Oleh: Davy Byanca
Setiap orang pasti ingin bahagia. Aristoteles mengatakan bahwa tujuan akhir setiap tindakan manusia adalah kebahagiaan. Apa pun –katanya, kebahagiaan selalu menjadi target yang dituju oleh setiap orang. Lucunya, banyak yang terjebak dengan mitos : punya lebih banyak, akan membuat kita lebih bahagia. Faktanya, banyak orang yang kaya tapi jiwanya kering, tak tahu apa makna bahagia.
Aku pernah membaca sebuah kisah tentang kebahagiaan dari seorang bikhu, Ajahn Brahm. Ia menulis, “Di dalam tradisi kami yang keras, para bikhu tak diizinkan memiliki uang, dan kami tak pernah menagih biaya apa pun untuk ceramah yang kami berikan, untuk konsultasi atau pelayanan lainnya.” Suatu saat seseorang menelepon sang bikhu untuk diajarkan bagaimana bermeditasi serta bertanya berapa tarifnya. Ia menjawab semua diberikan secara gratis. Si penelepon bertanya lagi, “Maksud saya, berapa besar uang yang harus saya bayarkan untuk mengikuti pelajaran meditasi Anda?”
Bikhu itu menjawab, “Dengar bu, Anda tidak perlu membayar apa pun. Anda masuk saja, duduk, mengikuti pelajaran, dan boleh pergi kapan pun Anda mau. Tak ada yang akan menanyakan nama dan alamat Anda. Anda tak akan diberi selebaran apa pun, dan Anda tak akan dimintai sumbangan apa pun di pintu. Ini benar-benar gratis.”
Setelah terdiam agak lama, si penelpon berkata, “Baiklah, jika gratis, lalu apa yang kalian dapatkan dari situ?” “Kebahagiaan, bu,” jawabnya. “Kebahagiaan!”
Ajahn Brahm mengajarkan, kebahagiaan diperoleh saat berbagi dengan orang lain. Ia tak memasang tarif untuk membahagiakan orang lain, apalagi untuk dirinya. Karena ia memandang harta hanya salah satu sarana untuk menghantarkan orang menuju bahagia. Jika dengan berbagi kepada sesama dapat memberikan rasa bahagia bagi dirinya, menurut Brahm, harta tak diperlukan untuk memperoleh kebahagiaan.
Cukup lama aku merenungkan kata-katanya sampai memutuskan untuk mengutipnya. Aku sependapat dengan Brahm soal pemahamannya tentang kebahagiaan. Menurut dia, kebahagiaan itu terjadi saat kita berbagi.
Begitulah. Kebahagiaan itu sejatinya, terletak pada seberapa banyak, seberapa sering, dan seberapa besar kita memberi kepada orang lain. Bukan pada seberapa besar dan seberapa banyak kita menumpuk harta kekayaan. Akupun lantas teringat dengan kata-kata DR. Abdul Karim Bakar, “Seseorang tanpa harta adalah miskin. Tetapi lebih miskin lagi orang yang hanya memiliki harta.”
Seorang penyair, Sadi berkata, “Berikan emas dan kekayaanmu sekarang juga, sebab tak lama lagi ia akan lepas dari genggamanmu. Bukalah pintu gudang hartamu hari ini, sebab esok kuncinya tak lagi ada di tanganmu.”
Oh, Allah,
izinkan aku untuk tak berbagi cintaku kepada selain-Mu dan Nabi-Mu, Muhammad saw.