“Mati sebagai Islam itu baik, tapi akan lebih baik lagi kalau kita mati ketika sedang membela Islam.”
Oleh : Ustadz Fatih Karim
Teringat belum lama ini, tepatnya hari Jum’at, saya satu mobil bersama Ustadz Kusyaeri. Dia adalah Direktur Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) Islamic Center pimpinan Ustadz Bachtiar Nasir. Kami menuju Parung dalam rangka melihat lokasi tanah yang akan dibeli untuk kepentingan pendidikan.
Dalam perjalanan kendaraan kami terhenti oleh rombongan pengantar mayit. Seketika suasana hening, sambil mengucapkan Inna Lillaahi wa Inna Ilaihi Raaji’uun, Ustadz Kusyaeru berucap, “Nanti kita yang ada dalam keranda itu!”
Ustadz Khusaeri kemudian memulai sebuah kisah yang menggetarkan.
“Ceng, (Ustadz Kusyaeri memanggil saya dengan sebutan Aceng. Aceng adalah sebutan ustadz di daerah Garut) sekitar 3 minggu lalu ada orang meninggal, dia adalah preman bertato di daerah Jonggol. Preman itu satu-satunya orang yang membela pembangunan masjid ketika AQL bikin pesantren tahfiz khusus anak jalanan. Masyarakat setempat tidak setuju dengan adanya masjid itu. Namun dengan suara lantangnya preman itu berteriak, “Siapa yang menentang pembangunan mesjid ini berhadapan sama gua! Bikin masjid dilarang gereja dibiarkan.” Akhirnya, melalui wasilah preman itu terwujudlah pembanbunan masjid tersebut.
Selang berapa waktu, si preman ini ingin menghadiri pengajian Tadabbur Asmaul Husna Ustadz Bachtiar Nasir di BI (dan ini pengajian pertamanya!). Dengan membawa rombongan santri anak jalanan beliau berangkat. Singkat cerita selesailah pengajiannya dan oleh panitia tamu istimewa ini (para preman) dipersilahkan untuk makan tapi si preman menolak. “Nanti. Gampang it. Saya menghadap Allah dulu (sholat Dzuhur).
Dalam sholat berjamaah itu, sampai pada rakaat kedua, ketika berdiri preman itu jatuh. Dengan spontan jamaah di sebelahnya menangkap tubuh kekarnya. Dan langsung di bawa ke rumah sakit. Namun menurut dokter yang menangani pertama, si preman sudah meninggal 20 menit yg lalu, itu tepat ketika dia sedang sholat. “Ini janji Allah untuk orang yang membela agamaNya”, demikian kata Ustadz Bachtiar Natsir menanggapi kematian si preman.
Masyaa Allah, Allahu Akbar saya yg menyimak cerita Ustadz Kusyaeri merinding jadinya. Hati bergetar. Dalam keheningan saya spontan memegang erat kain kafan yang setahun ini selalu saya bawa dalam tas saya.
Jadi, wahai sahabat, apa yang kita bela dari semua ikhtiar yang kita lakukan selama ini?