Breaking News

Shajar al-Durr

Ratu Islam yang Cerdas dan Pemberani yang Menaklukan Raja Perancis Louis IX

Oleh : Syaefudin Simon

Dunia Islam pernah punya raja perempuan (ratu) yang luar biasa. Cerdas, bijak, cantik, dan pemberani.

Namanya Shajar al-Durr (Pohon Mutiara). Ia menjadi simbol kecerdasan, keberanian dan kepemimpinan perempuan di tengah dunia politik yang didominasi kaum laki-laki.

Ia bukan hanya menjadi penguasa perempuan pertama dalam sejarah Mesir Islam. Tapi juga menjadi tokoh kunci yang mengalahkan Raja Prancis Louis IX dalam Perang Salib Ketujuh (1248–1254).

Shajar al-Durr berasal dari Asia Tengah — kemungkinan dari suku Kipchak atau Turki. Awalnya, Shajar adalah seorang budak di istana Sultan Ayyubiyah al-Salih Ayyub (putra Sultan al-Kamil). Kecantikan, kecerdasan, dan ketegasannya membuat Shajar al-Durr segera menjadi selir kesayangan, lalu istri resmi sang sultan.

Ketika al-Salih Ayyub naik tahta Mesir pada tahun 1240, Shajar al-Durr menjadi pendamping setia dalam urusan politik dan administrasi negara. Ia dikenal berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan dan menjaga stabilitas kerajaan yang terancam oleh konflik internal dan ancaman dari luar.

Pada tahun 1249, Louis IX dari Prancis memimpin pasukan besar dalam Perang Salib Ketujuh, menyerang pelabuhan Damietta di Delta Nil. Ketika pasukan Salib mendarat, Sultan al-Salih Ayyub sedang sakit parah. Dalam situasi genting ini, Shajar al-Durr mengambil alih pemerintahan secara diam-diam.

Ketika suaminya meninggal dunia di tengah perang, Shajar menyembunyikan kabar kematiannya selama berbulan-bulan agar pasukan tidak kehilangan semangat. Ia memerintah atas nama Sultan yang telah wafat dan berkoordinasi dengan panglima Faris al-Din Aktai dan Baibars al-Bunduqdari, pemimpin pasukan Mamluk.

Puncak kepemimpinan Shajar al-Durr terlihat dalam Pertempuran Al-Mansurah (1250). Pasukan Mamluk berhasil menjebak dan mengalahkan pasukan Salib yang dipimpin oleh Louis IX. Kota Al-Mansurah menjadi saksi kekalahan telak tentara Kristen Eropa.

Louis IX tertangkap hidup-hidup bersama ribuan pasukannya. Raja Prancis itu kemudian dipenjarakan di Mesir dan hanya dibebaskan setelah membayar tebusan amat besar 400.000 keping emas. Sepertiga dari kekayaan Prancis.

Kekalahan ini menandai berakhirnya ambisi Prancis untuk menaklukkan Mesir dan memukul mundur gerakan Salib di kawasan Mediterania Timur.

Setelah kemenangan itu, Shajar al-Durr secara resmi dinobatkan sebagai Sultanah Mesir dengan gelar Malikat al-Muslimin (Ratu Umat Islam). Ia memerintah atas nama kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, dan koin-koin pun dicetak dengan namanya — sebuah simbol kedaulatan.

Ia menjadi simbol awal berdirinya Dinasti Mamluk di Mesir, yang kemudian melahirkan penguasa besar seperti Sultan Baibars dan Sultan Qalawun.

Shajar al-Durr juga dikenang sebagai salah satu pemimpin perempuan paling berpengaruh di dunia Islam abad ke-13, yang berhasil mengalahkan kekuatan militer Eropa dan mempertahankan kedaulatan Mesir.

Kisah Shajar al-Durr bukan sekadar cerita tentang kekuasaan, tetapi juga tentang kecerdikan politik, keberanian perempuan, dan perjuangan mempertahankan negeri di masa krisis. Di tengah arus sejarah Mediterania yang penuh darah dan intrik, Shajar al-Durr berdiri sebagai “Sultanah Mediterania” yang berani menantang raja Eropa dan menang — sebuah babak gemilang dalam sejarah dunia Islam (AI Edited).

About Redaksi Thayyibah

Redaktur