Oleh: Setiyardi
Ini hari ulang tahun pernikahan kami. Seharusnya dirayakan dengan makan di luar bersama anak-anak. Tapi Tuhan berkehendak lain. Sudah beberapa hari saya istirahat di rumah sakit. Terpaksa hari penting ini ‘dirayakan’ dengan cara Bunda Wieny Soraya mengelap sekujur badan. Alhamdulilah.
Kami bukan Kaesang – Erina. Pernikahan kami di masjid kecil di kampung sangat minimalis, hanya dihadiri kerabat dekat. Tak lebih seratus orang. Bahkan awalnya kami berniat tak membuat ‘pesta’, hanya akad nikah saja. Maklum, kedua orang tua [calon] istri sudah tak ada. Sedangkan saya ketika itu Wartawan Majalah Tempo yang bertahan hidup dari bulan ke bulan.
Kami tak memulai rumah tangga dari nol seperti SPBU. Tapi dari minus. Sebab tiap bulan hidup saya sebagai bujangan selalu tekor. Akhirnya terpaksa saya dibantu ‘Surya Pamilsus pinjam KTA di Bank Mandiri Cabang Gedung Jaya, MH Thamrin. 35 juta. Semua saya berikan ke calon istri sebagai modal nikah. Memang tak terlalu banyak — sebab tak perlu membayar sepuluh ribu lebih pasukan TNI/Polri dll.
Proses pernikahan serba kilat. Kami kenal tak sengaja, hanya lima menit. Langsung saya lamar. Dia minta waktu satu pekan untuk istikharah, dan ternyata OK. Bulan depan kami langsung menikah di depan penghulu. Tanpa pacaran, tanpa menye-menye, tanpa foto-foto prewed. Pokoknya cuma berpikir agar sah secara agama, dan dihadiri keluarga inti. Itu saja.
Ternyata membangun rumah tangga itu tak semudah teori Mario Teguh atau Ary Ginanjar. Setiap diujung bulan kami engap. Usaha yang baru kami buka bangkrut total. Meninggalkan utang segunung yang mencekik leher. Rutin digedor debt collector. Pokoknya seru. Bahkan saat kelahiran anak, uang di dompet saya cuma 50 ribu. Itu saja. Untung saja kelahiran normal, bukan sesar.
Tahun demi tahun berjalan. Keadaan perlahan membaik. Saya ikhtiar di luar, istri full urus rumah dan anak-anak. Kami sudah dikaruniai tiga anak yang sehat, salih-saliha dan cerdas. Anak pertama kuliah di KL, Malaysia. Kedua di SMA Labschool Jakarta. Dan si bontot hampir lulus SD Al Azhar Rawamangun. Semua berprestasi. Setiap selesai salat lima waktu saya bacakan Fatiha untuk ketiga anak itu.
Di hari ulang tahun pernikahan ini, saya berdoa: “Semoga diberi kesehatan dan umur, untuk beribadah dan membesarkan ketiga anak kami. Semoga mereka menjadi anak salih dan saliha yang akan mendoakan kedua orang tuanya ketika kami tak lagi di dunia”.