhlas melayani masyarakat. Abdi negara jangan mengandalkan Pak Bupati dan Pak Sekda. Kita bekerja ikhlas melayani masyarakat untuk mencapai rida Allah.” Itu adalah pesan-pesan sangat normatif.

Seperti biasa, di mana dan kapanpun Yusuf Mansur berceramah, isi ceramahnya menganjurkan audiens bersedekah. Sedekah akan melancarkan rezeki. Sedekah tidak akan mengurangi rezeki, justru akan melipatgandakan rezeki. Balasan sedekah dari Allah SWT tak lain tak bukan adalah soal materi, soal harta yang bertambah, berlimpah. Tak lupa, seperti biasa, Yusuf Mansur membumbui ceramahnya dengan kisah-kisah orang bersedekah yang berhasil, seperti mendapatkan harta atau sesuatu yang berhubungan dengan materi atau kesuksesan lainnya.

Seperti biasa juga, pada menit-menit terakhir ceramahnya, Yusuf Mansur mengadakan tes. Dia bertanya, apakah ada yang ikhlas menyumbangkan uang atau perhiasan yang dibawa? Dua orang maju dan spontan memberikan uang dan cincin. Melihat sumbangan spontan tersebut, Yusuf Mansur, seperti biasa, mendoakan dua orang tersebut agar keinginan mereka terkabul.

Kemudian, seperti biasa, Yusuf Manyur memberikan tes kedua, lalu puluhan audiens maju ke pentas dan spontan menyumbangkan perhiasan dan uang. Tawaran barang yang disedekahkan lebih tinggi, motor dan mobil. Beberapa orang pun maju untuk menyumbangkan kendaraan. Akhirnya, ada juga mau menyedekahkan 3 ha tanah.

Untuk apa uang, perhiasan, kendaraan dan tanah yang dikumpulkan Yusuf Mansur itu? Seperti biasa, Yusuf Mansur selalu berkata, untuk pembangunan Pondok Pesantren Daarul Quran, baik di Celeduk, Tangerang, Banten, maupun di daerah-daerah. Untuk pengumpulan harta di Banyuwangi ini, Yusuf Mansur berjanji untuk membangun di Desa Benelan Kidul, Kecamatan Singojuruh.

Berceramah di hadapan bupati dan PNS di Banyuwangi ini adalah salah satu contoh. Yusuf Mansur melakukan ceramah di mana-mana, dari masjid ke masjid. Dari instansi ke instansi. Dari gedung ke gedung. Dari kota ke kota. Biasanya, beberapa hari sebelum Yusuf Mansur datang berceramah, di kota tempat dia berceramah itu sudah beredar brosur, pamflet, spandung, baliho dan undangan.

Kehadiran Yusuf Mansur di suatu kota, pada tempat-tempat yang dia bercemah itu, biasanya dia diundang oleh si pemilik acara. Diantara pemilik acara itu ada dari bidang kerohanian Islam bila pada instansi pemerintah atau kantor/perusahaan swasta. Ada dari pengurus masjid kantor. Ada dari panitia pembangunan masjid atau dari panitia hari besar Islam.

Para pengundang itu ada yang punya niatan tertentu, seperti mengumpulkan dana guna pembangunan masjid atau untuk membiayai kegiatan lembaga mereka. Sebagai contoh, satu event organizer (EO) di Medan pernah mengundang Yusuf Mansur. Mereka bermaksud mengumpulkan dana pembangunan masjid di Medan. Sayang, setelah acara, uang dan harta yang terkumpul justru dibawa pulang oleh Yusuf Mansur. Oleh karenanya, EO tersebut merasa tidak perlu lagi memberikan honor ceramah kepada Yusuf Mansur.

Setiba di Jakarta, Yusuf Mansur bercerita bahwa EO tersebut sudah menelantarkannya di Medan. Cerita itu akhirnya sampai ke telingat teman pemilik EO tersebut yang tak lain adalah seorang pengusaha nasional. Pengusaha itu akhir menegur pemilik EO itu, namun cerita Yusuf Mansur itu dibantahnya. “Bagaimana kami bisa memberikan honornya, sedangkan semua uang dan harta yang terkumpul sudah digondol Yusuf Mansur ke Jakarta?”, begitu kata pemilik EO itu seperti yang dituturkan pengusaha itu. Cerita ini pernah direkonstruksi oleh si pengusaha di hadapan Yusuf Mansur dalam sebuah kesempatan di Jakarta Juni lalu dihadapan pemimpin redaksi sebuah situs berita terkenal dan seorang pimpinan pesantren dari Ciamis, Jawa Tengah.

Selain menghadiri acara sebagai undangan, Yusuf Mansur melalui rekan-rekannya di daerah juga kerap mengadakan seminar-seminar. Kegiatan yang sebenarnya bermuatan ilmiah ini dibungkus dalam sebuah acara bertajuk motivasi. Thema-thema yang diangkut juga tak beda dari buku-buku yang ditulis Yusuf Mansur, seperti ’40 Hari Bebas Hutang’, ‘Cara Cepat Kaya’ dan sebagainya. Semua kegiatan baik ceramah acara keagamaan maupun acara seminar, selalu berujung pada pengumpulan dan harta audiens yang disebut Yusuf Mansur sebagai sedekah.

