Oleh : Moeflich H. Hart
Sekali lagi, Rocky Gerung (RG) adalah unik. Baru sekarang dalam sejarah Indonesia modern, ada seorang filosof (yang bercitra pemikiran abstrak, sulit dan berat) menjadi pujaan publik, padat jadwal keliling Indonesia bukan berceramah yang ringan-ringan melainkan deskripsi-deskripsi akademis dan narasi-narasi teoritis, tapi disambut meriah dimana-mana ibarat selebritas bahkan oleh lapisan sosial bawah yang disebut the gank of emak-emak.
Pertanyaannya, mengapa sosok filosof RG sangat populer dan menjadi fenomenal di seluruh pelosok negeri? Bukankah itu aneh, tak biasa dan tidak logis karena filsafat, tepatnya pemikiran kritis, bukanlah konsumsi masyarakat umum dan kegemaran publik. Masyarakat tentu senangnya dengan yang ringan-ringan seperti lawakan, humor, hiburan seni dll. Tesis ini nampaknya salah.
Kuriositas intelektual saya terus mencari jawaban. Fenomena menarik RG harus dijelaskan agar kita paham dan memenuhi rasa kepenasaran pengetahuan kita. Penjelasan karena RG itu menyuguhkan pemikiran kritis, keberanian dan kecerdasan atau karena kekuatan pemilihan diksi-diksinya menarik dan mengejutkan sudah sering kita baca. Belum jawaban inti yang memuaskan karena orang cerdas dan berani itu banyak, tapi tidak beraroma RG.
Saya menemukan, yang terpenting, baru dan tak ada di yang lain adalah karena RG menggunakan kecerdasannya sebagai perlawanan pada kekuasaan. Itulah yang membuat kecerdasannya menjadi menarik dan bernilai lebih karena mewakili pikiran jutaan masyarakat yang frustrasi pada keadaan karena merasakan kekecewaan demi kekecewaan sosial, politik dan ekonomi.
Kritik-kritik tajam RG dirasakan mewakili suara hati rakyat atau hati nurani publik. RG tak akan laku dan menjadi fenomena bila kecerdasannya hanya kecerdasan biasa yang banyak ada pada orang lain. Pikiran-pikiran RG adalah kecerdasan plus yang dibalut kepiawaian memilih diksi-diksi yang mengejutkan tak terduga plus daya tarik retorikanya. Ia pun berhasil merumuskan kebodohan politik kekuasaan dengan simbol kata yang menarik dan mudah diingat: “Dungu.” Sekaligus menawarkan diksi menarik untuk menyehatkan kehidupan: “Politik Akal Sehat” dengan konsistensi memperjuangkannya dimana-mana di berbagai forum dan kesempatan. Dan dia sangat menguasai apa yang dipikirkan dan dilontarkannya.
Adonan sempurna inilah yang tak ada pada kecerdasan-kecerdasan yang lain. RG menjadi ratu adil pikiran atau selebritas intelektual di tengah-tengah padang rumput rakyat yang IQ-nya sudah meningkat dan sudah pada cerdas.
Diantara kecerdasaran rakyat adalah mereka tak suka bahkan muak pada orang-orang cerdas tapi hanya jadi kaki tangan penguasa, juru bicara kekuasaan, takut bicara atau pembela kekuasaan sementara rakyatlah yang merasakan hidup susah, rendahnya kualitas kepemimpinan negeri dan janji-janji politik yang banyak tak dipenuhi tapi tak juga mau menyadari yang malah didukung oleh kaum intelektual komprador yang menjilat dan takut pada kekuasaan.
Dalam konteks inilah, suara Iwan Fals jadi benar-benar fales, banyak ulama istana tak disukai, Ngabalin yang nyebelin, kelompok kiri yang tak laku, paytrennya Yusuf Mansur yang banyak ditinggalkan, bahkan Yursil yang banyak disentil, dan lain-lain, karena semuanya berlawanan dengan arus frustrasi dan tren perlawanan rakyat.
Disinilah RG menemukan penjelasannya, inilah bedanya cita rasa RG yang menjadi sebab popularitasnya. Tapi RG tak dibuat-buat, kejeniusan alami yang menjadi pemikul pikiran dan keresahan masyarakat. Kalangan yang tak menyukainya pun, karena cemburu dan kalah pengaruh kemudian mengklaim RG sebagai filosof sophis yang hanya hanya bisa mengkritik penguasa demi mencari sensasi, merusak pikiran publik dan membuat kegaduhan bahkan di kalangan aktifis dan pegiat filsafat, RG diklaim telah melakukan pembusukan filsafat. Padahal, RG justru sedang mereaktulisasi filsafat yang elitis, eksklusif dan mati.
Fenomena antusiasme publik pada RG menunjukkan adanya keinginan besar rakyat akan perubahan. Rakyat, termasuk didalamnya emak-emak, sudah cerdas untuk memilih mana pikiran-pikiran yang harus diikuti dan tak diikuti. Rakyat yang sudah cerdas akibat globalisasi, teknologi dan media sosial menjadi lahan subur bagi bersemainya pikiran-pikiran kritis RG.
Unifikasi penampilan (dia juga ganteng), retorika yang menarik, ketenangan, kecerdasan super, keberanian dan simbol perlawanan rakyat pada penguasa, semuanya menjadi adonan menarik yang menjadikannya selebritas intelektual.
RG dihadirkan Tuhan untuk mencerdaskan publik dan mencerahkan masyarakat Indonesia sekaligus menyesatkan. Tersesat kejalan yang benar!!