(Foto : Kompasiana)

KETIKA SEMUA BERAKTIVITAS DARI RUMAH

Oleh: Inayatullah Hasyim (Dosen Univ. Djuanda Bogor)

(Foto : Kompasiana)

 

Dalam salah satu ayat, Allah SWT berfirman:

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّن بُيُوتِكُمْ سَكَنًا وَجَعَلَ لَكُم مِّن جُلُودِ الْأَنْعَامِ بُيُوتًا تَسْتَخِفُّونَهَا يَوْمَ ظَعْنِكُمْ وَيَوْمَ إِقَامَتِكُمْ ۙ وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَىٰ حِين

“Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).” (QS An-Nahl: 80)

Ayat di atas menarik untuk dikutip pada awal tulisan ini untuk mengingatkan peran dan fungsi rumah. Setidaknya, ada tiga hal yang dapat kita jelaskan lebih lanjut di tulisan ini.

Pertama: Rumah adalah tempat tinggal.

Pada ayat di atas, Allah SWT menyebut rumah sebagai سكنا (tempat tinggal). Kata “Sakanan” sebenarnya memiliki akar kata yang sama dengan “Sakinah” (ketenteraman). Maka, proses sebuah rumah tangga dimulai dari sakinah, lalu mawaddah dan rahmah. Sepasang anak-muda yang membangun mahligai rumah tangga, pada bagian awal kehidupan rumah tangganya, mereka akan mendapatkan ketenteraman itu. Rumah tangga tanpa ketenteraman adalah malapetaka.

Maka, kata sang bijak, rumahku adalah surgaku! Rumah bukan istana, tetapi surga. Sebab istana yang megah tidak menjamin ketenteraman. Karena itu, setiap pasangan suami istri ingin memiliki rumah yang nyaman, asri, cantik dan hommie. Rumah yang nyaman memang dapat memberikan inspirasi-inspirasi dalam berkarya. Tak heran, Rasulullah SAW menganjurkan kita, umatnya, untuk berdoa: “Berikanlah kami rezeki yang halal, kendaraan yang cepat dan rumah yang lapang”.

Sayangnya, setelah rumah kita miliki, sering kali kita menjadikannya tak lebih dari tempat tidur. Bahkan, jadi mirip tempat kos. Kita sudah pergi meninggalkan rumah saat fajar belum menyingsing, dan datang kembali setelah bulan hendak beradu mimpi. Jadilah ia ranjang tidur kita yang luas, tempat di mana kita melampiaskan semua kepenatan dan tak lebih dari itu! Padahal, untuk memilikinya kita telah menghabiskan biaya yang tak sedikit, bahkan dengan mencicil hingga puluhan tahun.

Kini, dengan merebaknya kasus virus Corona (Covid-19), kita diminta untuk bekerja dari rumah (Work From Home), Belajar dari rumah dan beribadah di rumah. Suatu kesempatan yang mahal untuk mengoptimalkan fungsi rumah. Sejak awal dakwah Rasulullah SAW, perhatian tentang rumah sangat besar. Hal ini dapat dilihat dari firman Allah SWT berikut ini:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّى تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَى أَهْلِهَا ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (٢٧)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nur: 27)

Secara tersurat, ayat ini mengisyaratkan kepada kita bahwa rumah adalah ruang privasi, tempat di mana rahasia keluarga disimpan rapat-rapat. Rumah adalah istana tempat seluruh keluh kesah diceritakan, segala cita-cita dibincangkan, semua keinginan diutarakan tanpa perlu merasa canggung sebab semua terikat dalam garis keluarga.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari diceritakan bahwa suatu hari Rasulullah SAW tengah berada di rumahnya, beliau SAW tengah menyisir rambutnya, ada seorang laki-laki yang mengintip dari balik pintu. Manakala mengetahui hal itu, Rasulullah SAW berkata,

لو علمت أنك تنتظرني لطعنت به عينيك، أنما جعل الإذن من قبل البصر

“Sekiranya aku tahu engkau memandangiku, niscaya aku tusuk matamu. Sesungguhnya, diperlukan izin karena adanya mata.”

Dari ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa rumah mendapat perhatian yang sangat besar dalam Islam. Padanya, ada rahasia keluarga yang wajib dijaga. Sehingga, It is not only a house, but a home.

Kedua: Optimalisasi Ruang Ibadah.

Ketika merencanakan membangun rumah, kita acap kali menyiapkan ruang makan, keluarga, tamu, ruang tidur dan ruangan lainnya. Tapi, kadang kita tidak menyiapkan ruang khusus untuk ibadah, misalnya shalat dan pengajian.

Padahal, dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW mengatakan,

اجعلوا في بيوتكم من صلاتكم، ولا تجعلوها قبورا

“Dirikanlah di rumah kalian shalat (sunnah) kalian, dan jangan engkau jadikan rumahmu (seperti) kuburan”. (Hadits Riwayat Bukhari – Muslim).

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda,

أفضل الصلاة صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة

“Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya, kecuali shalat fardhu.”

