Breaking News
Yusuf Mansur (Istimewa)

Menggugat Konsep dan Aplikasi Sedekah Yusuf Mansur (1)

 

Kritiklah Yusuf Mansur, Kau Akan Dibully

yusuuf-mansur_660x330thayyibah.com :: Tak dapat dipungkiri bahwa sejak pemerintahan Jokowi dilantik, ekonomi nasional terus menerus mengalami goncangan. Memasuki bulan Agustus ini, daging sapi hilang dari pasaran menyusul mahalnya harga daging tersebut. Lalu, harga ayam potong ikut-ikutan naik. Ekonomi nasional makin terpuruk seiring dengan terpuruknya nilai Rupiah terhadap Dollar AS, hamper menyentuh Rp. 14.000. Ahli-ahli keuangan dan ekonomi berlomba menyampaikan teori-teori perbaikan ekonomi, pemerintah sibuk bekerja memperbaiki sendi-sendi ekonomi. Langkah Presiden Jokowi merombak susunan kabinetnya adalah bagian dari usaha mendongkrak Rupiah ini.

Selain para ahli ekonomi, Yusuf Mansur (YM) seorang ustadz yang sangat terkenal itu juga turut rembuk menyampaikan solusinya. Berbeda dengan ahli ekonomi, YM justru memberikan solusi mendongkrak Rupiah dengan jurus yang berbeda. Tak perlu teori-teori ekonomi dan keuangan yang jlimet, tak perlu aksi ekonomi, tak perlu kerja keras, cukup dengan doa. Solusi ini disampaikan YM melalui akun twitternya (15/7). Dia menulis –seperti biasa dalam bahasa yang sederhana dan dalam dialek Betawi—YM menulis, “270an juta penduduk Indonesia, doa bareng, 40 hr, pake 7 TV Nasional, pagi siang sore malam, beres dah. Dolar bisa lngsg di bawah ceban.”

Tak sampai lima menit, kicauan YM itu langsung ramai mendapat komentar, salah satunya dari Rangga Sujud Widigda (@RanggaWidigda), “Kalo 318 jt rakyat amerika bales doa bareng juga maka dollar akan naik dengan prosentase 318/270. Sepertinya strategi tidak tidak efektif.”

Sehari setelah YM berkicau, Ade Armando, dosen UI yang sering membuat status kontroversi dalam status facebooknya membuat tanggapan yang mengkritisi konsep YM itu. Dia menulis, “Logika Yusuf Mansur yang bilang kalau 270 juta rakyat Indonesia berdoa harga dolar akan di bawah 10 ribu adalah bukti mengapa beragama itu harus pakai akal.” Tidak butuh waktu lama, hanya beberapa jam setelah status Ade Armando itu muncul, lebih dari seratus orang “menghujat” Ade Armando. Para penghujat seperti tak perlu memakai logika untuk mendebat Ade Armando, mereka mencaci dan memaki, sambil tentu saja membela YM habis-habisan.

Sehari setelah itu, Denny JA membuat riset kecil-kecilan, juga dalam media Facebook. Sebagai pengantar risetnya itu, Denny JA menulis, “Survei kecil-kecilan: menurunkan kurs dollar dengan doa bersama? Sahabat, setujukah Anda bahwa kurs dollar bisa diturunkan dengan doa bersama penduduk Indonesia? Inilah yang dianjurkan Ustadz Yusuf Mansur. Bahwa dengan doa bersama, apalagi dgn 7 TV nasional, nilai tukar dollar segera akan turun menjadi di bawah sepuluh ribu rupiah. Jika seruan ini benar, bukankah sang ustadz layak dinominasikan menerima Nobel ekonomi karena berhasil menemukan solusi yang tak terpikirkan ekonom kawakan manapun. Jika seruan ini salah, bukankah itu contoh banyaknya ustadz yang menggampangkan persoalan. Bukannya pencerahan yang diajarkan tapi jalan pintas yang tak menghargai ilmu ekonomi, bahkan dapat membuat ajaran agama menjadi bahan tertawaan dunia? Setujukah atau tidak setujukah Anda dengan ajakan Ustadz Yusuf Mansur itu? dan Apa alasannya? Alasan ini penting agar tulisan sahabat dapat ikut mencerdaskan pembaca.”

