Breaking News
Mempertanyakan integritas kita dalam pemilu (Foto : Setgab)

Integritas dan Pemilu

Oleh: Asyari Usman (Wartawan Senior)

 

Mempertanyakan integritas kita dalam pemilu (Foto : Setgab)

 

Banyak yang meriwayatkan, kalau Anda kehilangan sesuatu di Jepang, misalnya dompet Anda tercecer di kereta bawah tanah, hampir pasti akan Anda temukan kembali jika Anda ingat tempatnya. Paling tidak, Anda akan menemukannya di kantor ‘lost and found’. Yakni, tempat untuk mencari barang yang hilang.

Isi dompet Anda tidak akan hilang barang selembar pun juga.

Contoh lain, Anda ketinggalan dompet di ruang kuliah, Anda akan jumpai lagi dalam keadaan utuh. Konon, semua orang di situ akan menawarkan bantuan. Hampir pasti dompet itu akan Anda temukan di bangku yang sama. Tidak ada yang hilang.

Kisah yang mengagumkan ini bisa terjadi karena Integritas.

Orang Jepang bersedia mati atau berkorban habis demi Integritas. Mereka tidak akan berhenti membantu Anda mencari milik Anda yang hilang di lingkungan mereka. Sampai benda itu ditemukan kembali.

Mereka melakukan itu karena paham bahwa Integritas mereka sedang diuiji. Integritas yang kemudian menjadi Integritas Plus. Plus di sini adalah ‘akhlak mulia’ orang Jepang dalam hal tanggung jawab. Artinya, mereka akan menunjukkan tanggung jawab yang tinggi sampai Integritas mereka terbukti bisa diandalkan.

Orang Jepang tidak akan pernah mengabaikan integritasnya. Mereka tak rela pula integritas itu diragukan, sompel, atau tergores.

Integritas yang tinggi itu membuat panggung politik Jepang jauh dari penipuan, rekayasa, pencurangan atau kecurangan, dll. Khususnya pada saat berlangsung proses pemilihan pejabat publik. Bagi mereka kecurangan sangat mahal harganya. Nyawa taruhannya. Mereka akan segera ‘kamikaze’ (bunuh diri) ketika kecurangan terbongkar.

Itulah ‘integritas’. Integritas orang Jepang. Mendarah-daging. Diwariskan dari generasi ke generasi. Tidak pernah terdengar ada sengketa pemiihan umum.

Karena integritas pula orang Jepang tidak akan pernah waswas terhadap badan yang menyelenggarakan pemilihan umum. Mereka tidak pernah curiga suara mereka akan diselewengkan oleh konspirasi petahana atau siapa saja.

Tidak hanya di masyarakat Jepang. Integritas pula yang membuat publik Eropa Barat (Inggris, Irlandia, Prancis, Jerman, Belanda, Belgia, Swiss, Austria, dlsb) senantiasa percaya pada ‘quick count’ (QC) pemilu mereka. QC oleh semua stasiun televisi dilakukan secara elektronik.

Para pemilih juga tidak khawatir menggunakan sistem ‘electronic voting’ di TPS-TPS mereka. Sekarang, semakin jarang mereka menggunakan surat suara. Mereka tak sangsi suara elektroniknya akan dibajak atau di-reroute, dsb.

Itulah ‘integritas’. Publik percaya pada sistem pemungutan suara elektonik dan percaya pada proses penghitungan. Ini bisa terjadi karena semua orang menjaga integritas. Sekalipun petahana, misalnya, memiliki peluang untuk menggunakan berbagai perangkat yang ada di tangan mereka, mereka akan merasa sangat aib untuk melakukan itu. Apalagi sampai terbongkar ke publik.

Integritas juga melekat erat di tubuh para penyelenggara survey politik di Jepang maupun di Barat. Mereka tidak akan memoles data dan fakta.

Mereka tidak akan melakukan hal-hal yang sangat memalukan seperti yang dilakukan oleh, misalnya, Denny JA. Denny ikut menjadi timses dengan cara membuatkan meme-meme yang mempromosikan satu pihak atau mendemosikan pihak lain. Itulah sebabnya publik mencurigai hasil survey LSI sebagai pesanan berbayar.

Kita tentunya mendambakan integritas kelas dunia. Tapi, tampaknya, masih akan lama lagi menunggu. Sampai para politisi busuk, politisi maling, politisi pengkhianat yang masih berkuasa hari ini, sirna dimakan tanah kuburan.

Setelah itu, semoga saja, barulah kita akan melihat orang-orang cerdas Indonesia yang menyandang ‘integritas’ seperti didefinisikan sebagai “the quality of being honest and having strong moral principles; moral uprightness” (kualitas jujur dan memiliki prinsip moral yang kuat; moral yang berdiri tegak). Wallahu a’lam.

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur