Oleh: Tatak Ujiyati
Ada anggaran aneh lem aibon Rp 82.8 M di dalam input Rencana Kerja SKPD/UKPD. Dinas Pendidikan menyatakan sudin 1 Jakarta salah input, sebab seharusnya anggaran itu untuk dana BOS. Temuan anggaran lem aibon disiarkan ke publik dan menjadi bahasan ramai di media.
Sebelum legislator PSI blow up temuan itu, pada tanggal 23 Oktober 2019, Anie Baswedan (ABW) sebenarnya sudah menyisir rencana anggaran KUA PPAS. Ia menemukan banyak anggaran aneh termasuk di Dinas Pendidikan yang anggarannya naik 800 persen. Tegas, ABW memerintahkan revisi. Memang ada sistem yang harus diperbaiki di Jakarta dalam soal penganggaran, agar kesalahan semacam ini tak lagi terulang.
Adanya anggaran aneh dalam Renja SKPD/UKPD bukan hanya terjadi di Jakarta saat ini. Menurut teman saya yang menjadi Ketua TGUPP jaman Pak Ahok, kesalahan serupa terjadi pada tahun 2015. Waktu itu diketahui Dinas Pariwisata memasukkan komponen sewa teater besar dengan harga fantastis. Sehingga muncul angka Rp 300 miliar untuk sesuatu yang tak pantas.
Seorang teman di Bappeda Jawa Tengah mengganggap hal seperti itu biasa terjadi dalam penyusunan KUA PPAS, karena masih plafon sementara. “Itu RKA awal sebelum KUA PPAS kan? Biasanya waktu itu input buru-buru sehingga yang penting duitnya genep dulu belum bisa detail karena paling susah itu mengumpulkan bahan kebutuhan apalagi belanja kantor. Di tempatku juga begitu, digelondongkan. Kebetulan di Jakarta yang dipakai nglondongkan kok yo lem gitu loh. Setelah KUA PPAS pasti akan ada perbaikan menyesuaikan kebutuhan”, begitu tuturnya.
Cerita kawan Jawa Tengah itu oleh Kepala Bappeda DKI disebut sebagai komponen dummy. “Bappeda menyadari adanya komponen dummy dalam dokumen perencanaan. Kalau komponennya tidak disusun, maka pagu kegiatan tersebut tidak akan muncul. Ketika e-komponennya tidak ada, maka teman-teman SKPD membuat ‘jembatan’ supaya kegiatan itu bisa tetap ada. Tapi, ini masih proses, menuju kepada perbaikan, sepanjang ini pula teman-teman SKPD mengusulkan komponan bersama BPAD dan BPKD,” ujar Mahendra.
Pada tahapan Renja, SKPD/UKPD diburu waktu karena mengumpulkan bahan kebutuhan dan unit harganya akan makan waktu sehingga mereka membuat komponen dummy, karena yang terpenting plafon anggaran terpenuhi dulu. Namanya komponen dummy nanti pada saatnya akan dikoreksi dan didetailkan. Pada tahap itu proses penganggaran memang masih panjang untuk sampai pada detail budget sesungguhnya.
Berdasarkan informasi itu kita bisa menyimpulkan bahwa apa yang terjadi di Jakarta BUKAN hanya terjadi pada saat ini saja, dan BUKAN hanya terjadi di Jakarta. Barangkali teman-teman yang bekerja di Bappeda daerah lain bisa sharing pengalaman.
Yang jelas, Pemprov DKI berkomitmen untuk memperbaiki. Sebagaimana disampaikan Ketua Bappeda DKI dalam pres conference kemarin. Penyisiran dan pengecekan terhadap komponen anggaran pun akan ditingkatkan, dengan batas akhir pembahasan bersama DPRD Provinsi DKI Jakarta pada 30 November 2019.
Jika memang kejadiannya seperti itu, rasanya ada sistem yang harus diperbaiki. Jika KUA PPAS memang tidak dimaksudkan untuk membahas detail anggaran, dan ternyata ada kesulitan membuat komponen dummy, mengapa dalam sistem dipaksakan untuk memasukkan detail komponen anggaran? Apakah tak lebih baik gelondongan saja sebagai perkiraan? Tapi itu masalah sistem pembuatan anggaran yang harus direview dan diperbaiki. Bukan hanya untuk Jakarta tapi juga seluruh Pemda di Indonesia.
Yang jelas, dalam kasus ini kita memahami anggaran aneh-aneh seperti lem aibon, bolpen dll itu semua adalah dummy. Namanya saja dummy atau sekedar contoh, jadi ya belum merefleksikan anggaran sesungguhnya. Pasti akan banyak kesalahan di sana. Apalagi yang sekarang dibahas di DPRD menurut informasi adalah draft yang sebetulnya sudah diserahkan pada bulan Juli 2019, yang artinya belum disisir oleh ABW.
Menurut saya, daripada sibuk meributkan dummy, kenapa tidak fokus pada plafon anggaran saja? Toh nanti Pemprov DKI akan menyempurnakan ke dalam detail anggaran setelah komponen anggarannya sesungguhnya tersusun. Baru pada saat itu kita bisa mengkritisi usulan anggaran yang sesungguhnya.