Oleh: Inayatullah Hasyim (Dosen Univ. Djuanda Bogor)
Salah satu fitrah manusia adalah bersih dan rapih, jika bisa sih sekalian wangi juga. Sebab, demikianlah dianjurkan oleh Rasulallah ﷺ. Bersih dan rapih bukan berarti mahal, tetapi tampil patut dan jauh dari najis.
Akhlak Islami itu “ditangkap” oleh merek besar seperti Rinso, So-Clean (deterjen) Close-up, Pepsodent, (pasta gigi), Lux, Lifeboy (sabun mandi) Lacoste, Tommy (parfum), dll. Seharusnya umat Islam-lah yang menangkap anjuran untuk bersih dan rapih itu dengan membangun industri terkait itu.
Sayangnya, kita masih berkutat pada perbedaan fiqh yang tak pernah selesai. Atau, sibuk dengan perkara furu’iyah. Padahal, para ulama mengatakan, berwewangian (parfum) bukanlah mubadzir.
لا تبذير في العطرة
“Tak ada mubadzir dalam hal parfum”.
Apa maksudnya? Seringkali, setelah menjadi pasangan yang sah, suami atau isteri justru tak peduli dengan penampilan masing-masing. Suami tak harum; isteri tak wangi. Maka, misalnya, Anda beli parfum seharga dua juta, lalu digunakan untuk membahagiakan pasangan Anda, percayalah bahwa pada setiap hembusan keharumannya bernilai pahala.
Kenapa demikian, sebab Allah mencintai kebersihan dan wewangian. Bahkan Rasulallah mengatakan,
حبب إلي من دنياكم: النساء والطيب.
Para ulama mengatakan, Rasulallah ﷺ suka wewangian sebab malaikat turun padanya. Sebagai umatnya, hendaklah kita bersih, rapih dan wangi.
Bagi wanita (isteri), jika suami tak punya anggaran untuk membeli parfum, medicure atau pedicure, minimal warnai kuku Anda dengan daun pacar. Suatu hari Rasulallah ﷺ kesulitan membedakan tangan laki-laki dan perempuan. “Ini tangan wanita, Ya Rasulallah”, kata wanita itu cemberut. “Andai aku wanita, aku akan merubah kuku-ku dengan warna (daun) pacar”. Kata Rasulallah ﷺ menimpali.
Daun pacar kan murah. Ayo tetap eksis di era krisis..