Oleh : Pipiet Senja
Anno 5 April 2020.
Kali ini aku pilih tema catatan cinta ibu. Bukan Lansia saja. Begini begini juga sebelum lansia kan aku seorang ibu.
Menjelang dinihari terbangun mendengar gemercik air di kamar mandi. Agaknya Butet turun dari kamarnya di atas. Tak ada air di kamar mandi atas rupanya.
Air jetpum sengaja dimatikan jika malam. Sebab listrik sering mendadak mati dan membuat Qania, cucuku, teriak ketakutan. Aneh kali memang bocah itu. Bisa-bisanya tahu kalau listrik mendadak mati. Padahal kan dia masih tidur. Apa ada malaikat pembisiknya ya?
Aku lirik jam menunjukkan pukul 02.57. Betapa ingin mengajak anakku, apakah sekalian mau tahajud bareng? Namun betapa sulit menggerakkan mulutku yang seolah terkunci rapat. Jangankan bicara, bahkan sekadar mau menggerakkan lidah pun mendadak kelu.
Teringat pernah berdebat dengan anak perempuanku ini. Hanya melalui chatt WA. Awalnya aku mengigatkannya, agar tidak melalaikan sholat lima waktu. Saat itu dia berkata,”Lah Ma, apa harus lapor setiap mau sholat?”
Lantas bahasan jadi kemana mana, masalah akidah. Mulai dari cara berpakaian, dia tak suka kalau emaknya mengatur. Entah mengapa mendadak panas. Sampai kutangkap dia seperti menyesali takdirnya.
“Kadang bermimpi yang jadi mamaku itu pantasnya Tante En….” Adikku kedua yang menikah dengan orang Belanda, puluhan tahun mukim di Holland. Moderat dengan pemikiran feminis liberal, bahkan entah apa agamanya kini. Ya Allah, diakah yang dimimpikan anakku sebagai ibunya?
Lama aku terpuruk dalam dukalara. Rasanya perkataannya itu sangat melukai hatiku yang terdalam. Sungguh jungkir balik duniaku dalam sekejap.
Selama ini ada saja pembacaku yang menyatakan, pengaguman. Menjadikanku sebagai idolanya. Agaknya Gusti Allah tidak suka jika hambaNya ini jadi riya dan takabur karena pengaguman.
Astaghfirullah hal adhim….
Ampunilah hambaMu yang lemah ini, ya Robb.
Aku hanya bisa berdoa dan mengadukan resahku kepada Sang Khalik.
Sampai dia menyambangiku, pulang kerja memelukku dan menggelendot manja, merebahkan kepalanya di pangkuanku. Dia minta maaf dalam senyap.
Begitulah pembawaannya. Aku kenal persis bagaimana sayang dan baktinya putriku ini. Setiap kali emaknya yang penyakitan kumat, dia selalu siaga mengangkutku ke UGD. Setiap kali dia menawariku mau makan apa? Mau dibawakan oleh oleh apa, jika dia bepergian ke daerah.
Lebih baik aku tak banyak bicara dan selalu mengingatkannya. Eksyen! Melalui tindakan teladan, mengajak anaknya sholat berjamaah, menemaninya belajar dan mengaji.
Ya, aku yakin ada saatnya Allah Swt menguji kita dengan cara tak diduga. Ada saatnya pula Allah Swt menebar hikmah di setiap ujianNya.
Usai tahajud dinihari ini, perlahan aku ke atas dan mengintip kamar, tempat anak cucu rehat. Sayup terdengar suara lirih, berdoa. Allahu Akbar! Semoga anak keturunanku tetap berada di jalanMu.
Ya Rasulullah, Junjungan hamba. Berkahilah dan berikankah safaatMu kepada kami. Perjumpakanlah kami kelak di akhir zaman, menuju jannahNya. Bebaskanlah bangsa ini dari segala bencana.
Al Fatihah