Hadits-hadits di atas menunjukkan pentingnya menyediakan ruang khusus untuk ibadah di rumah terutama untuk shalat. Sebab, seseorang yang menunaikan ibadahnya dalam senyap dan sepi lebih terjaga dari kemungkinan terjangkit penyakit riya dan sombong.

Hikmah kasus virus Corona, antara lain, adalah jadikan rumah sebagai sebagai pusat kegiatan dakwah. Pusat informasi perkembangan pengetahuan umat dan kesempatan untuk mencari ridha Allah SWT.

Mari jadikan rumah sebagai markaz pendidikan keluarga, pertama dan utama. Allah SWT berfirman,

فَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ فَتَكُونَ مِنَ الْمُعَذَّبِينَ (213) وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ (214)

“Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) Tuhan yang lain di samping Allah, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang di’azab. Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat…” (QS As-syuara: 213 – 214)

Ayat di atas mempertegas kepada kita bahwa, mula-mula ajak sanak keluarga dalam rumah untuk menjadikannya bervisi dakwah. Dimulai dari hal yang kecil, misalnya, menyediakan perpustakaan keluarga yang menyediakan koleksi buku-buku bacaan Islami dan bermanfaat. Terutama buku-buku cerita anak-anak dan remaja putra-putri, agar mereka betah di rumah.

Lalu, perhatikanlah peran setiap kita di rumah itu. Jika Anda sebagai ayah, tentu peran dan tugas utama Anda adalah mengayomi seluruh penghuni rumah: istri, anak-anak. Sebagai ayah, Anda berkewajiban mencukupi nafkah mereka. Jangan pula Anda bangun istana, sementara penghuninya meringis kelaparan! Saat genteng rumah Anda bocor, misalnya, janganlah meminta istrimu naik ke atap. Itu bukan tugasnya.

Demikian halnya dengan istri. Sebagai ibu bagi anak, Anda dituntut untuk membuat suasana rumah nyaman, adorable dan hommie. Pandailah memasak meski sekedar cemilan iseng buat lihat berita di teve. Pandailah memilih warna gorden, sofa, seprei dan pengaturan vast bunga. Ibarat istana presiden, Andalah kepala protocol keistanaannya. You think and decide!

Anak-anak tentu permata hati di rumah. Melihat perkembangan anak adalah hal paling mahal dalam kehidupan berumah tangga. Children are angels from the heaven! To see them is adorable and amazing.

Mereka membuat para orang tua terheran-heran. Celetuk dan ocehan anak-anak adalah keceriaan yang tak berkesudahan. Semakin besar mereka, semakin terasa kebutuhannya yang harus tercukupi di rumah.

Ketiga: Bertetangga dengan semua.

Kita tahu, di tengah kehidupan yang makin hedonis dan egoistic ini, banyak di antara kita yang tak lagi kenal tetangganya. Padahal, kita sudah hidup berdampingan lebih dari sepuluh tahun! Jangan sampai, kita baru tersadar bahwa si fulan adalah tetangga kita setelah ada bendera kuning di depan rumahnya akibat virus Corona. Sungguh tragis, bukan!

Tetangga adalah kerabat terdekat saat senang dan susah. Sesekali kirimkanlah hadiah. Rasulullah SAW mengingatkan, “Saling bertukar hadiahlah kalian (dengan tetangga), niscaya akan menambah kecintaan kalian”. Jika suatu hari pulang kampung, dan tetangga tak pulang, bolehlah dibawakan oleh-oleh khas daerah. Telur asin di Brebes hanya dua ribu rupiah per-butir. Sepuluh butir baru dua puluh ribu. Begitu kita berikan ke tetangga, perhatian tetangga pada rumah kita saat kosong lebih dari kita membayar satpam dua ratus ribu! Imagine.

Sedemikian pentingnya bertetangga, hingga dalam satu hadits, diriwayatkan berikut ini.

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مازال جبريل يوصينى بالجار حتى ظننت أنه سيورثه، (متفق عليه)

“Dari Ibn Umar radhiallahu anhuma berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jibril senantiasa mengingatkan aku (untuk berbuat baik) dengan tetangga hingga aku mengira bahwa tetangga adalah (kelak) menerima warisan”. (Hadits riwayat Bukhari – Muslim).

Sebagai muslim tentu kita lebih nyaman jika tetangga kita pun seiman dan seaqidah. Namun tak tertutup kemungkinan bahwa tetangga kita berbeda agama. Tetaplah berbuat baik pada mereka. Sehingga, ada ungkapan, jika engkau masak sup, perbanyaklah kuahnya! Semata agar semua tetangga mendapatkan keberkahan dari keberadaan kita.

Akhirnya, setelah kita mendapatkan semua kenyamanan rumah di dunia yang fana ini, pastilah kita berharap rumah di surga. Sebab itulah sebaik-baik rumah kelak. Allah SWT menjanjikan:

وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَنُبَوِّئَنَّهُمْ مِنَ الْجَنَّةِ غُرَفًا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا نِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ (٥٨)

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Sesungguhnya akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi (rumah) di dalam syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah Sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal”. (QS Al-Ankabut: 58)

About Redaksi Thayyibah

Redaktur