thayyibah.com :: Kemarin Selasa (1/9) massa buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) yang merupakan gabungan dari beberapa konfederasi serikat buruh seperti KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan Serikat Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (SBTPI) menggelar menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara dan beberapa ruasa jalan ibukota.
Sehari sebelumnya Presiden KSPI, Said Iqbal mengatakan, demonstrasi besar ini sebagai buntut dari ancaman PHK besar-besaran seiring dengan menurunnya daya beli buruh dan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Situasi ini yang makin membuat buruh Indonesia makin masuk dalam penderitaan yang tanpa batas.
Menurut Said, nasib buruh saat ini pun semakin tak menentu. Pasalnya, dalam sepekan terakhir, nilai tukar rupiah telah menembus di angka 14.000 per dolar AS. Imbasnya, kalangan pengusaha pun merasakan dampak yang serius karena material impor akan menjadikan perusahaan merugi dan langkah perumahan sampai ancaman PHK ratusan ribu buruh di sektor padat karya pun sudah di depan mata.
Pada demonstrasi kemarin, masa buruh menyampaikan beberapa tuntutannya kepada pemerintah, antara lain, turunkan harga barang Pokok (sembako) dan BBM, menolak PHK akibat melemahnya rupiah dan perlambatan ekonomi serra menolak masuknya tenaga kerja asing dan mendorong aturan wajib berbahasa Indonesia bagi buruh asing yang sudah ada. Buruh juga menuntut agar dinaikannya upah minimum 2016 sebesar 22 persen dan merevisi PP tentang jaminan pensiun yaitu manfaat pensiun buruh sama dengan pegawai negeri sipil (PNS) bukan Rp 300 ribu per bulan setelah 15 tahun. Disamping itu, buruh juga menuntut perbaikan pelayanan BPJS Kesehatan dan masih ada tuntutan lainnya.
Majelis Rakyat Indonesia (MARI) juga turut ambil bagian dalam demo kemarin. Thema demo yang mereka usung lebih luas lagi, yakni mengajak seluruh masyarakat menuntut Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mundur dari jabatannya. Desakan itu disampaikan lantaran selama sepuluh bulan pemerintahan berjalan, keduanya belum dapat menyejahterakan masyarakat. MARI menuding, kebijakan pemerintahan kini bertentangan dengan nilai kemasyarakatan.
Melalui pernyataan sikap yang diteken Eggi Sudjana dan Yusuf AR MARI menuding kebijakan Presiden Joko Widodo terkait liberalisasi harga BBM premium sangat menyengsarakan rakyat dan bertentangan dengan prinsip perekonomian pasal 33 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Pernyataan sikap politik yang disebarkan bersamaan momen demonstrasi buruh, Selasa, 1 September 2015 ini juga menilai, kebijakan Joko Widodo membangun kereta api cepat Jakarta-Bandung adalah proyek mercusuar. Hal itu dianggap bertentangan dengan prinsip ‘Ambeg Paramaarta.’
MARI menganggap, kebijakan Jokowi sangat liberal, menegasi dan mengurangi hak warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan layak seperti tertuang pada pasal 27 ayat 2 UUD 1945.
Buruh Lokal dan Buruh Cina
Buruh dan MARI juga menyampaikan keprihatinannya kepada pemerintah menyangkut tenaga kerja asing yang mulai membanjiri Indonesia. Masalahnya, sebagian besar buruh asing yang datang dari Cina itu berada di sektor infrastruktur. Bukan cuma tenaga ahli, pekerja tingkat paling rendah seperti kuli bangunan pun ada. Anehnya, Kementerian Ketenagakerjaan seperti tak berdaya membendungnya. Alasannya, ada rekomendasi dari kementerian teknis.
Membanjirnya buruh asal Cina di tanah air ini berawal dar permintaan Jokowi lewat pidatonya di KTT APEC di Beijing, 8-12 November 2014 agar negara-negara Asia Pasifik datang dan menanamkan modalnya di Indonesia ditanggapi dengan sangat antusias oleh Cina. Cina kemudian langsung membuat rencana investasi besar-besaran di Indonesia. Penjajakan investasi itu dikonkritkan oleh Presiden Jokowi lewat kunjungannya ke Beijing pada tgl 25-27 Maret 2015 yang lalu. Dalam kunjungan itu, Presiden Jokowi berhasil menyepakati delapan nota kesepahaman Indonesia-China.
Kedelapan nota kesepahaman itu adalah kerjasama ekonomi antara Kemenko Perekonomian RI dan Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional RRC, kerjasama Proyek Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung antara Kementerian BUMN dan Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional RRC, kerjasama maritim dan SAR antara Basarnas dan Kementerian Transportasi RRC, Protokol Persetujuan antara Pemerintah RRC dan RI dalam pencegahan pengenaan pajak ganda kedua negara, Kerja Sama Antariksa 2015-2020 antara LAPAN dan Lembaga Antariksa RRT, kerjasama saling dukung antara Kementerian BUMN dan Bank Pembangunan China Pembangunan, kerjasama antara pemerintah RRC dan RI dalam pencegahan pengenaan pajak ganda kedua negara dan kerja sama bidang industri dan infrastruktur antara Kementerian BUMN dan Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional RRC.
Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman itu, Wakil Perdana Menteri Cina Liu Yandong, datang ke Indonesia pada tanggal 27 Mei 2015. Dalam sambutannya di Auditorium FISIP UI, Yandong mengatakan bahwa akan mengirimkan banyak warga negaranya untuk datang ke Indonesia demi mencapai kerjasama yang ideal antara Indonesia dan Cina dalam berbagai bidang. Menurut Liu Yandong kala itu, Cina akan lebih mempererat kerja sama dengan Indonesia di bidang keamanan politik, ekonomi dan perdagangan, serta humaniora. Kerjasama bilateral Indonesia-Cina sangat penting mengingat jumlah penduduk kedua negara sangatlah besar mencapai 1.6 miliar jiwa atau seperempat dari total penduduk dunia.
Begitulah nasib buruh tanah air. Satu sisi pemerintah mengabaikan hak-hak mereka serta banyaknya pengangguran, sementara sisi lain pemerintah melonggarkan masuknya tenaga kerja Cina masuk sekaligus memanjakan mereka. Sungguh prihatin.