Adalah sebuh pertanyaan, apakah audiens yang sudah mengumpulkan uang dan harta yang kemudian dibawa pulang Yusuf Mansur itu berapa nilainya yang terkumpul? Benarkah uang dan harta itu dipakai oleh Yusuf Mansur untuk pembiayaan Pesantren Darul Qur’an yang dia maksud? Dan, apakah seorang Yusuf Mansur dengan segala kapasitas pribadinya, bolehkah dia meminta dan menerima sedekah?

Ada catatan menarik yang belakangan mulai muncul, yakni mulai ada orang yang pernah memberikan hartanya berupa tanah dan bangunan kepada Yusuf Mansur belakangan memintanya kembali. Salah satu diantaranya adalah orang yang bernama (inisial) WYT, yang tinggal Ujungberung, Bandung. Dalam sebuah cermaha di Solo, WYT menyerahkan dua bidang tanah miliknya yang terletak di Gonilan, Kartosuro, Sukuharjo dan di Karanganyar, Jawa Tengah. WYT juga menyerahkan uang sebesar Rp. 10 juta untuk program invetasi Patungan Usaha Yusuf Mansur. Seperti biasa, Yusuf Mansur berdalih, harta yang diserahkan WYT itu akan digunakan untuk anak yatim piatu di Pesantren Tahfidzul Qur’an miliknya.

Beberapa kali WYT mendatangi Yusuf Mansur di kediamannya di Cileduk untuk meminta pertanggungjawaban penggunaan hartanya. Sayang Yusuf Mansur selalu mengelak untuk bertemu sehingga WYT beranikan diri untuk meminta kembali hartanya itu. Merasa tak mudah bertemu Yusuf Mansur, WYT memberikan kuasa kepada seseorang di Solo untuk membantunya. Si penerima kuasa akhirnya melayangkan somasi kepada Yusuf Mansur. Usaha ini akhirnya berbuah hasil. Pada tanggal 16 Juni 2015 lalu, lewat Yayasan Darul Qur’an Nusantara Cabang Semarang Yusuf Mansur mengembalikan seetfikat tanah milik WYT.

Masih dari Solo. Seorang peserta investasi Patungan Usaha (PU) Yusuf Mansur, bernama EF, dalam Ramadhan yang beru lewat pernah meminta kembali dana investasinya sebesar Rp. 12 juta itu. Seperti yang sudah ramai diberitakan, Program Investasi PU ini sudah dipaksa tutup oleh Otoritas Jasa Keungan (OJK) dalam tahun 2013 lalu.

EF merasa dipermainkan oleh Yusuf Mansur karena dia tidak pernah mendapat laporan perkembangan investasinya. EF malah kembali diajak mengikuti program investasi Yusuf Mansur yang baru. Oleh karena itu, lewat pengacaranya di Jakarta, EF meminta kembali uangnya lewat sebuah somasi. Kasus ini juga mencuat di beberapa situs berita. Untuk menyikapi somasi ini, Yusuf Mansur mengutus rekannya menemui EF dan memaksanya untuk mencabut surat kuasanya kepada pengacara itu. Kasus inipun berhenti setelah EF, Yusuf Mansur dan rekannya serta si pengacara bertemu di Jakarta 4 Agustus lalu. EF beralasan, tak elok kalau uang yang hanya sebesar Rp. 12 juta bisa menjadi masalah hukum.

Sekedar mengingatkan, media nasional pernah menulis peserta investasi PU Yusuf Mansur seperti EF ini ada dua ribu orang. Wow..!

Seseorang dari Klaten, Jawa Tengah, bernama MI, juga pernah meminta kembali uangnya yang pernah diberikan kepada Yusuf Mansur. Kasus ini sama seperti WYT di atas. Dalam kronologis yang dibuatnya MI mengakui, bahwa sedekah yang diberikan kepada Yusuf Mansur sebesar Rp. 5 juta karena keterpaksaan. “Saya “ditodong” di depan umum oleh Yusuf Mansur dalam sebuah acara bertajuk ‘Riyadhah 40 Hari Bebas Hutang’ yang berlangsung di Gd. Dharma Wanita di Klaten pada pertengan tahun 2012. Memang pada saat itu MI tidak memberikan uang tunai, karena itu Yusuf Mansur memintanya mentransfer pada kesempatan berkutnya.

Beberapa hari kemudian, masih di Klaten, Wisata Hati Klaten menggelar acara yang menghadirkan Syech Ali Jabeer. Setelah acara, panitia lokal kehabisan uang untuk membayar gedung. Lalu, mereka menghubungi MI meminta sedekah yang sudah ditodong Yusuf Mansur itu. Usaha MI untuk meminta kembali uangnya itu masih belum berhasil hingga saat ini. (tabrani/thayyibah)

About Tabrani Sabiri, Lc, M.Ag.

TABRANI SABIRIN, Lc, M.Ag. Lahir di Solok, Sumatera Barat, 14 Agustus 1965. Menyelesaikan pendikan S1 di Universitas Al Azhar, Kairo Mesir. Sedangkan S2 diselasaikan di UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta. Menjadi staf pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN dari tahun 1998 sebagai PNS. Karena ketertarikannya pada dunia politik dan bisnis, akhirnya Thabrani meninggalkan UIN pada tahun 2009. Kini mantan Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus, PP Muhammadiyah dan anggota DPRD Provinsi Banten ini lebih aktif dalam dunia bisanis dan dakwah.