Hanya dalam hitungan menit, ajakan Denny JA yang sesungguhnya meminta pendapat masyarakat ini, langsung mendapat respon. Alih-alih Denny JA mendapat masukan positif untuk survey-nya ini, dia malah dibully habis-habisan di media sosial. Meski ada yang menyampaikan pendapat yang cerdas, namun yang menghujat dan memaki Denny JA sangat banyak. Ajakan untuk berdiskusi dengan baik malah ditanggapi dengan hujatan.

Ajakan Denny JA untuk berpikir kritis dan kritikan Ade Armando terhadap YM ini mengingatkan penulis akan pengusaha nasional Pupso Wardoyo yang mencoba mengkritik pola pengumpulan dan aplikasi sedekah YM pada sebuah situs berita awal Mei lalu. Dari hasil wawancara dengan pemilik jaringan rumah makan Ayam Bakar Wong Solo, seorang kontributor situs itu menulis artikel dengan judul, “Puspo Wardoyo: Tegakkan Amar Makruf Nahi Munkar Kepada Yusuf Mansur”. Dalam artikel itu Puspo Wardoyo mengkritisi konsep dan aplikasi sedekah YM yang dinilainya ada yang bertentangan dengan nilai-nilai sedekah dalam Islam. Sayangnya, pemikiran Puspo Wardoyo itu disambut dengan kecaman dan hujatan terhadap pribadi Puspo Wardoyo. Bahkan, penulis dan situs tersebut juga menjadi sasaran hujatan. Hanya dalam sehari, ruang tanggapan dalam rubrik artikel tersebut menjadi seperti keranjang sampah, tempat orang membuang kata-kata kotor dan kalimat-kalimat busuk.

Melihat fenomena ini, seorang teman yang terbilang pakar dalam dunia sosial media memberi tanggapan, bahwa semua kasus bullying di media sosial tidak semuanya murni suara masyarakat. Bisa jadi itu adalah bagian dari upaya orang yang dikritik untuk mengatur semua interaksi sehingga dia makin mendapat simpati. Teman ini kemudian menceritakan kasus-kasus yang terjadi dalam musim pemilu dan pilpres lalu. Seorang kandidat presiden perlu membuat sebuah tim yang khusus “menguasai” media sosial yang bertugas membuat citra positif jagoannya sekaligus “melawan” kritikan. “Jadi semua jenis dukungan dan perlawanan dilakukan oleh sebuah tim yang masing-masing orangnya di dalamnya memiliki lebih dari seratus akun,” demikian teman itu menjelaskan.

Terlepas dari benar atau tidak informasi teman itu, dari ketiga kasus di atas, penulis menilai, masih banyak orang yang berpikir bahwa YM tidak boleh dikritik, karena dia selalu benar, karena dia tampak sangat shalih. Di samping itu, baik YM sendiri maupun orang-orang di sekitarnya sering memberikan “peringatan”, bahwa hidupnya penuh dengan keberkahan karena dia memayungi puluhan ribu santri hafizh (hafal) Quran. “Hati-hati membuatnya terguncang, bisa kualat akibatnya.” Wow..!! Wallaahu a’lam. (Thabrani/thayyibah) bersambung…

About Tabrani Sabiri, Lc, M.Ag.

TABRANI SABIRIN, Lc, M.Ag. Lahir di Solok, Sumatera Barat, 14 Agustus 1965. Menyelesaikan pendikan S1 di Universitas Al Azhar, Kairo Mesir. Sedangkan S2 diselasaikan di UIN Syarief Hidayatullah, Jakarta. Menjadi staf pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum UIN dari tahun 1998 sebagai PNS. Karena ketertarikannya pada dunia politik dan bisnis, akhirnya Thabrani meninggalkan UIN pada tahun 2009. Kini mantan Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus, PP Muhammadiyah dan anggota DPRD Provinsi Banten ini lebih aktif dalam dunia bisanis dan dakwah.